PENYADAPAN DAN MEREKAM
Yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah.
Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat elektronik lainnya
KEWENANGAN PENYADAPAN
Jika ditilik secara hukum, penyadapan, seperti tertuang dalam Pasal 31 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang N0. 11 Tahun 2008, adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Yang berhak melakukan penyadapan adalah para penegak hukum untuk kepentingan penyelesaian kasus hukum. Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang," begitu bunyi Pasal 31 Ayat 3.
Namun, penyidik tak bisa sembarangan melakukan itu. KUHAP Pasal 83 ayat (1-4) mengatur pembatasan kewenangan penyidik untuk menyadap. Dalam pasal tersebut disebutkan, penyadapan dapat dilakukan sepanjang mendapat izin dari pihak pengadilan.
Pasal 83 ayat (3) mengatur penyadapan hanya dapat dilakukan oleh penyidik atas perintah tertulis atasan penyidik setempat setelah mendapatkan surat izin dari hakim pemeriksa pendahulu.
Kewenangan penyadapan seyogianya memang harus diatur dengan jelas, termasuk di dalamnya mekanisme pengawasan yang ketat. Aturan jelas tidak semata-mata demi perlindungan privasi seseorang, lebih dari itu adalah untuk menegakkan due process of law yang merupakan jaminan konstitusi bahwa setiap warga negara berhak atas perlindungan terhadap tindakan pemerintah yang sewenang-wenang.
PERBEDAAN MENYADAP DAN MEREKAM
Perbedaan menyadap dengan merekam baik itu rekaman video maupun rekaman audio secara sengaja sebagai bukti tindak pidana.
Menyadap menurut UU ITE beserta perubahannya adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Tindakan merekam belum tentu tindakan menyadap. Karena realita berupa suara atau kejadian yang direkam ke dalam satu tape recorder maupun kamera bukanlah data elektronik, Informasi Elektronik maupun Dokumen Elektronik.
Penyadapan atau intersepsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh UU ITE beserta perubahannya dan kepada pelakunya dapat diancam sanksi pidana. Pengecualian terhadap ketentuan larangan penyadapan atau intersepsi itu adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Menyadap menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah mendengarkan (merekam) informasi (rahasia, pembicaraan) orang lain dengan sengaja tanpa sepengetahuan orangnya. Sedangkan arti merekam adalah memindahkan suara (gambar, tulisan) ke dalam pita kaset, piringan, dan sebagainya.
Mengacu pada definisi di atas dapat kita ketahui bahwa menyadap lebih luas dari makna merekam. Menyadap dilakukan salah satunya dengan jalan merekam namun secara diam-diam (tanpa sepengetahuan orang yang disadap). Sedangkan dalam merekam, bisa saja orang atau obyek yang direkam itu tahu bahwa dirinya direkam.
Menyadap dan Merekam Menurut Peraturan :
1. Menurut UU Telekomunikasi.
Penyadapan merupakan perbuatan yang dilarang oleh Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) yang berbunyi :
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Yang dimaksud dengan penyadapan adalah kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimiliki oleh seseorang adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus dilarang. Siapa yang melanggarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
2. Menurut UU ITE.
Lebih khusus lagi, penyadapan diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) dan disebut dengan istilah intersepsi.
Intersepsi atau penyadapan menurut UU ITE adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Penyadapan atau intersepsi ini termasuk sebagai perbuatan yang dilarang, yang diatur dalam Bab VII UU ITE beserta perubahannya, apabila dilakukan bukan oleh pihak yang berwenang dalam rangka penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU 19/2016 :
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) UU ITE di atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.
PENGECUALIAN
Pengecualian atas pelarangan penyadapan atau intersepsi itu adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Salah satu institusi penegak hukum yang berwenang menurut undang-undang untuk melakukan penyadapan ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”). KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
Sementara, tindakan merekam bukan berarti tindakan menyadap. Pendapat lain bahwa merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi tertentu seperti kamera tersembunyi, alat perekam video, maupun perekam suara bukan termasuk kategori intersepsi sebagaimana Pasal 31 ayat (2) UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016) dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Hukum Merekam Menggunakan Kamera Tersembunyi (Hidden Camera).
Hal serupa juga dikatakan Konsultan dan Pemerhati Cyber Law yang lain yaitu Josua Sitompul, S.H., IMM dalam artikel Bolehkah Merekam Suatu Peristiwa Secara Sembunyi-Sembunyi?, bahwa realita berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektronik, bukan Informasi Elektronik dan bukan Dokumen Elektronik.
Kamera atau tape recorder tersebut merekam kejadian atau suara dengan mengubahnya menjadi Informasi dan Dokumen Elektronik. Dengan perkataan lain suara yang diucapkan pada waktu kejadian masih belum termasuk dalam Informasi atau Dokumen Elektronik. Oleh karena itu, perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera bukanlah termasuk dalam pelanggaran Pasal 31 UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016).
PENYADAPAN DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM
Dalam artikel Tindakan Penyadapan dalam Rangka Penegakan Hukum Harus Diatur Dalam UU/Hukum Acara Pidana yang kami akses dari laman Institute for Criminal Justice Reform (“ICJR”), LSM yang peduli pada isu pembaharuan hukum pidana Indonesia, dijelaskan bahwa ketentuan Pasal 31 UU ITE (sekarang Pasal 31 UU 19/2016) mempunyai maksud :
1. Pertama, penegak hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum.
2. Kedua, penyadapan yang dilakukan harus berdasarkan permintaan dalam rangka penegakan hukum.
3. Ketiga, kewenangan penyadapan dan permintaan penyadapan dalam rangka penegakan hukum harus ditetapkan berdasarkan UU.
Melihat dari rumusan Pasal 31 UU 19/2016 tentang larangan penyadapan atau intersepsi di atas, jelas bahwa selain pihak yang berwenang dalam rangka penegakan hukum, dilarang melakukan penyadapan. Jika penyadapan tersebut dilakukan dengan melanggar hukum, tentu tidak dapat digunakan sebagai bukti dalam persidangan.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi;
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Undang-Undang;
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
MEREKAM
Arti kata merekam | Komunikasi verbal tentunya berkaitan sangat erat dengan kehidupan sehari-hari manusia. Dalam berbagai aktivitas kita kemampuan komunikasi merupakan kunci untuk meraih berbagai peluang.
Arti kata merekam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah me.re.kam [v] (1) mengecap; mencetak; memberi bergambar (garis-garis) berwarna pd kain dan sebagainya; (2) menyulam (dengan benang emas atau benang berwarna); menyuji; (3) Mk lengkap; melekatkan (seperti baju tubuh, sambungan kayu); (4) memindahkan suara (gambar, tulisan) ke dalam pita kaset, piringan, dan sebagainya; (5) mencatat (dalam hati, angan-angan, dan sebagainya): anak itu telah semua peristiwa yang dilihatnya dalam benaknya.
OPINI PENYADAPAN PEJABAT DIPLOMAT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kecewa dengan beredarnya pemberitaan terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia.
Pasalnya, selain berdasarkan aspek hubungan diplomatik, juga mengacu pada aspek hukum, sangat bertentangan dan melanggar peraturan perundang-undangan yang ada.
Pelanggaran tersebut terhadap Pasal 40 UU 36/1999 tentang Telekomunikasi yang menyebutkan, bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pelanggaran lainnya Pasal 31 ayat UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hokum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dalam suatu computer dan/atau elektronik tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan/atau dokumen elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan/atau penghentian informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
Bahwa dalam batas-batas dan tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu, tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) , intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
ANCAMAN PIDANA
Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp800.000.000,-.