Ekonomi Kerakyatan
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi, kemakmuran bagi
semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hidup orang banyak harus dikuasai Negara. Kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak
ditindasnya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang
banyak boleh di tangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penjelasan Pasal 33 UUD 1945
Ekonomi rakyat/kerakyatan adalah sebuah sistem ekonomi
diprakarsai oleh Muhammad Hatta, Bapak Ekonomi sekaligus Proklamator
Kemerdekaan Indonesia. Di masa krisis moneter 1998 silam, ekonomi kerakyatan
adalah sistem yang sangat dielukan. Alasannya, di masa itu sistem ekonomi
kerakyatan dianggap berhasil menyelamatkan UMKM dari bencana kemiskinan.
Hingga saat ini, ekonomi rakyat adalah salah satu sistem
pengelolaan ekonomi terbaik. Sayangnya, banyak dari kita kurang memahami apa
itu ekonomi rakyat. Supaya lebih paham, simak pengertian sistem ekonomi
kerakyatan, ciri-ciri, dan contohnya.
Pengertian Sistem Ekonomi
Kerakyatan
Ekonomi rakyat adalah suatu proses pengelolaan usaha
secara mandiri dan kolaboratif oleh kelompok-kelompok masyarakat. Menurut pasal
33 UUD 1945, pengertian sistem ekonomi rakyat merupakan suatu sistem guna
mewujudkan kedaulatan masyarakat di bidang ekonomi.
Sementara itu menurut International Labour Organization
(ILO), pengertian ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi tradisional yang
dilakukan masyarakat lokal untuk mempertahankan hidupnya. Masyarakat lokal di
sini maksudnya adalah masyarakat dengan aktivitas ekonomi sederhana seperti
pedagang kecil dan UMKM.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pengertian ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi guna meningkatkan kemandirian dan
kesejahteraan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Sejak sebelum kemerdekaan,
ekonomi kerakyatan di Indonesia sudah diterapkan dan menjadi salah satu pilar
perekonomian negara kita hingga sekarang.
Prinsip Ekonomi Kerakyatan di
Indonesia
Setelah membahas pengertian sistem ekonomi kerakyatan,
selanjutnya kita akan membahas beberapa prinsip pelaksanaannya. Secara garis
besar, ekonomi berbasis kerakyatan di Indonesia berlandaskan pada UUD 1945 di
pasal-pasal berikut :
1.
Pasal 33 ayat 1
sampai 3, berisi prinsip bahwa perekonomian Indonesia disusun berdasarkan asas
kekeluargaan, penguasaan cabang produksi penting oleh negara, serta penggunaan
kekayaan alam sebaik-baiknya untuk kesejahteraan rakyat.
2.
Pasal 27 ayat 2,
tentang hak setiap warga negara Indonesia mendapat pekerjaan dan penghidupan
layak.
3.
Pasal 34, yang
menyebut pemerintah bertanggungjawab merawat fakir miskin dan anak-anak
terlantar.
Ciri-Ciri Sistem Ekonomi
Kerakyatan
Di antara sistem ekonomi lainnya, sistem ekonomi rakyat
adalah salah satu sistem dengan karakteristik terunik. Selengkapnya tentang
ciri ciri sistem ekonomi kerakyatan adalah sebagai berikut:
1.
Terbuka, setiap
masyarakat punya hak dan akses sama terhadap sumber daya tersedia.
2.
Berkelanjutan tanpa
mengorbankan masa depan masyarakat dan lingkungan.
3.
Kegiatan ekonominya
dilakukan secara mandiri dan fokus memenuhi kebutuhan diri dan sesama.
4.
Mekanisme pasar
berkeadilan dengan persaingan sehat.
5.
Memprioritaskan kualitas
hidup, kepentingan sosial, nilai-nilai keadilan, dan pertumbuhan ekonomi.
6.
Pembangunan
dilakukan secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan.
7.
Masyarakat punya
kesempatan sama untuk bekerja/membuka usaha demi kesejahteraannya.
8.
Hak konsumen dilindungi
dan diperlakukan dengan adil.
Tujuan Ekonomi Rakyat
Setelah membahas pengertian sistem ekonomi kerakyatan,
prinsip, dan ciri-cirinya, kita akan membahas beberapa tujuan ekonomi rakyat,
yaitu di antaranya:
Meningkatkan Kesejahteraan
Ekonomi Masyarakat
Tujuan pertama dan utama ekonomi rakyat adalah
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti namanya, ekonomi rakyat
diciptakan, diupayakan, dan dipetik hasilnya secara langsung oleh rakyat, bukan
segelintir pihak elit saja.
Memastikan Kekayaan Terbagi
Secara Merata
Tujuan berikutnya dari ekonomi rakyat adalah memastikan
kekayaan terbagi dengan rata tanpa membeda-bedakan. Sehingga kesenjangan
ekonomi antara orang kaya dan miskin bisa diminimalisasi sebaik mungkin.
Menaikkan Pendapatan Masyarakat
Per Kapita
Pendapatan per kapita adalah istilah lain untuk menyebut
nominal penghasilan masyarakat per satu orang penduduk. Selain itu, pendapatan
per kapita juga didefinisikan sebagai jumlah total pendapatan negara (PDB)
dibagi seluruh warga negara tersebut. Salah satu tujuan ekonomi rakyat adalah
untuk menaikkan nominal per kapita masyarakat.
Mengurangi Jumlah Orang Miskin
dan Anak Terlantar
Tujuan berikutnya dari ekonomi rakyat adalah mengurangi
jumlah orang miskin dan anak terlantar, baik dari segi sandang, pangan, papan,
maupun pendidikan. Jika kesejahteraan masyarakat meningkat secara merata, maka
akan lebih banyak orang naik dari jurang kemiskinan. Akhirnya, jumlah anak
terlantar dari keluarga miskin pun berkurang.
Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Negara
Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem yang bertujuan
mendorong pertumbuhan ekonomi, pertama-tama secara mikro (per kepala keluarga)
hingga masuk ke skala nasional. Apabila kondisi perekonomian masyarakat per
kepala naik secara merata, maka otomatis kualitas ekonomi secara nasional juga
akan meningkat.
Faktor Pendorong Ekonomi
Kerakyatan di Indonesia
Dari bahasan tentang tujuan ekonomi rakyat di atas, kita
dapat menyimpulkan bahwa penerapan sistem ekonomi rakyat punya dampak luar
biasa positif. Demi mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, ada beberapa faktor
pendorong yang bisa kita usahakan, yaitu:
1.
Tingkat Pengetahuan
dan Keterampilan Masyarakat. Faktor pendorong ekonomi rakyat yang pertama
adalah tingkat pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Apabila pendidikan dan
keahlian rakyat bertambah, maka kesempatan direkrut bekerja juga akan semakin
besar, baik dalam skala nasional maupun internasional.
2.
Partisipasi Aktif
Pemegang Modal. Selain pendidikan dan keahlian masyarakat, partisipasi aktif
para investor dalam mendanai pengusaha UMKM juga bisa mendorong perkembangan
ekonomi rakyat. Semakin banyak dana investasi terkumpul, akan semakin banyak
pula UMKM terdanai. Akhirnya, masyarakat berkesempatan mengembangkan usahanya
dengan baik, sehingga kesejahteraan mereka pun meningkat.
3.
Kolaborasi Antar
Pengusaha. Faktor pendorong sistem ekonomi rakyat berikutnya adalah kolaborasi
antar pengusaha, utamanya UMKM. Dengan berkolaborasi, pengusaha dapat menutupi
kelemahan satu sama lain. Hasilnya, kerjasama mereka akan semakin kuat dan
mampu mencapai target dan keuntungan lebih besar.
4.
Kebijakan Ekonomi
Pemerintah yang Pro Rakyat. Faktor terpenting yang mendorong sistem ekonomi
rakyat adalah kebijakan pemerintah. Dengan dukungan total dari negara,
masyarakat akan punya kesempatan seluas-luasnya mengeksplorasi sumber daya dari
tempat tinggalnya sendiri untuk membuka usaha.
Contoh Ekonomi Kerakyatan di
Indonesia
Setelah mengetahui pengertian, tujuan, faktor pendorong,
dan ciri-ciri ekonomi kerakyatan, kali ini kita akan membahas beberapa contoh
penerapannya. Selengkapnya tentang contoh ekonomi kerakyatan di Indonesia
adalah sebagai :
1.
Pendirian Koperasi.
Point pertama contoh ekonomi rakyat adalah pendirian koperasi, yaitu badan
usaha dengan keanggotaan minimal 9 orang dan pendanaannya dilakukan
bersama-sama oleh seluruh anggota. Berbeda dengan korporasi, setiap anggota
koperasi punya kekuatan suara sama saat menyampaikan pendapat, berapapun kontribusi
modalnya.
2.
Penguasaan Sumber
Daya Oleh BUMN. Contoh ekonomi kerakyatan berikutnya adalah penguasaan sumber
daya negara oleh BUMN. Semakin besar kapasitas BUMN dalam mengelola kekayaan
negara, akan semakin banyak pula pendapatan bisa dihasilkan untuk menunjang
pembangunan.
3.
Biaya Pendidikan
Gratis. Sesuai prinsipnya, ekonomi rakyat perlu mengupayakan pendidikan bisa
dinikmati siapa saja, tanpa memandang status ekonomi. Oleh karena itu, biaya
pendidikan gratis (minimal sampai 12 tahun) adalah salah satu contoh ekonomi
berwawasan kerakyatan.
4.
Bantuan Pendanaan
UMKM. Contoh berikutnya dari ekonomi rakyat adalah pendanaan UMKM, baik oleh
negara maupun investor swasta. Dengan adanya bantuan permodalan usaha, UMKM
berkesempatan mengembangkan bisnisnya hingga punya skala lebih besar.
5.
Crowdfunding. Point
terakhir contoh ekonomi rakyat adalah program crowdfunding, yaitu iuran banyak
orang sekaligus untuk mendanai suatu proyek, baik sifatnya profit atau
non-profit. Saat ini, crowdfunding adalah salah satu program ekonomi kerakyatan
di Indonesia paling populer, terutama crowdfunding online.
Dalam suatu negara, sangatlah penting menerapkan sistem
ekonomi, karena akan berpengaruh terhadap kekuatan dan kondisi ekonomi negara
tersebut. Terdapat banyak konsep ekonomi belakangan ini. Dalam memilih sistem
ekonomi yang akan diimplementasikan pada sebuah negara, haruslah
mempertimbangkan beberapa foktor berikut;
1.
Sistem kepemilikan
terhadap sumber daya dan faktor produksinya
2.
Keluwesan
masyarakat dalam persaingan dengan sesamanya
3.
Keharusan bersikap
saat menerima imbal jasa dari prestasi kerja
4.
Kadar pemerintah
dalam perencanaan, pengaturan, dan pengarahan kegiatan ekonomi dan bisnis
secara umum
5.
Melalui
pertimbangan di atas, Indonesia menerapkan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem
ekonomi ini diprakarsai oleh Muhammad Hatta yang merupakan Bapak Ekonomi dan
Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Sistem ini sangat dielukan pada masa krisis
moneter 1998 karena dianggap berhasil menyelamatkan UMKM dari kemiskinan.
Pengertian Sistem Ekonomi
Kerakyatan
Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang
pelaksanaannya berdasarkan pada kepentingan dan kemakmuran rakyat. Sebagaimana
yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 33, bahwa sistem ekonomi kerakyatan adalah
suatu sistem untuk mewujudkan kedaulatan masyarakat di bidang ekonomi. Hal ini
diperkuat dengan ayat 3 yang berbunyi; ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan guna
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Oleh karena itu, semua cabang produksi penting harus
dikuasai Negara. Jika tidak, tampuk produksi akan jatuh ke tangan seseorang
yang berkuasa dan akan banyak rakyat yang ditindas.
Sedangkan menurut International Labour Organization
(ILO), sistem ekonomi kerakyatan adalah sebuah sistem ekonomi tradisional yang
dilakukan oleh masyarakat lokal (pelaku ekonomi sederhana seperti pedagang
kecil dan UMKM) untuk mempertahankan hidupnya.
Dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi kerakyatan adalah
suatu sistem perekonomian yang berlandas pada ekonomi rakyat sebagai
kekuatannya. Sedangkan ekonomi rakyat merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat dengan mengelola berbagai sumber daya ekonomi secara
swadaya. Ditandai dengan adanya usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) pada tiga
sektor, yakni primer, sekunder, dan tersier.
Contoh UMKM pada sektor primer adalah pertanian,
perikanan, dan peternakan. Pada sektor sekunder yaitu pengolahan pascapanen,
usaha kerajinan tangan, dan industri makanan. Sedangkan pada sektor tersier
yaitu kegiatan perdagangan dan jasa yang memenuhi kebutuhan dasar.
Sifat-Sifat Sistem Ekonomi
Kerakyatan
Dengan tujuannya, sistem ekonomi kerakyatan menjamin
untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera. Karenanya ekonomi ini memiliki sifat
terbuka, berkelanjutan, dan mandiri. Penjelasannya sebagai berikut;
1.
Terbuka . Ekonomi
tersebut harus memastikan bahwa seluruh masyarakat dari lapisan manapun dapat
menjalankan usaha dan mempunyai akses terhadap sumber yang tersedia.
2.
Berkelanjutan. Yaitu
semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat dapat terus berjalan
tanpa mengorbankan masa depan dan masyarakat itu sendiri dalam skala yang luas.
3.
Mandiri. Yaitu
masyarakat dapat melakukan kegiatan ekonomi dengan mengelola dan memanfaatkan
sumber daya lokal yang ada untuk mencukupi kebutuhan sesamanya juga.
Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem ekonomi ini berupaya membangun ekonomi dengan
dasar kemanusiaan. Karenanya, monopoli, persaingan bebas, dan segala bentuk
penindasan dapat dihindarkan. Dengan tujuan utama yaitu terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, maka harus dicapai dengan meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia, yaitu masyarakat itu sendiri, dalam mengatur
kegiatan ekonominya.
Sasaran Pokok Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sasaran ekonomi yang ingin diraih dalam penerapan sistem
ekonomi tersebut adalah
1.
Adanya kesempatan
dan lapangan kerja serta penghidupan yang layak bagi masayarakat
2.
Terselenggaranya
jaminan sosial bagi masyarakat yang memerlukan, khusunya anak terlantar dan
fakir miskin
3.
Meratanya
distribusi kepemilikan modal secara material di masyarakat
4.
Terselenggaranya
pendidikan nasional bagi seluruh anak dengan cuma-Cuma
5.
Terjaminnya
kebebasan masyarakat dalam membuat berbagai serikat ekonomi dan atau menjadi
anggotanya
6.
Prinsip Sistem
Ekonomi Kerakyatan
Prinsip pelaksanaan ekonomi ini di Indonesia berlandaskan
pada UUD 1945 :
1.
Pasal 33 ayat 1 –
3, menyatakan bahwa prinsip perekonomian Indonesia disusun berdasar asas
kekeluargaan, penguasaan cabang produksi penting oleh negara, serta penggunaan
kekayaan alam sebaik-baiknya guna kesejahteraan rakyat
2.
Pasal 27 ayat 2,
mengenai hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak
3.
Pasal 34, yakni
peran pemerintah bertanggungjawab merawat fakir miskin dan anak terlantar
Ciri-ciri Sistem Ekonomi
Kerakyatan
Sistem ekonomi tersebut memiliki karakteristik yang unik.
Berikut beberapa cirinya :
1.
Mekanisme pasar
berkeadilan dilakukan dengan persaingan yang sehat
2.
Memprioritaskan
kepentingan sosial, kualitas hidup, nilai keadilan, dan pertumbuhan ekonomi
3.
Dapat menciptakan
proses pembangunan yang berkelanjutan dengan berwawasan lingkungan
4.
Masyarakat memiliki
kesempatan yang sama untuk bekerja atau membuka usaha demi kesejahteraannya
5.
Hak sebagai
konsumen terlindungi dan seluruh lapisan masyarakat diperlakukan dengan adil
6.
Peran Negara dalam
Sistem Ekonomi Kerakyatan di Indonesia
7.
Sebagaimana tertera
dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2, pasal 33, dan pasal 34 mengenai peran Negara
dalam sistem ekonomi kerakyatan adalah :
a.
Melakukan
pertumbuhan dan pengembangan koperasi
b.
Melakukan
pengembangan dan pemeliharaan BUMN
c.
Memastikan
pemanfaatan bumi, air, dan sumber daya alam di bumi Indonesia akan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
d.
Memberikan hak
kepada setiap warga negara Indonesia atas penghidupan dan pekerjaan yang layak
e.
Memelihara anak
terlantar dan fakir miskin
f.
Terdapat juga
hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh Negara dalam sistem perekonomian ini,
adalah :
1)
Melakukan
pengelolaan anggaran untuk kesejahteraan rakyat, menerapkan pajak yang
progresif, dan memberi subsidi
2)
Menjaga stabilitas
keuangan Negara
3)
Kelebihan dan
Kekurangan pada Sistem Ekonomi Kerakyatan
4)
Dalam penerapan
sistem ekonomi kerakyatan di Indonesia, tentu terdapat kelebihan dari sistem
ini, yaitu :
a)
Perlakuan hukum
yang adil bagi rakyat miskin dalam soal ekonomi, sehingga dapat mempersempit
kesenjangan sosial
b)
Memungkinkan pemerintah
untuk lebih memperhatikan rakyat kecil melalui program-program nyata
c)
Dapat digunakan
sebagai kendaraan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
d)
Dapat menstimulus
kegiatan ekonomi rakyat kecil untuk lebih produktif dan dapat melahirkan usaha
baru
e)
Pengelolaan pada
transaksi proses produksi, distribusi, dan konsumsi dapat dilakukan dengan baik
f)
Sedangkan untuk
kekurangan atau kelemahan dari sistem ekonomi kerakyatan dapat dipicu karena
beberapa hal. Berikut hal-hal yang harus dihindari dalam ekonomi kerakyatan antara
lain :
Ø Adanya tindakan bagi-bagi uang untuk rakyat. Hal ini akan
memicu ketidakmandirian pada masyarakat.
Ø Hal ini juga memicu ketergantungan daya saing pada
koperasi dan UMKM dalam mekanisme pasar tertentu
Ø Tidak adanya pemahaman bagi rakyat akan investasi membuat
kemiskinan berlangsung lama dan status ekonomi menjadi berputar sangat lambat
Ø Tidak optimalnya dukungan pemerintah atas peran
pentingnya, membuat pemerintah menjadi tidak dominan
Ø Melonggarkan pengawasan akan sangat rawan terjadinya
korupsi, karena sistem ini seharusnya dilakukan dengan pengawasan yang sangat
ketat
Ø Penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan di Indonesia
Ø Sistem ekonomi kerakyatan sangat sejalan dengan
Indonesia, juga sesuai dengan kebijakan perekonomian nasional Indonesia.
Meskipun Indonesia termasuk tertinggal dari beberapa negara yang lebih dulu
menerapkan sistem ini, namun terdapat sejumlah bukti nyata dari adanya sistem
ekonomi kerakyatan di Negara ini.
Terwujudnya koperasi YANG BENER
Berdasar pada UUD 1945 pasal 33 ayat 1 mengenai usaha
bersama atas dasar kekeluargaan, koperasi menjadi contoh nyata usaha yang
berdasar asas kekeluargaan dari adanya penerapan sistem ekonomi kerakyatan di
Indonesia. Yang mana koperasi masih ada di era digitalisasi sekarang ini.
Bahkan koperasi mulai masuk ke desa-desa pelosok nusantara.
Hal ini mampu membantu pertumbuhan perekonomian dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik di kota maupun desa. Sehingga
masyarakat mampu bertahan ketika melemahnya perekonomian nasional.
Banyaknya UMKM
UMKM menjadi bukti selanjutnya dari adanya penerapan
sistem ekonomi kerakyatan di Indonesia. Yang mana UMKM menjadi motor penggerak
ekonomi Negara dengan menjadi komoditas unggulan nusantara melalui hasil
kerajinannya.
Dari modal usaha yang kecil kemudian bertahan dan
berkembang menjadi usaha menengah dan besar, omset UMKM melonjak setiap
bulannya. Hal ini menjadi salah satu ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi
dalam mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Negara. Cita-cita ekonomi nasional
yang berdasarkan ekonomi kerakyatan mengutamakan kesejahteraan bagi masyarakat
Indonesia dapat diwujudkan dengan adanya UMKM ini.
PENJELASAN PASAL 33 Undang Undang Dasar 1945
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan dasar
perekonomian
Indonesia, di dalamnya mengandung prinsip paham
kebersamaan dan asas
kekeluargaan. Oleh karena itu dalam pembangunan hukum
ekonomi Indonesia
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 sifatnya memaksa,
sehingga dalam
perundang-undangan bidang ekonomi dinyatakan bahwa
mengutamakan
kemakmuran masyarakat banyak, bukan kemakmuran
orang-seorang.
Kata kuncinya paham kebersamaan, asas kekeluargaan, masyarakat,
individu.
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan pesan moral
dan pesan
budaya dalam konstitusi Republik Indonesia di bidang
kehidupan ekonomi. Pasal
ini bukan sekedar memberikan petunjuk tentang susunan
perekonomian dan
wewenang negara mengatur kegiatan perekonomian, melainkan
mencerminkan
cita-cita, suatu keyakinan yang dipegang teguh serta
diperjuangkan secara
konsisten oleh para pimpinan pemerintahan.1 Pesan
konstitusional tersebut
tampak jelas, bahwa yang dituju adalah suatu sistem
ekonomi tertentu, yang
bukan ekonomi kapitalistik (berdasar paham
individualisme), namun suatu sistem
ekonomi berdasar kebersamaan dan berdasar atas asas
kekeluargaan.2
Mengenai asas kekeluargaan ini Sofian Effendi
mengemukakan sebagai
berikut:
“...bahwa semangat kekeluargaan yang menjadi landasan
filosofis dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 selanjutnya
diterjemahkan dalam
setiap pasal Undang Undang Dasar 1945. Semangat
kekeluargaan merupakan
corak budaya bangsa Indonesia, oleh karena itu sikap,
pemikiran, perilaku
dan tanggungjawab seorang warga bangsa kepada
kolektivitasnya berada
di atas kepentingan individu...”.
Kemudian dikemukakan pula bahwa “…yang sangat penting
dalam
pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah semangat
para
penyelenggara negara, semangat para pemimpin
pemerintahan. Meskipun
dibuat Undang Undang Dasar yang menurut kata-katanya
bersifat
kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara Negara,
para pemimpin
pemerintahan itu adalah bersifat perseorangan, Undang
Undang Dasar
itu pasti tidak ada gunanya dalam praktik ...”.3
Para pemimpin Indonesia yang menyusun Undang Undang Dasar
1945
mempunyai kepercayaan, bahwa cita-cita keadilan sosial
dalam bidang ekonomi
dapat mencapai kemakmuran yang merata, yaitu keadilan
sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu dibentuklah dalam
Undang Undang Dasar
1945, Pasal 33 yang berada dalam Bab XIV dengan judul
“Kesejahteraan
Sosial“. Maksudnya, Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945
adalah suatu sistem ekonomi yang pada cita-citanya bertujuan mencapai
kesejahteraan
sosial. Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 itu adalah
sendi utama bagi
politik perekonomian dan politik sosial Republik
Indonesia.
Pasal 33 ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 menegaskan,
bahwa
“...Perekonomian di susun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas
asas kekeluargaan...”. Usaha bersama adalah suatu mutualism dan
asas kekeluargan adalah brotherhood. Dalam konteks moralitas dan
tuntunan agama mutualism
adalah ber-jemaah dan brotherhood atau
asas kekeluargaan adalah ber-ukhuwah.4 Itulah
sebabnya, maka sesuai
paham kolektivisme/komunitarianisme yang berdasar mutualism dan
brotherhood ini, kepentingan masyarakat (societal-interest) ditempatkan
sebagai utama. Mengingat makna demokrasi ekonomi adalah
pengutamaan
“...kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran
orang-seorang...”, maka
kemakmuran masyarakat dan kedudukan rakyat ditempatkan
dalam posisi
“sentral-substansial”, dan tidak boleh direduksi menjadi
posisi “marginalresidual”.
Untuk menjamin posisi rakyat yang sentral-substansial dan
kemakmuran
rakyat yang diutamakan itu, maka disusunlah ayat (2)
Pasal 33 Undang
Undang Dasar 1945, bahwa:
“…Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara…”. Kalau
tidak demikian
(sesuai naskah asli Penjelasan Undang Undang Dasar 1945),
maka
tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang
berkuasa, dan
rakyat yang banyak ditindasinya. Selanjutnya ditegaskan,
bahwa hanya
perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak
boleh ada
di tangan orang-seorang...”.( Penjelasan ini tidak
diketemukan lagi dalam
Undang Undang Dasar 1945 hasil Amandemen tahun 2002
karena telah
dihapuskan.)
Mengenai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
yang akhirakhir
ini menggunakan istilah sektor-sektor
strategis/cabang-cabang ekonomi
yang strategis, yang memiliki makna berbeda dengan di
negara-negara lain,
misalkan Malaysia. Minyak adalah suatu cabang produksi
yang strategis,
sehingga tidak diperbolehkan adanya kepemilikan terhadap
cabang produksi minyak ini oleh swasta. Namun di Indonesia sebagaimana pada
Sidang
Mahkamah Konstitusi tanggal 29 April 2010 menegaskan
bahwa “yang
penting bagi negara tidak saja yang strategis tetapi juga
yang menguasai
hajat hidup orang banyak”. Selanjutnya dalam testimoni
itu dikatakan paham
neoliberalisme telah mendistorsi makna penting bagi
negara, sehingga
ketenagalistrikan pun akan diswastanisasi.5 Berdasarkan
hal tersebut di atas,
maka sangat tepat dan penting untuk membahas makna Pasal
33 UUD
1945 dalam pembangunan hukum ekonomi di Indonesia, sebab
pada era
globalisasi pembangunan ekonomi akan berimbas pada
pembangunan hukum,
khususnya di bidang pembangunan hukum ekonomi.
Sejak Indonesia Merdeka dan menetapkan Undang Undang
Dasar 1945
telah dengan tegas digariskan kebijakan nasional untuk
melakukan “transformasi
ekonomi dan transformasi sosial”. Mengenai transformasi
ekonomi adalah
mengubah sistem ekonomi kolonial yang subordinasi menjadi
sistem ekonomi
nasional yang demokratis. Sistem ekonomi kolonial adalah
sistem ekonomi
yang didasarkan paham individualisme atau asas
perorangan, mengikuti
ketentuan Wetboek
van Koophandel (WvK/KUHD).
Sistem ekonomi nasional
adalah sistem ekonomi berdasarkan paham demokrasi ekonomi
Pasal 33
Undang Undang Dasar 1945. Transformasi sosial adalah
mengubah pola
hubungan ekonomi subordinasi, seperti tuan-hamba,
juragan-buruh (sebagaimana
berlaku pada zaman VOC/Vereenigde Oostindische Compagnie, pasca VOC,
Brother hood dan pasca Brother
hood) perlu diubah menjadi hubungan
ekonomi yang demokratis, yaitu pola hubungan ekonomi yang
parsipatori
dan emansipatori.
Untuk menghindari kemungkinan terjadinya chaos dalam pelaksanaan
transformasi ekonomi, para pendiri Republik dengan sangat
bijaksana dan
hati-hati dalam menetapkan Undang Undang Dasar 1945. Oleh
karenanya
tepat sekali penegasan Pasal II Aturan Peralihan Undang
Undang Dasar
1945, yang berbunyi: “...bahwa segala badan Negara dan
peraturan yang ada
masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut UndangUndang Dasar ini...”.6 Berdasarkan ketentuan tersebut, maksudnya
adalah
sebelum diadakan peraturan yang baru, tetap berlaku
ketentuan perundangundangan
lama (kolonial Belanda dan Jepang). Berlakulah“dualisme”
di dalam
sistem ekonomi nasional. Sistem pertama secara imperatif dan permanen
berdasarkan paham demokrasi ekonomi sesuai Pasal 33
Undang Undang Dasar
1945 (yaitu paham ekonomi berdasar “kebersamaan dan asas
kekeluargaan”
atau (mutualism dan
brotherhood); sistem kedua secara temporer (masih)
berdasar paham individualisme atau “asas perorangan”
mengikuti ketentuan
Wetboek van Straftrecht (KUHP), Burgerlijke
Wetboek (KUHPerdata), Wetboek
van Koophandel (KUHD) dan lain-lain Ordonansi sesuai Aturan Peralihan
Pasal II Undang Undang Dasar 1945.
Pemberlakuan ketentuan kolonial seperti Wetboek van Koophandel yang
berdasarkan paham individualisme atau asas perorangan,
oleh para pemikir
aliran strukturalis dipandang bahwa Pasal 33 Undang
Undang Dasar 1945
dasarnya adalah strukturalisme (yang tidak menghendaki
ketimpangan struktural).
Paham strukturalisme, baik strukturalisme awal maupun
neo-strukturalisme, yaitu
suatu paham yang menolak ketimpangan-ketimpangan
struktural sebagai sumber
ketidakadilan sosial ekonomi. Kaum strukturalis
menempatkan ilmu ekonomi
pada peran normatifnya, dalam rangka perwujudan keadilan
dan kesetaraan
sosial ekonomi. Strukturalisme cenderung menolak
mekanisme pasar-bebas,
karena pasar-bebas secara inheren tak mampu mengatasi ketidak-adilan sosial
ekonomi.7 Aliran strukturalis adalah kelompok yang sangat
gencar melakukan
kritik terhadap ekonomi pasar-bebas. Aliran ini muncul
untuk merespon
gagasan-gagasan ECLAC (Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika
Latin). Oleh
sebab itu kaum strukturalis banyak menggelar tuntutan
transformasi ekonomi
dan transformasi sosial yang harus dianggap inheren dalam pembangunan
nasional.8 Budiono menyatakan perlunya terselenggara
kemandirian ekonomi
dengan cara merestrukturisasi perekonomian Indonesia
yaitu dengan mengubah
Indonesia dari posisi export economie di masa kolonial, yang menempatkan
Hindia Belanda sebagai onderneming besar dan penyediaan buruh murah dengan cara-cara
eksploitatif, menjadi perekonomian yang mengutamakan
peningkatan tenaga beli rakyat dan menghidupkan tenaga
produktif rakyat
berdasar kebersamaan, yang artinya sama sejahtera.
Mengingat berlakunya sistem ekonomi kolonial yang
berdasarkan pada
asas perorangan atau paham individualisme, sebagai
konsekuensi dari
ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang Undang Dasar
1945, maka di
dalam menyusun sistem ekonomi nasional, “asas perorangan”
atau paham
individualisme (yang menjadi dasar liberalisme dan
hidupnya kapitalisme)
seharusnyalah bersifat temporer, bukan permanen.
Berkaitan dengan tugas transformasi ekonomi ini, maka
negara secara
imperatif harus memiliki komitmen tegas untuk menyusun
perekonomian
(termasuk kultur ekonomi dan bisnis) ke arah paham
ekonomi yang berdasar
pada paham “usaha bersama dan asas kekeluargaaan”,
kemudian menanggalkan
sistem ekonomi kolonial ekonomi yang berdasar pada “asas
perorangan” atau
paham individualisme. Namun kenyataannya hampir sebagian
besar produk
perundang-undangan yang ditetapkan, terutama pada masa
awal Orde Baru,
berkaitan dengan perubahan kebijakan ekonomi ini tidak
sejalan dengan
konstitusi. Hal tersebut terlihat di dalam peraturan
perundang-undangan
sejak tahun 1967 yaitu terbentuknya Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing. Pembentukan undang-undang
tersebut
seharusnya merujuk Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945
sebagai ketentuan
dasar demokrasi ekonomi, baik dalam rangka pendirian,
penyertaan modal
ataupun pengalihan bentuk perusahaan. Pada kenyataannya
tidak dimaksudkan
untuk melaksanakan kedaulatan rakyat di bidang ekonomi
melainkan lebih
mengutamakan kepada kepentingan individu ataupun
kelompok.
Dalam rangka mempertajam pembahasan mengenai makna Pasal
33
UUD 45, perlu kiranya mengemukakan pandangan yang
menjelaskan bahwa
Sistem ekonomi di Indonesia sejak kemerdekaan, yang sudah
67 tahun
umurnya, praktis sama saja dengan bangsa Indonesia selama
sekian abad
berada di bawah penjajahan asing. Sistem ekonomi yang
berkembang saat
ini masih bersifat liberalistik/kapitalistik/pasar-bebas.
Padahal secara tegas telah dikemukakan dalam Pasal 33 ayat (1), ayat (2), ayat
(3) dan ayat
(4) UUD 1945; dilengkapi dengan lagi dengan Pasal 34 ayat
(1) UUD 1945,
dengan penjelasan sebagai berikut:
Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “...Perekonomian
di susun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan...”. Pasal 33 ayat
(2) UUD 1945 menyatakan: “...Cabang-cabang produksi yang
penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara...”.
Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyatakan: “... Bumi dan air
dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat...”. Sedangkan
Pasal 33 ayat (4) UUD
1945 menjelaskan bahwa: “...Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efesiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional...”.
Oleh karena itu
Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 secara imperatif
menjadi dasar dalam
pembangunan hukum ekonomi di Indonesia.
Menunjuk latar belakang tersebut di atas, maka
permasalahan dapat
diidentifikasikan dan dirumuskan yang menyangkut persoalan
tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya memaknai pemahaman terhadap
konsep Pasal 33
Undang Undang Dasar 1945?
2. Bagaimana pembangunan hukum ekonomi Indonesia
sebagaimana yang
diamanat kan oleh ketentuan Pasal 33 UUD 1945?
Mengenai metode penelitian yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif,
yaitu suatu
penelitian yang mengkaji “law as it is written in the books”, yang bertolak
pada pandangan bahwa hukum adalah norma-norma positif yang
terdapat di
dalam sistem perundang-undangan yang berkaitan dengan
bidang perekonomian.
Penelitian ini juga merupakan penelitian hukum doktrinal
adalah suatu penelitian
atas hukum yang dikonsepsikan dan dikembangkan atas dasar
doktrin yang
dianut dan dikembangkannya, sehingga penelitian ini
merupakan pendekatan preskriptif, maksudnya adalah suatu penelitian dengan
melihat bagaimana
seharusnya menurut ketentuan normatif.9 Menjelaskan lebih
lanjut bahwa
penelitian doktrinal ini lazim disebut penelitian yang
normatif. Penelitian ini
juga merupakan penelitian yang mengkaji tentang “law as it is judge made
law” karena penelitian ini mengkaji bahan hukum primer berupa keputusan
hakim Mahkamah Konstitusi.
Penelitian ini pun penelitian terhadap asas-asa hukum,
yaitu mengkaji dan
menganilis berbagai peraturan perundang-undangan di
bidang perekonomian
dari kemungkinan asas-asas hukum tersebut terdapat
ketidakharmonisan,
ketidaksinkronan atau bahkan bertentangan dengan
konstitusi. Penelitian
asas-asas hukum bertittik tolak dari bidang hukum
tertulis, dengan cara
mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap
kaidah-kaidah hukum yang
telah dirumuskan di dalam perundang-undangan.
PENAFSIRAN PASAL 33 UUD 1945 DALAM MEMBANGUN PEREKONOMIAN DI INDONESIA
Setiap peraturan perundang-undangan bersifat abstrak dan
pasif. Abstrak
karena sifatnya umum, dan pasif karena tidak menimbulkan
akibat hukum. Kalau
tidak terjadi peristiwa konkrit. Peraturan yang bersifat
abstrak itu memerlukan
rangsangan agar dapat aktif. Oleh karena itu, setiap
peraturan perundang-undangan
perlu ditafsirkan terlebih dahulu sehingga dapat
diterapkan. Dalam Pasal 33 UUD
1945 merupakan dasar peraturan perekonomian di Indonesia,
sehingga Pasal
tersebut sangat penting bagi pembentukan peraturan-peraturan
yang ada
dibawahnya. Pemahaman terhadap Pasal 33 UUD 1945 tersebut
perlu di tafsirkan,
sehingga niat dari pembentukan Peraturan tentang
perekonomian dapat berjalan
sesuai dengan apa yang diinginkan dalam Pasal 33 UUD
1945.
Kata Kuncinya Penafsiran, UUD 1945, konstitusi.
Pada akhir rapat BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 telah
membentuk tiga
panitia yaitu; Panitia Perancang UUD (diketuai Soekarno),
Panitia keuangan
dan Perekonomian (diketuai oleh Mohammad Hatta) dan
panitia Pembelaan Tahah Air (diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso).1 Dari hasil
rumusan
Rapat Panitia Perancang UUD tanggal 11 dan 13 Juli 1945,
materi yang
terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945, termuat dalam Pasal
32 rancangan
UUD. Bunyi Pasal 32 rancangan UUD tersebut secara
keseluruhan sama
dengan bunyi Pasal 33 UUD 1945 dengan sedikit perbedaan
pada ayat (2)
rancangan UUD berbunyi “cabang-cabang produksi yang
penting dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
pemerintah.2
Undang-Undang Dasar 1945 disamping mengatur tata kenegaraan
juga mengatur tata kehidupan sosial, ekonomi dan
kebudayaan seperti
termuat dalam Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34.
Hal ini yang
membedakan konstitusi Republik Indonesia dengan tradisi
penulisan
konstitusi di negara-negara Eropa Barat dan Amerika yang
lazimnya
memuat materi-materi konstitusi yang hanya bersifat
politik. Tradisi yang
dianut Indonesia, sejauh menyangkut corak muatan yang
diatur, nampak
dipengaruhi oleh corak penulisan konstitusi yang lazim
ditemui pada
negara-negara sosialis seperti negara-negara di Eropa
Timur.3
Adanya perbedaan dalam susunan materi konstitusi yang
digunakan
oleh negara-negara di dunia menjadikan bentuk konstitusi
dapat dibedakan
dalam dua kelompok. Kelompok pertama disebut konstitusi
politik (political
constitution) seperti dalam konstitusi negara Perancis, Amerika
Serikat,
Kanada, Belanda, Belgia, Austia, Swiss, Siprus, Yunani,
Denmark,
Finlandia, Islandia, Irlandia, Luxemburg, Monaco, dan
Liechtenstein.
Sedangkan kelompok kedua terlihat dalam konstitusi negara
Rusia,
Bulgaria, Cekoslowakia, Albania, Italia, Belarusia, Iran,
Suriah, Hongaria, dan Indonesia yang dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi (economic
constitution) dan bahkan konstitusi sosial (sosial constitution).4
Corak Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi ekonomi
terlihat pada materi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945,
yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas azas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat.
Dalam perkembangannya, setelah amandemen Undang Undang
Dasar
1945 keempat pada tanggal 10 Agustus 2002, Pasal ini
ditambah dengan
memasukkan 2 (dua) ayat baru, yaitu:
(4) perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas
demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.
(5) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini
diatur dalam
undang-undang
Penambahan dua ayat dalam pasal ini merupakan upaya untuk
mengakomodasi ketentuan dalam Penjelasan Undang-Undang
Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dihapus, yaitu
mengenai
demokrasi ekonomi. Bila dilihat kembali materi yang
diatur dalam
Penjelasan Pasal 33 disebutkan bahwa:
"dalam
pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi
dikerjakan oleh semua, untuk
semua dibawah pimpinan atau pemilikan
anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakat-lah yang
diutamakan, bukan kemakmuran
orang seorang". Selanjutnya dikatakan bahwa "Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung dalam bumi
adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat."5
Dalam pasal ini jelas sekali peranan negara dalam
mengatur
perekonomian besar sekali.6 Sehingga, sebenarnya secara
tegas Pasal 33
Undang Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya, melarang
adanya
penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang.
Dengan kata lain
monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang
pengelolaan
sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal
33.7
Dalam perubahan Pasal 33 UUD 1945 terdepat beberapa hal
yang
menimbulkan pro dan kontra, ahli ekonomi menilai bahwa
pasal itu dinilai
tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pertama,
perekonomian tidak dapat lagi hanya berdasarkan asas
kekeluargaan, karena
di dunia bisnis modern ini tidak dapat dihindarkan sistem
pemilikan
pribadi sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi
oleh undang-undang
dasar.8
Kedua, cabang-cabang –cabang produksi yang penting dan
menguasai
hajat hidup orang banyak memang harus dikuasai oleh
negara, tetapi
pengertian dikuasai tersebut tidak dimaksudkan untuk
dimiliki. Ketiga,
pengertian “dikuasai negara” harus dipahami tidak identik
dengan “dimiliki
oleh negara”. Bahkan, dikatakan bahwa pengertian
penguasaan oleh negara dan menyelenggarakan penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber
daya alam serta mengatur hubungan hukumnya.
Kesimpulan :
Jadi sistem ekonomi kerakyatan yang diterapkan di
Indonesia.
Banyak manfaat dari penerapannya bagi masyarakat, namun
juga rawan korupsi bila pengawasannya longgar.
Untuk itu, perlu mempelajari lebih lanjut mengenai sistem
ekonomi dalam
ketentuan Pasal 33 Ayat (2) dan (3) tersebut diatas bukan
dimaksudkan
harus diwujudkan melalui pemilikan oleh negara.
Hampir
semua ekonom mempunyai pandangan yang demikian dan
menganggap
bahwa gagasan kaum idealis yang menafsirkan ketentuanketentuan
konstitusional
diatas dengan paradigma berpikir The
Founding
Leaders Bung karno, Bung Hatta dan kawan-kawan
sudah tidak sesuai lagi
dengan
perkembangan kebutuhan yang nyata dewasa ini. Lebih-lebih
dikalangan
para ekonomi generasi lebih muda dari Prof. Mubyarto dan
kawan-kawan
sangat sedikit yang berpikir alternatif atau berbeda dari arus
umum
pemikiran dibidang ekonomi yang berkembang dewasa ini.10
Jiwa
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun
1945 berlandaskan semangat sosial, yang menempatkan penguasaan
barang
untuk kepentingan publik (seperti sumber daya alam) pada negara.
Pengaturan
ini berdasarkan anggapan bahwa pemerintah adalah pemegang
mandat
untuk melaksanakan kehidupan kenegaraan di Indonesia.
Untuk
itu, pemegang mandat ini seharusnya punya legitimasi yang sah dan ada yang mengontrol
kebijakan yang dibuatnya dan dilakukannya, sehingga dapat
tercipta
peraturan perundang-undangan penjabaran Pasal 33 Undang-
Undang
Dasar 1945 yang sesuai dengan semangat demokrasi ekonomi.
Tetapi,
permasalahan yang sering kali muncul menyangkut Pasal 33
Undang-Undang
Dasar 1945, yang perlu mendapat perhatian, ialah tentang
aturan
pelaksanaannya yang lahir dalam bentuk undang-undang, yaitu
tentang
bagaimana peranan negara dalam penguasaan sumber daya alam
(ekonomi)
yang ada.
Hak negara dalam menguasai sumber daya alam dijabarkan lebih jauh dalam beberapa undang-undang yang mengatur sektorsektor khusus yang memberi kewenangan luas bagi negara untuk mengatur dan menyelenggarakan penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta mengatur hubungan hukumnya.
By, POINT Consultant