MEDIA INDEPENDEN, MEDIA YANG DIDANAI AMERIKA
Opini berita informasi :
Tulisan ini ditujukan untuk segelintir wartawan Indonesia yang selama ini angkat dagu, menyebut diri sebagai jurnalis dari “media independen”, jurnalis anti amplop dan selalu kritis kepada kekuasaan. Mereka setiap saat mengkritisi pemerintah dan presiden - kritis dan ceriwis.
Sekarang kedok kalian terbongkar!
Kalian nampak independen di sini, di negeri kalian sendiri. Tapi gaji, kesejahteraan dan independensi kalian didapat dari negeri asing, yang menginginkan agar arah pembangunan dan perkembangan di negeri kita mengikuti kehendak mereka. Negeri pemberi donasi.
Laporan terbaru dari Reporters Without Borders (RSF) di Paris mengungkap bahwa USAID telah mendanai 6.200 jurnalis, 707 media independen, serta 279 LSM yang berfokus pada media di lebih dari 30 negara sepanjang tahun 2023. Sebagian dari uang pembayar pajak di AS disalurkan untuk media yang mereka sebut “Independen” .
Konon, pendanaan ini bertujuan untuk memperkuat “kebebasan pers” dan mendukung media yang beroperasi dalam kondisi represif. Bagaimana praktik di lapangan dan hasilnya ?
Mereka menyuarakan demokrasi, kebebasan berpendapat, kesetaraan gender, transparansi anggaran, menelisik kasus kasus korupsi, yang pada ujungnya mengkritisi pemerintah mana saja yang melawan Amerika Serikat. Termasuk di Indonesia. Mereka meneriakkan kebebasan berpendapat sesuai kehendak Amerika
Lalu, di mana independennya? Bahkan di Amerika sendiri, sebutan “media independen” telah menjadi olok olok warga setelah USAID dibekukan. “Media independen adalah media yang dibiayai Amerika dan mengikuti agenda Amerika - khususnya Amerika versi Partai Demokrat” - begitu seorang warga AS berceloteh di X/Twitter.
Itu sebabnya pendukung Partai Republik girang ketika Trump menutup USAID. “Anda telah dibohongi. Dimiliki oleh Deep State, didanai dengan uang pajak curian dan dijadikan senjata untuk menyerang musuh politik dan rakyat” tulis akun @RoseRenner50 di X/Twitter, pada 8 Februari lalu.
Dan Gedung Putih langsung membatalkan kontrak dengan Politico, yang bernilai U$D 8 juta (setara Rp. 130,2 miliar) hanya untuk “outlet independen” . Terekspos, ada 230 transaksi dari USAID untuk Politico saja. Politico adalah portal berita, jurnal politik yang beredar di Amerika dan Eropa yang didanai pemerintah (Demokrat) untuk kepentingan Amerika.
USAID memberikan dana sebesar $472,6 juta melalui LSM rahasia yang dibiayai pemerintah AS, "Internews Network", yang telah “bekerja dengan” 4.291 media. Pada tahun 2023, mereka menghasilkan 4,799 jam siaran yang menjangkau hingga 778 juta orang & “melatih” lebih dari 9,000 jurnalis. Tak lain tak bukan, kontennya demi propaganda pemerintah.
Penasihat dekat Presiden AS Donald Trump, Elon Musk, Senin mengumumkan bahwa lembaga kemanusiaan raksasa itu akan ditutup sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran pemerintah.
Dampaknya, USAID mencutikan stafnya di Amerika Serikat dan di seluruh dunia dan Departemen Luar Negeri AS mengambil alih fungsi USAID.
Dan setelah kegiatan USAID dibekukan, media independen itu, langsung pingsan. Colaps .
JURU BICARA Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam briefing mingguan menyambut baik keputusan pemerintah AS yang baru untuk menutup USAID sebagai lembaga independen, dan menyebut badan kemanusiaan tersebut sebagai “mesin untuk campur tangan” dalam urusan global.
“Satu-satunya hal yang membuat kami merasa puas adalah bahwa semua yang kami katakan ternyata benar,” kata Maria Zakharova seraya mengulang kritik lama Moskow terhadap lembaga tersebut.
Rusia mengusir USAID pada tahun 2012 karena "ikut campur" dalam politiknya. Badan tersebut dan pihak lain telah lama dituduh memicu pemberontakan pro-demokrasi di negara-negara bekas Soviet. “Ini bukan lembaga bantuan, pembangunan dan bantuan,” kata Zakharova. “Ini adalah mesin untuk campur tangan dalam urusan dalam negeri, ini adalah mekanisme untuk mengubah rezim, tatanan politik, struktur negara.”
Lembaga bantuan sosial yang dibentuk 1961 itu, mengelola anggaran U$D 42,8 miliar setara dengan Rp. 704 triliun untuk berbagai bantuan yang disebut ke seluruh dunia. Utamanya ke negara negara miskin. Namun bantuan itu berubah menjadi sumber kekuatan lunak (soft power) yang penting bagi Amerika Serikat dalam perjuangannya untuk mendapatkan pengaruh terhadap saingannya termasuk China. Hal ini telah lama dikecam oleh para pemimpin yang menolak tekanan Amerika.
MERUJUK pada ilmu jurnalisme, media independen adalah media yang memiliki kebebasan dan menyuarakan beritanya, di mana jajaran redaksinya bekerja dengan prinsip jurnalistik, tidak tergantung pada pemilik, sponsor dan pemerintah.
Media independen memiliki kode etik yang ketat, digawangi editor profesional yang menyaring semua informasi dengan mekanisme dan akuntabilitas terjaga untuk memastikan mereka tetap berpegang pada prinsip-prinsip jurnalistik yang tinggi.
Media independen berorientasi kepada kepentingan publik dan mampu menjaga kepercayaan publik.
Tapi - itu teorinya!
Pada praktiknya, media bergantung pada pemasang iklan, sponsor artikel, pada kubu partai, pada donatur dan lembaga asing yang menyumbang.
Di Amerika Serikat sendiri nyaris tak ada media independen, kecuali kantor berita yang memang melayani semua media. Sedangkan media arus utama (mainstream) di Amerika sudah berkubu kubu.
Contohnya, CNN (Cable News Network). Jaringan televisi kabel dan platform digital ini memiliki bias liberal dan cenderung mendukung Partai Demokrat, meskipun mereka berusaha untuk menjaga netralitas dalam pemberitaan. Sedangkan Fox News, yang memiliki jaringan televisi kabel dan platform digital sering dianggap memiliki bias konservatif dan mendukung Partai Republik.
Demikian juga MSNBC. Jaringan televisi kabel dan platform digital ini dikenal karena pandangan liberalnya dan sering kali mendukung kebijakan dan tokoh Partai Demokrat. Sedangkan The Wall Street Journal (WSJ) sering kali mencerminkan pandangan konservatif dan mendukung kebijakan Partai Republik.
KEPUTUSAN Presiden AS Donald Trump untuk membekukan miliaran dolar dana bantuan global - termasuk untuk sektor media - kini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian di kalangan organisasi yang terdampak. Beberapa media di Ukraina telah mengumumkan penghentian operasional akibat ketidakpastian pendanaan dan tengah mencari sumber alternatif untuk bertahan.
RSF - Reporters Without Borders - memperingatkan bahwa tanpa dukungan keuangan yang berkelanjutan, media independen dapat bergantung pada sumber pendanaan lain yang mungkin mengancam independensi editorial mereka.
Melansir dari Anadolu Agency, Jumat 7 Februari 2025, USAID mengalokasikan dana sebesar USD268,4 juta dalam anggaran bantuan luar negeri AS tahun 2025 untuk memastikan aliran informasi yang bebas dan memperkuat media independen. Informasi ini sebelumnya dipublikasikan dalam sebuah lembar fakta resmi, namun kini telah dihapus.
Jaringan Jurnalisme Investigasi Global (Global Investigative Journalism Network) juga menyerukan kepada para pejabat terpilih di Amerika Serikat – termasuk di tingkat lokal dan negara bagian – untuk membalikkan tindakan bencana yang menahan dana USAID dari ruang berita investigasi independen, organisasi hak asasi manusia, kesehatan, dan kemanusiaan di seluruh dunia.
Dana ini, kata dewan direksinya, membantu mendukung investigasi jurnalistik terhadap korupsi dan penyimpangan pemerintah, telah memainkan peran penting dalam meminta pertanggungjawaban otokrasi dan oligarki atas aktivitas global mereka yang rakus. Serangan terhadap redaksi-redaksi ini dan pendanaan USAID oleh para otokrat dan oligarki menunjukkan betapa efektifnya redaksi-redaksi tersebut dalam meliput berita-berita mereka.
Masalahnya - di Indonesia khususnya - donasi dari USAID digunakan untuk memata-matai presiden sendiri, menyalurkan sentimen pribadi, mengirim email yang menjadikan presiden kita masuk nominasi finalis tokoh kejahatan terorganisasi dan terkorup 2024 - padahal tak ada bukti. Dan tetap ‘ngeyel’ meski lembaga jurnalis investigasi yang merilisnya - sudah meralat dan mengklarifikasinya.***
Sumber pemberitahuan share from Facebook :
Ditulis ulang oleh POINT Consultant