Penguasa Luar Angkasa
Di bumi sudah sesak. Apalagi soal korupsi, lebih sesak lagi. Siapa tahu di luar angkasa sana tidak ada koruptor. Yok kita bahas penguasaan luar angkasa, semoga para followers saya semakin tambah wawasannya.
Penguasaan luar angkasa itu kayak rebutan lapak jualan di pasar malam, tapi versi galaksi. Awalnya, cuma dua pemain besar: Uni Soviet dan Amerika Serikat. Tahun 1957, Uni Soviet ngegas duluan dengan ngeluncurin Sputnik 1. Kecil, suara "bip-bip" doang, tapi sukses bikin Amerika kelabakan kayak ketahuan nyontek. Sebulan kemudian, Soviet makin jadi-jadi. Mereka kirim Laika, seekor anjing malang yang akhirnya jadi martir pertama di luar angkasa. Laika nggak pernah pulang. Tapi ya, namanya juga eksperimen, kan?
Amerika nggak terima. Tahun 1958, mereka bales dengan Explorer 1. Tapi tetap aja yang pertama nginjek Bulan? Amerika. Tahun 1969, Neil Armstrong mendarat di Bulan dan nancepin bendera kayak lagi ngeklaim tanah kosong. Soviet? Cuma bisa nyengir kecut di pojokan.
Dulu cuma Amerika dan Soviet yang main di luar angkasa. Sekarang? Semua ikut nimbrung. Amerika punya 5.830 satelit (lebih banyak dari jumlah pedagang di Tanah Abang). China nyusul dengan 605 satelit, mungkin sebagian buat ngawasin TikTok. Rusia? 170 satelit. Nggak banyak, tapi cukup buat bikin negara lain waspada. India? Mereka ngirim misi ke Bulan pakai anggaran yang lebih kecil dari biaya produksi film Interstellar. Hasilnya? Sukses. Jadi kalau Hollywood mau bikin film luar angkasa, mungkin bisa nyontek dari India.
Jangan lupakan Elon Musk dan Jeff Bezos. Musk udah kayak tukang ojek luar angkasa, kirim roket bolak-balik kayak antar paket COD. Bezos? Sama aja. Mungkin sebentar lagi bakal ada "Amazon Prime: Lunar Edition" gratis ongkir kalau kiriman di bawah 5 kilogram.
Masa depan luar angkasa? Jangan ditanya. China udah ancang-ancang bikin pangkalan di Bulan tahun 2030. Amerika? Nggak mau kalah. NASA udah nyiapin misi ke Mars. Sebentar lagi bakal ada cluster "Mars Indah Permai" atau "Perumahan Bersubsidi Kawah Olympus." Belum lagi soal asteroid. Ada asteroid yang nilai tambangnya cukup buat nutup utang dunia. Jadi nanti bisa jadi kayak ini, "Asteroid dijual, harga nego, bonus lahan parkir."
Indonesia gimana? Jangan salah. Kita bukan cuma jadi penonton. Tahun 1976, Indonesia meluncurkan Palapa A1, jadi negara berkembang pertama yang punya sistem satelit sendiri. Tahun 2022, kita bikin INASA (Indonesian Space Agency). Namanya keren, tapi satelit kita masih bisa dihitung pakai jari. Tapi nggak apa-apa, kan yang penting mulai. LAPAN-A1 dan LAPAN-A2 udah meluncur. Tinggal tunggu waktu sebelum kita bikin roket sendiri dan nyoba-nyoba ke Mars. Siapa tahu nanti ada warkop di Bulan, jualan kopi dan gorengan.
Kenapa kita harus ikut-ikutan rebutan angkasa? Pertama, soal keamanan. Kalau kita nggak jaga angkasa sendiri, jangan kaget tiba-tiba ada satelit asing ngawasin kita kayak CCTV tetangga. Kedua, penelitian. Angkasa itu penuh misteri. Siapa tahu ketemu alien atau planet baru buat kabur kalau Bumi udah nggak layak huni. Ketiga, ekonomi. Asteroid itu isinya emas, platinum, dan logam langka. Mungkin nanti bakal ada "Tambang Asteroid Sejahtera." Terakhir, soal gengsi. Bayangin bendera Merah Putih berkibar di Mars. Kalau Amerika bisa, kita juga bisa.
Masa depan itu di luar angkasa. Siapa yang duluan ambil jatah, dialah yang pegang kendali. Siap-siap, sebentar lagi mungkin bakal ada anak kecil yang nanya, "Kakek dulu tinggal di Bumi atau Mars?"
#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satuprna Kalbar
Dirilis ulang oleh POINT Consultant