TENTANG
GRATIFIKASI
Gratifikasi
adalah pemberian (Jawa : ceperan) dalam arti luas, yaitu meliputi pemberian
uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman, tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya.
Gratifikasi
merupakan akar timbulnya konflik kepentingan dan berujung pada tindak korupsi
yang dapat merugikan bangsa dan negara. Bahwa gratifikasi merupakan uang hadiah
kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Dalam artian luas,
gratifikasi meliputi pemberian biaya tambahan (fee), uang, barang (bergerak dan
tak bergerak), rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas
lainnya. Tindak pidana korupsi menerima gratifikasi dimuat dalam Pasal 12B UU
No. 20 Tahun 2021.
Menurut
ringkasan IA Gratifikasi adalah pemberian yang diberikan kepada seseorang
karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Gratifikasi dapat berupa uang,
barang, rabat, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas
penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi
dianggap sebagai akar dari korupsi. Gratifikasi dapat menyebabkan konflik
kepentingan dan dianggap sebagai bentuk korupsi jika melanggar tugas dan
kewajiban pegawai.
Gratifikasi
berbeda dengan suap. Perbedaannya terletak pada fakta, bahwa dalam
suap-menyuap, pemberian menjadi syarat transaksi berhasil, sedangkan
gratifikasi diberikan sukarela dengan harapan terima manfaat di lain waktu.
Diharapkan
setiap SDM hingga institusi lembaga negara mewujudkan clean corruption dalam
membangun integritas ASN dan penyelenggara negara sudah seharusnya menjunjung
tinggi komitmen untuk terus menjaga integritas dalam berkinerja serta
senantiasa mengingatkan kepada seluruh pegawai negeri ASN serta jajarannya dan
penyelenggara negara untuk selalu meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan
adanya potensi benturan kepentingan dalam setiap tugas dan fungsi.
CONFLICT OF INTEREST (BENTURAN)
Kepentingan adalah situasi dimana ASN dan penyelenggara negara memiliki atau patut diduga memiliki kepentingan pribadi, terhadap setiap penggunaan wewenang sehingga dapat mempengaruhi kualitas keputusan dan atau tindakannya.
Penyebab
conflict of interest kepentingan adalah
:
1.
Penyalahgunaan wewenang.
2.
Penangkapan jabatan.
3.
Hubungan afiliasi / keluarga (KKN).
4.
Gratifikasi hingga korupsi.
GRATIFIKASI MERUSAK INTEGRITAS
-
Integritas merupakan benteng diri dari korupsi dan
alat untuk menjaga profesionalitas. Terbiasa menerima gratifikasi akan
menumbuhkan diri karena biasa meminta (pejabat pengemis) dan selalu merasa
berhutang budi.
-
Ketika para pihak yang memberi gratifikasi meminta
dispensasi, kemudian bahkan kebijakan, maka penerima gratifikasi akan merasa
sungkan / ewuh pekewuh, bahkan suap menyuap tak terelakkan.
-
Waspadalah terhadap bahaya gratifikasi. Karena
gratifikasi adalah akar korupsi penyebab konflik kepentingan dan kecurangan
serta tidak transparan dalam pelaporan pertanggungjawaban audit baik internal
maupun eksternal.
GRATIFIKASI YANG WAJIB DILAPORKAN
Gratifikasi
yang wajib dilaporkan merupakan penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh
pegawai negeri / penyelenggara negara dari pihak-pihak yang diduga memiliki
keterkaitan dengan jabatan penerima.
Gratifikasi
tersebut haruslah merupakan penerimaan yang dilarang atau tidak sah secara
hukum.
PASAL 12B UU NOMOR 20 TAHUN 2021
-
Dengan jelas, Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2021, setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian
suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya.
-
Penjelasan yang termaktub dalam Pasal 12B menunjukkan
bahwa gratifikasi sebenarnya bermakna pemberian yang bersifat netral. Suatu
pemberian menjadi gratifikasi yang dianggap suap jika terkait dengan jabatan
dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima. Jika pemberian memiliki
potensi benturan kepentingan dengan pegawai negeri / penyelenggara negara dan
pemberian tersebut dilarang oleh aturan gratifikasi yang harus ditolak oleh
setiap pegawai negeri / penyelenggara negara.
HUKUMAN GRATIFIKASI
-
Pemberi dan penerima sama-sama melanggar dengan
hukuman penjara seumur hidup atau paling singkat 4 Tahun paling lama 20 Tahun
atau denda Rp. 200.000.000,- hingga sampai 1 Milyar.
-
Pegawai negeri ASN atau penyelenggara negara yang
melakukan perbuatan itu padahal diketahui atau PATUT DIDUGA hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
-
Aturan ini jelas di PASAL 12 UU NO. 20 TAHUN 2001.
GRATIFIKASI DARI SUDUT ISLAMI
Menurut
pandangan dogmatis Islam perbuatan suap ataupun gratifikasi, keduanya sama-sama
dilarang dan terlaknat. Hukumnya ini sama-sama haram, sama-sama merupakan suatu
dosa dalam Islam yang bahkan perbuatan kabair yaitu dosa besar yang dapat
mendatangkan laknat dan kutukan dari Allah SWT.
Gratifikasi
merupakan perbuatan yang sudah dipraktekkan oleh umat Islam semenjak dahulu
sampai sekarang. Karena pada intinya gratifikasi adalah pemberian dari
seseorang kepada orang lain. Namun dewasa ini ada aturan Perundang-undangan
yang melarang amalan gratifikasi.
Konsep
gratifikasi dalam Islam bisa berupa sedekah, hibah, hadiah, dan risywah.
Bentuk-bentuk gratifikasi dalam Islam tersebut ada yang termasuk ke dalam
kategori positif dan kategori negatif.
Gratifikasi
dalam bentuk sedekah, hibah, dan hadiah termasuk ke dalam amalan gratifikasi
positif, amalan tersebut memang dianjurkan dalam Islam. Namun, amalan ini dapat
berubah menjadi amalan negatif apabila penerimanya adalah petugas negara.
Adapun
gratifikasi dalam bentuk hadiah kepada penguasa dan risywah termasuk ke dalam
gratifikasi negatif, karena dua bentuk amalan gratifikasi ini telah disebutkan
dalam al-Qur'an, hadis, maupun pendapat para ulama sebagai amalan yang dilarang
syara', yaitu suatu amalan maksiat (jarimah).
Gratifikasi
dalam bentuk hadiah kepada penguasa dan risywah termasuk kedalam kategori
jarimah ta'zir, maka pelakunya dapat dihukum dengan hukuman ta'zir, mulai
hukuman terberat hingga hukuman teringan.
KRITERIA GRATIFIKASI
Setiap
pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib melaporkan soal penerimaan
gratifikasi.
Dalam arti luas, gratifikasi merupakan pemberian berupa uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Contohnya
:
Presiden
Joko Widodo pernah melaporkan penerimaan gratifikasi dari Raja Salman bin
Abdulaziz al-Saud senilai Rp 8,788 miliar. Gratifikasi tersebut diberikan saat
Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Arab Saudi pada 15 Mei 2019. Kemudian,
pemberian dari Raja Salman itu dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dan diterima Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Dengan demikian,
seluruh barang hasil gratifikasi telah ditetapkan menjadi milik negara. Total
ada 12 barang gratifikasi yang diserahkan, antara lain lukisan, berbagai
perhiasan batu mulia, dan pulpen berhias berlian.
GRATIFIKASI YANG TIDAK PERLU DILAPORKAN
Namun,
berdasarkan Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2014 dan Nomor 06 Tahun 2015 tentang
Pedoman Pelaporan dan Penetapan Status Gratifikasi, ada juga gratifikasi yang
tidak perlu dilaporkan oleh penyelenggara negara, antara lain :
1.
Pemberian dari keluarga yang memiliki hubungan darah.
Misalnya, kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/anak menantu, cucu,
besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu dan keponakan.
2.
Syaratnya, gratifikasi boleh diterima jika tidak
memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima.
3.
Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang
memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah,
baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan
batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000.
4.
Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang
dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima
gratifikasi paling banyak Rp 1.000.000.
5.
Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah
sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang
lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja.
6.
Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara
uang, misalnya pemberian voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
7.
Nilai pemberian paling banyak Rp 300.000 per pemberian
per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp
1.000.000 dari pemberi yang sama.
8.
Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak
Rp 200.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu
tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.
9.
Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara
uang, misalnya voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
10.
Hidangan atau sajian yang berlaku umum.
11.
Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti
dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi
tidak terkait kedinasan.
12.
Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi
atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.
13.
Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai
berdasarkan keanggotaan koperasi Pegawai Negeri yang berlaku umum.
14.
Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat
tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti
rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis yang
berlaku umum.
15.
Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau
barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh
pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16.
Diperoleh dari kompensasi atas profesi di luar
kedinasan, yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari
pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan
internal instansi pegawai.
17.
Apakah gratifikasi boleh diterima dari pihak yang
memiliki konflik kepentingan dalam pelaksanaan resepsi, upacara
adat/budaya/tradisi, dan perayaan agama ? Boleh diterima. Namun untuk
penerimaan yang melebihi nilai wajar tertentu (saat ini batasannya adalah Rp
1.000.000) maka wajib dilaporkan kepada KPK. Hal ini dikarenakan
penyelenggaraan acara tersebut membutuhkan biaya dan sudah menjadi bagian dari
tradisi yang sudah berjalan.
18.
Tidak semua penerimaan di atas Rp 1.000.000 secara
otomatis menjadi milik negara, karena KPK akan mempertimbangkan aspek hubungan
dengan jabatan penerima.
19.
Penerimaan gratifikasi yang nilainya di atas Rp
1.000.000 dan mempunyai potensi konflik kepentingan akan menjadi milik negara.
GRATIFIKASI YANG DILARANG
Gratifikasi yang tidak boleh diterima adalah gratifikasi terlarang yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Berikut
contoh gratifikasi yang tidak boleh diterima :
1.
Terkait dengan pemberian layanan pada masyarakat
diluar penerimaan yang sah.
2.
Terkait dengan tugas dalam proses penyusunan anggaran
diluar penerimaan yang sah.
3.
Terkait dengan tugas dalam proses pemeriksaan, audit,
monitoring dan evaluasi di luar penerimaan yang sah.
4.
Terkait dengan pelaksanaan perjalanan dinas diluar
penerimaan yang sah/resmi dari instansi.
5.
Dalam proses penerimaan/promosi/mutasi pegawai.
6.
Dalam proses komunikasi, negosiasi dan pelaksanaan
kegiatan dengan pihak lain terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya.
7.
Sebagai akibat dari perjanjian
kerjasama/kontrak/kesepakatan dengan pihak lain.
8.
Sebagai ungkapan terima kasih sebelum, selama atau
setelah proses pengadaan barang dan jasa.
9.
Merupakan hadiah atau souvenir bagi
pegawai/pengawas/tamu selama kunjungan dinas.
10.
Merupakan fasilitas hiburan, fasilitas wisata, voucher
oleh pejabat/pegawai dalam kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewajibannya
dengan pemberi gratifikasi yang tidak relevan dengan penugasan yang diterima.
11.
Dalam rangka mempengaruhi kebijakan/ keputusan/ perlakuan
pemangku kewenangan.
12.
Dalam pelaksanaan pekerjaan yang terkait
dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban/tugas pejabat/pegawai; dan
lain sebagainya. (Try-gmpkkdr)
Ditulis
oleh : R. Tri Priyo Nugroho, S.Sos
Sumber
Referensi :
-
Ringkasan Googgle IA
-
Artikel Kemenkeu, https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/14701/GRATIFIKASI-YANG-TIDAK-PERLU-DILAPORKAN.html
-
Journal article, Al-Risalah
-
Peraturan KPK Nomor 02 Tahun 2014 dan Nomor 06 Tahun
2015