PEREMPUAN MENJADI NAHKODA KAPALNYA SENDIRI
89 Tahun NH Dini
Oleh Denny JA
(Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA)
PEREMPUAN MENJADI NAHKODA KAPALNYA SENDIRI
89 Tahun NH Dini
Oleh Denny JA
(Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA)
Hidup adalah perjalanan. Tapi siapa yang berhak menentukan ke mana angin akan membawa kapal ini?
Inilah inspirasi yang melekat setiap kali saya mengingat penulis NH Dini. Saya membaca habis novelnya Pada Sebuah Kapal (1973), justru ketika saya kuliah di Amerika Serikat pada tahun 1990-an.
Saya menemukan novelnya di perpustakaan di sana. Ketika tekanan tugas sekolah dan ujian begitu keras, lalu libur dua minggu, di momen itu saya habis membaca beberapa novel. Karya NH Dini salah satunya.
Novel ini berkisah tentang kegelisahan seorang perempuan dalam menentukan jati diri. Tokoh utama dalam novel ini adalah Sri, yang tak pasti dengan masa depannya.
Di atas kapal yang melaju di lautan luas, Sri terjebak dalam gelombang kegelisahan. Pernikahannya dengan Michel memberinya kenyamanan, tetapi tidak kebahagiaan.
Ia merasa asing dalam kehidupannya sendiri, seperti kapal yang berlayar tanpa tujuan.
Kemunculan pria lain, Sun, mengguncang hatinya, menghadirkan pilihan antara cinta yang penuh gairah atau stabilitas yang dingin.
Namun, semakin ia mendekati Sun, semakin ia menyadari bahwa kebebasan sejati bukanlah memilih antara dua lelaki, melainkan menemukan dirinya sendiri.
Dalam perjalanan ini, Sri memahami bahwa hidup adalah lautan yang luas, dan dirinya adalah nakhoda yang harus menentukan arah.
-000-
Penulis besar tak hanya mengajak kita masuk dalam sebuah peristiwa. Ia membawa kita menyelam lebih jauh ke dalam filosofi hidup dan pencarian makna yang lebih sejati.
Karena itu, selaku Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, saya menyambut baik inisiatif Ketua Satupena Jawa Tengah, Gunoto Sapari, bersama institusi lain di sana, untuk merayakan kelahiran NH Dini.
Penulis NH Dini memang lahir di Semarang, juga wafat karena kecelakaan di sana. Kota Semarang banyak pula muncul dalam karyanya. Hal yang sudah seharusnya, jika kota itu mengenang penulis yang tumbuh mekar dari kota itu.
NH Dini menulis Semarang dengan rindu, dan Semarang menjawabnya dengan kenangan. Ia lahir dari kota ini, menjadikannya latar, lalu kembali ke kota ini sebagai puisi yang tak akan pernah selesai.
Tiga Pelajaran dari NH Dini: Suara Perempuan yang Menolak Tenggelam
Pertama: Perempuan adalah Nakhoda Hidupnya Sendiri
NH Dini menulis tentang perempuan yang berani memilih jalannya sendiri.
Dalam Pada Sebuah Kapal, Sri bukan sekadar istri yang diam mengikuti arus. Ia gelisah, bertanya, menolak hidup yang hanya menjadi bayangan lelaki.
Dari NH Dini, kita belajar bahwa perempuan bukan sekadar penumpang dalam bahtera kehidupan. Ia adalah nakhoda yang mengendalikan arah, bahkan ketika laut bergelombang, bahkan ketika kapal terancam karam.
Di dunia yang terus membangun tembok bagi perempuan, NH Dini menunjukkan bahwa tembok itu tidak abadi. Dengan keberanian, dengan kata-kata, tembok bisa runtuh.
Kedua: Menjadi Perempuan Tidak Berarti Harus Memilih Antara Cinta dan Kebebasan
Banyak perempuan dalam novel NH Dini menghadapi dilema klasik: apakah harus mengorbankan kebebasan demi stabilitas? Ataukah harus meninggalkan cinta demi hidup yang mandiri?
NH Dini membisikkan sesuatu yang lebih tajam: mengapa perempuan harus memilih?
Kebebasan bukanlah lawan dari cinta. Seorang perempuan bisa mencintai tanpa kehilangan dirinya sendiri. Ia bisa memiliki pasangan tanpa menyerahkan seluruh hidupnya.
Dunia ingin membuatnya percaya bahwa ia hanya boleh memiliki satu. Tetapi NH Dini menulis perempuan yang menolak tunduk pada pilihan sempit itu.
Dari NH Dini, kita belajar bahwa cinta yang sejati tidak merantai. Dan kebebasan yang sejati bukan berarti harus selalu berjalan sendirian.
Ketiga: Menulis Adalah Jalan Menuju Keabadian
NH Dini lahir di Semarang, wafat di sana, dan tetap hidup dalam kata-kata yang ia tinggalkan.
Ia tahu bahwa dunia sering kali membungkam perempuan, tetapi tulisan adalah suara yang tak bisa dipadamkan.
Setiap novel yang ia tulis, setiap kisah yang ia lahirkan, adalah pemberontakan halus melawan dunia yang ingin perempuan tetap diam.
Menulis bagi NH Dini bukan hanya pekerjaan, bukan hanya seni. Itu adalah cara untuk melawan lupa. Cara untuk membuat suara perempuan tetap terdengar, bahkan setelah dunia mencoba menghapus jejaknya.
Dari NH Dini, kita belajar bahwa hidup bisa berakhir, tetapi kata-kata tidak pernah mati.
NH Dini telah berlayar. Tapi kapalnya tidak pernah benar-benar hilang. Ia terus bergerak dalam ombak halaman buku, dalam arus ingatan pembacanya.
Ia menunjukkan bahwa perempuan tidak harus mengikuti gelombang. Perempuan bisa menjadi gelombang itu sendiri.
NH Dini, terima kasih sudah menjadi penulis.***
18 Februari 2025
Ditulis ulang oleh POINT Consultant