HAK GUNA USAHA PERKEBUNAN
(SHGU PERKEBUNAN)
Menurut UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Hak Guna Usaha atau HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara, dalam jangka waktu tertentu.
Jenis tanah negara yang dapat diberikan HGU adalah tanah yang termasuk dalam kategori hutan produksi yang selanjutnya statusnya dialihkan menjadi Hak Guna Usaha perkebunan, pertanian atau peternakan. Jadi, hutan lindung dan hutan konservasi tidak diberikan Hak Guna Usaha. HGU dapat diberikan untuk tanah dengan luas sekurang-kurangnya 5 hektare.
Berbeda dengan hak milik yang tidak memiliki batas waktu, Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu 25 tahun. Walaupun memiliki jangka waktu yang terbatas, HGU dapat dianggap sebagai hak yang kuat sehingga pemegang HGU dapat mempertahankan hak atas tanahnya dari gangguan pihak lain.
Pengajuan Hak Guna Usaha Perkebunan :
1. Pengukuran
2. Permohonan Hak
3. Pemeriksaan Tanah
4. Penetapan Hak
5. Pendaftaran Hak
6. Hal yang Menjadi Pemicu Masalah dari HGU Perkebunan
Keunggulan SHM atau Sertifikat Hak Milik, Hak Terkuat atas Tanah di Indonesia :
1. HGU Bentuk Kepemilikan dalam Usaha Perkebunan.
Surat Edaran Nomor 11/SE-HK.02.02/VIII/2020 menjadi pedoman dalam Hak Guna Usaha perkebunan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Surat Edaran Nomor 11/SE-HK.02.02/VIII/2020 Tentang Pelaksanaan Kewajiban Perusahaan Dalam Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat menjelaskan secara detail bagaimana skema Hak Guna Usaha bentuk kepemilikan dalam usaha perkebunan.
Perlu diketahui, faktanya perkara Hak Guna Usaha perkebunan masih menjadi isu di lapangan dimana prakteknya punya aturan yang tak selaras. Padahal kegiatan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemegang Hak Guna Usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 64 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha.
Pada pelaksanaannya masih ditemui beberapa kendala, permasalahan, dan perbedaan penafsiran atas penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang fasilitasi pembangunan kebun masyarakat sehingga berpotensi dapat menghambat pelayanan pertanahan. Oleh karenanya, surat edaran yang dikeluarkan menjadi pedoman untuk pelaksanaan Hak Guna Usaha perkebunan.
Penggunaan HGU sendiri tidak hanya untuk Hak Guna Usaha perkebunan, melainkan juga untuk lahan pertanian, perikanan atau peternakan. Selain untuk usaha perkebunan, HGU juga dapat dimiliki bagi usaha tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Sedangkan pada lahan persawahan, hanya dapat dilakukan dalam rangka pencetakan sawah baru dari non sawah menjadi sawah terutama pada tanah-tanah yang kurang dan/atau tidak produktif.
Sesuai penjelasan di atas, tercantum jelas bahwa adanya HGU bisa menjadi angin segar untuk pelaku usaha perkebunan. Jika Anda ingin memulai usaha kecil-kecilan di rumah, hunian di Malang 150M2 bisa jadi rekomendasinya.
2. Aturan HGU Perkebunan.
Hak Guna Usaha perkebunan berbatas waktu yakni diberikan paling lama 35 tahun.
Pada dasarnya Hak Guna Usaha perkebunan punya konteks yang sama dengan HGU untuk penggunaan di sektor lainnya. Adapun subjek HGU menurut Badan Pertanahan Nasional adalah luas 5 hektare – 25 hektare untuk Warga Negara Indonesia (WNI). Sedangkan bagi badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, HGU perkebunan bisa dikeluarkan jika lahan memiliki luas lebih dari 25 hektare.
Jika terjadi perubahan RTRW terhadap sebagian tanah yang dimohon HGU, maka yang dapat diberikan HGU adalah tanah yang sesuai dengan RTRW. Selain itu, pemegang HGU dapat memanfaatkan tanah yang terkena perubahan RTRW dengan menyesuaikan jenis haknya. Perlu jadi perhatian besar, apabila lahan yang diberikan HGU perkebunannya akan dimanfaatkan oleh pihak lain, maka pemilik dapat melepaskan haknya dengan memperoleh ganti kerugian sesuai peraturan perundang-undangan.
3. Jangka Waktu Hak Guna Usaha Perkebunan.
Kepemilikan atas Hak Guna Usaha perkebunan juga bisa berubah bergantung pada kondisi tertentu.
Mengingat bahwa lahan yang dikelola adalah milik negara, maka Hak Guna Usaha perkebunan berbatas waktu yakni diberikan paling lama 35 tahun dan bisa diperpanjang paling lama 25 tahun. Patut dicatat, HGU perkebunan baru bisa diterbitkan apabila sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Tak hanya itu, kepemilikan atas Hak Guna Usaha perkebunan juga bisa berubah bergantung pada kondisi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa pemegang Hak Guna Usaha yang tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu satu tahun, maka wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usaha itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Sementara jika dalam jangka waktu tertentu Hak Guna Usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan, maka Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.
4. Penyebab Hak Guna Usaha Dihapuskan.
Salah satu penyebab Hak Guna Usaha dihapuskan adalah jika tanah ditelantarkan atau tanahnya musnah.
Status Hak Guna Usaha bisa dihapuskan dalam kondisi dan situasi tertentu, utamanya jika terjadi pelanggaran sesuai yang sudah diatur dalam undang-undang dan peraturan menteri. Menurut PP Nomor 40 Tahun 1996, HGU dihapuskan apabila terjadi kondisi sebagai berikut.
Setelah jangka waktu dan perpanjanganya berakhir, pemegang hak dapat mengajukan pembaruan hak. Permohonannya sendiri diajukan paling lama 2 tahun sejak jangka waktu dan/atau perpanjanganya berakhir. Akan tetapi, jika permohonan tidak diajukan dalam jangka waktu 2 tahun, maka HGU hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.Apabila pemegang Hak Guna Usaha yang tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu 1 tahun, maka wajib melepaskan atau mengalihkan Hak Guna Usaha itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Sementara jika dalam jangka waktu 1 tahun Hak Guna Usaha itu tidak dilepaskan atau dialihkan, maka Hak Guna Usaha tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara.Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya.Dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan, maupun putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.DitelantarkanTanahnya musnah
5. Prosedur Pengajuan Hak Guna Usaha Perkebunan.
Ada lima proses yang wajib ditempuh saat mengajukan Hak Guna Usaha perkebunan.
Pengajuan Hak Guna Usaha perkebunan dapat dilakukan melalui kantor Badan Pertanahan setempat sesuai domisili dimana tanah itu berada. Sebagai catatan, pemohon HGU wajib menghormati dan memberikan akses kepada pemilik tanah, dalam hal terdapat bidang tanah yang tidak dapat dibebaskan atau pemilik tanah tidak bersedia menyerahkan tanahnya
Proses yang wajib ditempuh saat mengajukan Hak Guna Usaha perkebunan :
1. Pengukuran.
Pengukuran bidang tanah pada dasarnya merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan. Untuk mengajukan pengukuran, terlebih dahulu pemohon melampirkan sejumlah dokumen diantaranya identitas lengkap, izin lokasi, bukti perolehan tanah atau alas hak, rekapitulasi perolehan tanah dan peta rekapitulasi, perolehan tanah, peta permohonan pengukuran dilengkapi layer tugu- tugu batas bidang tanah yang telah terpasang dan telah disahkan oleh direksi perusahaan.
Ada pula dokumen lain yang wajib dilampirkan yakni Izin dari dinas teknis terkait, peta telaah areal yang dimohon pengukuran dari Kantor Pertanahan/Kanwil BPN, surat pernyataan tidak sengketa dan surat pernyataan telah memasang tanda batas yang dilampiri dengan daftar koordinat tugu batas yang telah dipasang.
Catatan :
Subjek HGU menurut Badan Pertanahan Nasional adalah luas 5 hektare – 25 hektare untuk Warga Negara Indonesia (WNI). Sedangkan bagi badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, HGU perkebunan bisa dikeluarkan jika lahan memiliki luas lebih dari 25 hektare.
2. Permohonan Hak.
Setelah melewati proses pengukuran, selanjutnya adalah mengajukan permohonan hak secara tertulis melalui Kantor Pertanahan dengan melampirkan dokumen pendukung sebagai berikut.
Identitas pemohon dan/atau kuasanyaSurat kuasa, apabila dikuasakanRekapitulasi perolehan tanah dan peta rekapitulasi perolehan tanahAkta pendirian badan hukum beserta perubahannya, pengesahan/persetujuan dari pejabat yang berwenang dan tanda daftar perusahaan.Pertimbangan teknis pertanahan dalam rangka Izin LokasiRekapitulasi perolehan tanah dan peta rekapitulasi perolehan tanah yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Kantor Pertanahan Izin/rekomendasi/keterangan dari instansi terkait, yang memuat izin lokasi sesuai rencana tata ruang, izin usaha dari instansi yang berwenang, dan surat keterangan bahwa tanah yang dimohon tidak termasuk dalam areal gambut; kawasan hutan; dan areal yang terbakar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Peta bidang tanah inti dan plasmaPersetujuan penanaman modal (jika menggunakan fasilitas penanaman modal)Perjanjian kerjasama kemitraan dengan masyarakat sekitar yang dilampiri dengan daftar peserta plasma yang ditunjuk berdasarkan usulan dari camat dan lurah/kepala desa setempat yang ditetapkan oleh bupati/walikota/pejabat yang ditunjuk.Surat pernyataan direksi perusahaan dalam bentuk akta notariil
3. Pemeriksaan Tanah.
Prosedur pemeriksaan tanah merupakan kewenangan penuh dari kantor pertanahan. Pada prosesnya akan terbentuk panitia termasuk susunan anggotanya. Sebagai pemohon, tugasnya hanya perlu mendampingi saat pemeriksaan tanah dilakukan.
4. Penetapan Hak.
Terkait penetapan hak, hal ini akan menyangkut kewenangan penetapan HGU dengan kondisi apabila luas lahan kurang dari 25 hektare, maka penetapan hak akan menjadi tugas kantor pertanahan.
Sedangkan pada lahan perkebunan seluas 25 hektare sampai 250 hektare, penetapan hak akan diberikan oleh Kantor Wilayah BPN. Lain hak jika luas lahan di atas 250 hektare, maka penetapan Hak Guna Usaha perkebunan akan diberikan langsung oleh Menteri ATR/BPN.
5. Pendaftaran Hak.
Pendaftaran Hak Guna Usaha menjadi tahap terakhir yang ditempuh, yang mana prosesnya dilakukan di Kantor Pertanahan setempat. Namun jika SK pemberian HGU merupakan kewenangan Menteri atau Kanwil BPN, maka pelaksanaan pendaftaran baru dapat dilakukan setelah salinan SK pemberian HGU telah diterima oleh Kantor Pertanahan. Pelaksanaan pendaftaran hak baru bisa dilakukan setelah kewajiban yang tertuang dalam SK dipenuhi oleh penerima HGU.
Hal yang Menjadi Pemicu Masalah dari HGU Perkebunan.
Pemicu masalah dari HGU perkebunan kerap melibatkan tanah masyarakat.
Permasalahan seputar Hak Guna Usaha perkebunan hingga kini masih kerap terjadi. Sejumlah pakar sepakat, faktor utama timbulnya masalah adalah karena belum terbukanya pendataan HGU atas lahan-lahan di Indonesia yang selama ini dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN). Pada 2017, Mahkamah Agung (MA) sebenarnya sudah mengeluarkan putusan yang mengharuskan pemerintah membuka data terkait HGU. Keputusan itu keluar dalam perkara yang diajukan Forest Watch Indonesia (FWI).
Masalah lainnya yang sering muncul dalam pemberian HGU juga kerap terjadi pada perkebunan yang bersinggungan dengan hutan atau kawasan hutan. Jika HGU perkebunan diberikan, maka akan mengubah tata ruang wilayah tersebut secara signifikan. Oleh karenanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan diyakini dapat menjadi solusi tumpang tindih regulasi dan peraturan terkait lain yang menjadi penyebab timbulnya konflik lahan di perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit.
Tak hanya itu, pemicu masalah dari HGU perkebunan kerap melibatkan tanah masyarakat. Utamanya lantaran ada tumpang tindih dengan klaim masyarakat adat maupun petani, namun umumnya masyarakat sering kalah. Prioritas memberikan hak ke perusahaan mengesampingkan kenyataan bahwa lahan tersebut sebagian besar sudah digarap masyarakat.
Padahal perusahaan swasta semestinya fokus pada pengolahan hasil perkebunan, pertanian, perikanan, atau peternakan. Sementara penggarapan lahan produksi idealnya diserahkan kepada masyarakat. Apalagi selama ini banyak perusahaan yang memonopoli proses produksi hingga pengolahan hasil perkebunan, pertanian, perikanan, atau peternakan di atas lahan HGU. Oleh karena itu, ketimpangan akhirnya muncul.