AMANDEMEN DAN OPINI MASA JABATAN PRESIDEN
Amendemen atau Perubahan adalah perubahan resmi dokumen resmi atau catatan tertentu, terutama untuk memperbagusnya. Perubahan ini dapat berupa penambahan, atau juga penghapusan catatan yang salah, tidak sesuai lagi. Kata ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada perubahan pada perundang-undangan sebuah negara (amendemen konstitusional). Konstitusional merupakan prinsip-prinsip dasar politik serta hukum yang mencangkup struktur, prosedur, serta kewenangan/hak serta kewajiban. Karena itu, konstitusional sangat berhubungan erat dengan amendemen karena bertujuan untuk memperbaiki suatu catatan/dokumen penting suatu negara yang mencangkup bentuk, struktur, prosedur, agar lebih baik dari sebelumnya.
Istilah amandemen sering kali digunakan pada undang-undang. Amandemen merupakan usul melakukan perubahan terhadap undang-undang yang sudah dibicarakan pada dewan perwakilan rakyat dengan mempertimbangkan hak.
Amandemen juga bisa diartikan sebagai perubahan pada bagian yang telah ada untuk dilakukan perbaikan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi pada saat ini. Perubahan dari materi dokumen resmi dengan adanya persetujuan dari semua pihak yang turut terlibat pada sebuah perjanjian dan penandatanganan secara bersamaan.
Dikutip dari berbagai sumber, amandemen merupakan istilah yang digunakan dalam perubahan secara resmi pada dokumen untuk dilakukan perbaikan. Perubahan tersebut bisa berupa untuk menambahkan atau menghapus catatan yang ada karena adanya kesalahan ataupun ketidaksesuaian dengan kondisi sekarang ini.
Pada umumnya amandemen merujuk pada perubahan yang terjadi di UU sebuah negara secara konstitusional. Bahwa konstitusional adalah prinsip dalam dasar politik serta hukum yang cakupannya dari prosedur, struktur hingga kewenangan hak dan kewajiban, sehingga konstitusional ini mempunyai hubungan erat dengan adanya amandemen.
AMANDEMEN PADA PERJANJIAN KERJA SAMA
Selain sering kali digunakan pada bidang pemerintahan yakni UU, amandemen juga bisa berlaku untuk sebuah perjanjian. Seperti halnya perjanjian kerja sama dalam dunia bisnis maupun keuangan.
Pada hal seperti ini dapat terjadi guna melakukan penyesuaian dengan perjanjian sebelumnya dengan kondisi sekarang. Prosesnya amandemen secara umum juga dapat tercantum di dalam dokumen sebelumnya serta membutuhkan persetujuan pada pihak yang turut terlibat guna membuat dokumen sah baru lagi.
CONTOH AMANDEMEN
Di Indonesia sudah banyak contoh apa itu amandemen karena sering kali terjadi, terlebih dalam hal konstitusional. Misalnya adanya peranan dari Presiden sebagai lembaga eksekutif negara.
Banyak sekali tafsiran yang muncul dari kekuasaan eksekutif dengan anggapan tidak mencerminkan sebagai negara demokrasi, sehingga dilakukan perubahan atau amandemen. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kekuasaannya lembaga legislatif di antaranya DPR dan DPD, lembaga yudikatif yakni MPR dan Mahkamah Agung yang mana mempunyai kedudukan sejajar serta saling memberi pengawasan satu dengan lainnya.
TUJUAN PENERAPAN AMANDEMEN
Keberadaan amandemen dilakukan dengan berbagai tujuan agar sistem dan tatanan menjadi lebih baik. Tujuan melakukan amandemen yakni untuk melakukan perbaikan serta menyempurnakan beberapa ketentuan dan aturan mengenai dokumen resmi.
Seperti halnya yang ada pada tatanan di negara Indonesia, sehingga dengan dilakukannya amandemen bisa membantu dalam pencapaian tujuan secara nasional. Selain itu juga demi kesejahteraan rakyat Indonesia guna melindungi sebagian besar hak asasi manusia yang sesuai dengan perubahan peradaban sekarang ini.
ALASAN DILAKUKANNYA AMANDEMEN
Dalam situasi atau kondisi tertentu perlunya untuk melakukan perubahan yang berguna menyesuaikan keadaan yang ada. Alasan adanya amandemen dalam sebuah dokumen resmi karena adanya kekuasaan yang lebih dominan dari seluruh pihak yang berkaitan di sebuah perjanjian tersebut.
Sehingga perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan pada dokumen perjanjian tersebut guna kebaikan seluruh pihak yang terkait. Alasan dilakukannya amandemen memperhatikan kebaikan bersama terlebih guna memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
TUJUAN AMANDEMEN UUD 1945
Perubahan pada UUD 1945 ketika masa reformasi merupakan hal yang sangat perlu dilakukan. Hal tersebut demi kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik, selain itu melakukan perombakan pada tatanan sistem negara. Terdapat beberapa tujuan dari amandemen UUD 1945, berikut ini :
Guna melakukan penyempurnaan terhadap beberapa aturan dasar, tatanan dalam negara, HAM, kedaulatan rakyat, eksistensi sebagai negara demokrasi dan hukum serta pembagian kekuasaan oleh pejabat yang memimpin pemerintahan.Sebagai perwujudan atas respon yang ada pada awal mula reformasi.Terjadinya amandemen UUD 1945 dilakukan dengan mempunyai tujuan yakni untuk menegaskan historis, filosofis, politis, sosiologis, teoritis dalam negara hingga yuridis.
RESIKO AMANDEMEN UUD 1945
Infografis alur pembentukan undang-undang di Indonesia
Dengan memutuskan dilakukannya amandemen, tentu memberikan dampak dan risiko di belakangnya. Baik itu membawa kebaikan atau justru keburukan bagi sebagian orang. Terdapat beberapa risiko yang bisa saja terjadi karena adanya amandemen UUD 1945, berikut penjelasannya :
Bisa terdeteksi adanya sejumlah kelemahan dalam sistematika serta substansinya Undang-Undang Dasar setelah terjadinya perubahan seperti inkonsisten pada sistem dan tatanan yang telah dibuat.Terdapat sejumlah kerancuan pada pembuatan sistem di dalam pemerintahan maupun ketatanegaraan menjadi tidak begitu jelas.Pada amandemen UUD 1945 tidak mudah untuk memancing adanya pertumbuhan dan perkembangan budaya menjadi taat kepada konstitusi yang telah dibuat.
Risiko ini bisa saja terjadi karena beberapa faktor yang mendasarinya. Terlebih perubahan belum tentu bisa memuaskan seluruh pihak yang ada, amandemen dilakukan perubahan dan penyempurnaan dengan pertimbangan banyak hal.
SEJARAH AMANDEMEN UUD 1945
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 adalah konstitusi negara Republik Indonesia.
UUD 1945 mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 5 Juli 1949 dan sudah diamandemen sebanyak empat kali, dari tahun 1999 hingga 2002.
Tujuan Amandemen 1945 adalah untuk memperjelas hukum-hukum yang ada di dalamnya, serta membentuk suatu hukum yang belum dijelaskan guna penyempurnaan UUD 1945.
PENGESAHAN UUD 1945
Pada tanggal 29 April 1945, dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menyusun rancangan UUD 1945.
BPUPKI melaksanakan sidang pertama yang berlangsung sejak 28 Mei hingga 1 Juni 1945.
Hasil dari sidang pertama BPUPKI adalah rumusan dasar negara Indonesia yang disebut Pancasila, gagasan dari Soekarno.
Setelah itu, sebanyak 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta.
Isi Piagam Jakarta adalah rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Setelah dilakukan sedikit perubahan, maka naskah Piagam Jakarta ditetapkan menjadi naskah pembukaan UUD 1945, yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
PPKI adalah panitia yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dibentuk tanggal 12 Agustus 1945 oleh Soekarno.
Setelah naskah pembukaan dirumuskan, UUD 1945 disahkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang mengadakan sidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
AMANDEMEN UUD 1945
Berdasarkan sejarahnya, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang disahkan oleh PPKI telah mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan tersebut dipengaruhi oleh tuntutan untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum.
Akan tetapi, walaupun terjadi perubahan UUD 1945, telah disepakati bahwa pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah.
UUD 1945 sendiri diamandemen sebanyak empat kali, sejak tahun 1999 sampai 2000. Berikut ini sejarahnya.
AMANDEMEN PERTAMA
Amandemen pertama terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 1999 yang berlangsung sejak 14 Oktober hingga 21 Oktober 1999.
Amandemen pertama ini diterapkan pada 9 pasal, yaitu pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, dan pasal 21.
Secara umum, fokus amandemen adalah untuk membatasi kekuasaan presiden yang dianggap terlalu berlebihan. Salah satunya terkait pembatasan periode jabatan presiden.
AMANDEMEN KEDUA
Amandemen kedua dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2000, yang berlangsung antara 7 Agustus hingga 18 Agustus 2000.
Amandemen kedua meliputi 5 Bab dan 25 Pasal. Amandemen kali ini dilakukan dengan menambahkan beberapa aturan.
Antara lain terkait wewenang dan posisi pemerintah daerah, peran dan fungsi DPR, serta penambahan mengenai hak asasi manusia.
AMANDEMEN KETIGA
Amandemen ketiga dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2001, yang berlangsung sejak 1 November hingga 9 November 2001.
Dalam amandemen ketiga ada beberapa pasal dan bab mengenai Bentuk dan Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Pemakzulan, Keuangan Negara, Kekuasaan Kehakiman.
AMANDEMEN KEEMPAT
Amandemen keempat terhadap UUD 1945 dilakukan dalam Sidang Umum MPR 2002, yang berlangsung antara 1 Agustus hingga 11 Agustus 2002.
Pada amandemen keempat ini difokuskan untuk menyempurnakan penyesuaian dalam perubahan-perubahan sebelumnya, termasuk penghapusan atau penambahan pasal atau bab.
Hasil amandemen UUD 1945 kali ini meliputi perubahan dalam bidang pendidikan, perekonomian, juga aturan peralihan dan tambahan.
MASA JABATAN PRESIDEN MENURUT UUD 1945
(BAGAIMANA JIKA DIPERPANJANG ?)
Belakangan ramai isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode. Masa jabatan presiden sendiri telah ditetapkan dalam UUD 1945. Lantas, bisakah diperpanjang?
Masa jabatan presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 7. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. Artinya, masa jabatan presiden ditetapkan maksimal dua periode.
"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," demikian bunyi Pasal 7 UUD 1945.
Dalam hal ini, presiden yang sudah menduduki masa jabatan selama dua periode tidak dapat dipilih kembali atau diperpanjang. Kecuali, terdapat perubahan pada UUD 1945 yang mengatur tentang kekuasaan pemerintah, khususnya masa jabatan presiden.
MASA JABATAN PRESIDEN PERNAH DIPERPANJANG
Aturan masa jabatan presiden telah mengalami beberapa kali perubahan. Sebelum amandemen dilakukan, pemerintah Indonesia pernah mengesahkan adanya pengangkatan presiden seumur hidup hingga perpanjangan masa jabatan presiden tanpa adanya pembatasan.
Pada masa Orde Lama, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Keputusan tersebut tertuang dalam ketetapan Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Seumur Hidup.
Pertimbangan pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup disebut karena telah memenuhi syarat-syarat sebagai presiden ditinjau dari segi revolusi, konstitusi 1945, maupun agama Islam. MPRS menilai, Bung Karno merupakan perwujudan perpaduan pimpinan revolusi dan pimpinan negara.
Pasca berakhirnya Orde Lama, masa jabatan presiden kembali pada amanat UUD 1945 Pasal 7 sebelum amandemen yang menyebutkan masa jabatan presiden berlangsung selama lima tahun untuk setiap periode dan dapat dipilih kembali. Dalam aturan tersebut masa jabatan presiden dapat diperpanjang hingga waktu yang tidak ditentukan.
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali, demikian bunyi Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen.
ALASAN PERPANJANG MASA JABATAN PRESIDEN
Menurut pendapatan Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes menilai alasan perpanjang masa jabatan presiden tidak masuk akal. Selain hanya akan akan berimbas buruk terhadap partai politik (parpol) dan politikus, UUD 1945 juga tak memberi ruang. Ini sederet alasan mengapa perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak masuk akal.
Arya mengawalinya dengan menjabarkan dampak buruk bagi parpol dan politisi yang mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi. Dampaknya pun tak main-main.
Partai-partai yang mendorong perpanjangan masa jabatan, mereka akan mendapat disinsentif atau kehilangan suara. Sikap mendorong agar aspirasi perpanjang masa jabatan presiden adalah gambaran komitmen parpol-parpol atau politikus tersebut terhadap demokratisasi di Tanah Air. Jadi bagaimana sikap partai terhadap perpanjangan masa jabatan ini akan mempengaruhi suara mereka juga pada akhirnya. Ini menunjukkan bagaimana komitmen partai-partai itu terhadap demokratisasi.
Seperti diketahui, aspirasi perpanjang masa jabatan presiden kembali mencuat setelah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin memberi usul agar Pemilu 2024 ditunda 1-2 tahun. Alasannya, Pemilu 2024 berpotensi mengganggu perbaikan ekonomi Indonesia.
Namun data Badan Pusat Statistik (BPS) yang 180 derajat berbeda dengan yang dikhawatirkan Cak Imin. Yang mana, menurut BPS, ekonomi Indonesia justru sedang membaik. Bahkan, Bank Indonesia sendiri memprediksi pertumbuhan ekonomi tahunan Indonesia pada 2022 akan naik ke angka 4,7-5,5 persen (2021 sebesar 3,39 persen).
Argumen tersebut adalah saat ini justru ekonomi kita, menurut BPS, tengah membaik. Bahkan dibandingkan 2020, di mana saat itu pertumbuhan ekonomi kita itu minus sekitar 2,07 persen, di tahun 2021 ekonomi kita tumbuh year-on-year sekitar 3,39 persen. Bank Indonesia memprediksi di tahun 2022 pertumbuhan ekonomi tahunan kita sebesar 4,7-5,5 persen. Artinya, sekarang ekonomi kita sedang membaik.
Jadi, alasan stagnasi ekonomi untuk mendukung masa perpanjangan masa jabatan presiden itu tidak masuk akal.
Wacana opini soal alasan yang menyebut masyarakat mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi. Memang ada sejumlah elite parpol yang mengaku mendengar langsung masyarakat mendukung masa jabatan Jokowi diperpanjang. Alasan yang dikemukakan itu tak berdasarkan data. Sebab, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia pada September dan Desember 2021, ada 70 persen responden yang menolak masa jabatan Jokowi diperpanjang.
Kalau mengutip hasil survei Indikator Politik itu, mayoritas publik, baik pada survei yang dilakukan di bulan September maupun bulan Desember 2021, itu menunjukkan lebih dari 70 persen responden menolak perpanjangan masa jabatan presiden.
Sebetulnya argumentasi inti mengapa perpanjangan masa jabatan Jokowi harus ditolak.
Sistem presidensial yang digunakan dalam menjalankan pemerintahan Indonesia. Mantan peneliti Charta Politika Indonesia itu menyebut, dalam sistem presidensial, ada istilah fix term limit.
Presidensial itu dikenal adanya fix term limit, yaitu pembatasan masa jabatan presiden.
Kemudian amanat UUD 1945, sendiri tidak memberikan ruang untuk memperpanjang masa jabatan presiden.
Di negara kita, berdasarkan konstitusi atau UUD 1945 dalam Pasal 7 bahwa, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.
Artinya, konstitusi kita tidak memberikan ruang untuk perpanjangan masa jabatan.
Perpanjangan masa jabatan Jokowi tidak sesuai dengan prinsip fix term election sebagaimana disebutkan dalam undang-undang (UU) karya para politikus, yang mungkin mendukung perpanjangan masa jabatan Jokowi.
Berdasarkan prinsip fix term election, perpanjangan masa jabatan Jokowi justru membuat regenerasi kepemimpinan nasional jadi berantakan.
Fix term election itu di UU disebutkan, periode pemilu itu dilaksanakan lima tahun sekali. Artinya, kalau ada perpanjangan masa jabatan, tentu juga akan mempengaruhi suksesi kepemimpinan nasional, baik di tingkat eksekutif dan legislatif, itu akhirnya berantakan.
Permasalahan prinsip tertib politik yang dilanggar jika perpanjangan masa jabatan presiden terealisasi. Bahwa masa jabatan Presiden RI sudah ditakdirkan 5 tahun, dan hanya boleh menjabat selama dua periode.
Kenapa ditolak ?, karena mengingkari prinsip-prinsip pentingnya tertib politik. Tertib politik itu maksudnya pemilu dilakukan secara berkala lima tahun sekali, masa jabatan presiden juga lima tahun sekali dan hanya dapat diperpanjang lima tahun sekali.
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
PEMBUKAAN
( P r e a m b u l e)
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB I
BENTUK DAN KEDAULATAN
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.***)
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum. ***)
BAB II
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undangundang.****)
(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
(3) Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.
Pasal 3
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan UndangUndang Dasar. ***)
(2) Majelis Permus yawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***/****)
(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang Undang Dasar. ***/****)
BAB III
KEKUASAAN PEMERINTAH
Pasal 4
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UndangUndang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undangundang sebagaimana mestinya.
Pasal 6
(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(2) Syaratsyarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undangundang. ***)
Pasal 6A
(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.***)
(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. ***)
(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. ***)
(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. ****)
(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undangundang. ***)
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. ***)
(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambatlambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden. ***)
(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersamasama. Selambatlambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya. ****)
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) : Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. Janji Presiden (Wakil Presiden) : Saya berjanji dengan sungguhsungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaikbaiknya dan seadiladilnya, memegang teguh UndangUndang Dasar dan menjalankan segala undangundang dan peraturannya dengan seluruslurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa. *)
(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung. *)
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. ****)
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undangundang. ***)
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undangundang.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. *)
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. *)
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lainlain tanda kehormatan yang diatur dengan undangundang. *)
Pasal 16
Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undangundang. ****)
BAB IV
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG
Dihapus.****)
BAB V
KEMENTERIAN NEGARA
Pasal 17
(1) Presiden dibantu oleh menterimenteri negara.
(2) Menterimenteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. *)
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. *)
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undangundang. ***)
BAB VI
PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerahdaerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiaptiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undangundang. **)
(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. **)
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. **)
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. **)
(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undangundang. **)
Pasal 18A
(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undangundang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. **)
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undangundang. **)
Pasal 18B
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undangundang. **)
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang. **)
BAB VII
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum. **)
(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undangundang. **)
(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. **)
Pasal 20
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undangundang. *)
(2) Setiap rancangan undangundang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. *)
(3) Jika rancangan undangundang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undangundang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu. *)
(4) Presiden mengesahkan rancangan undangundang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undangundang. *)
(5) Dalam hal rancangan undangundang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undangundang tersebut disetujui, rancangan undangundang tersebut sah menjadi undangundang dan wajib diundangkan. **)
Pasal 20A
(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. **)
(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. **)
(3) Selain hak yang diatur dalam pasalpasal lain UndangUndang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. **)
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undangundang. **)
Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undangundang.*)
Pasal 22
(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undangundang.
(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.
(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang. **)
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syaratsyarat dan tata caranya diatur dalam undangundang. **)
BAB VIIA***
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
Pasal 22C
(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.***)
(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.***)
(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.***)
(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 22D
(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.***)
(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.*** )
(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai : otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.***)
(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.***)
BAB VIIB***)
PEMILIHAN UMUM
Pasal 22E
(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.***)
(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan wakil presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.***)
(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.***)
(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.***)
(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.***)
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.***)
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.***)
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ***)
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.***)
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 23B
Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.***)
Pasal 23C
Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 23D
Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.***)
BAB VIIIA***)
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
Pasal 23 E
(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.***)
(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.***)
(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.***)
Pasal 23F
(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.***)
(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.***)
Pasal 23G
(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.***)
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.***)
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
Pasal 24
(1) Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.***)
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.***)
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.** **)
Pasal 24A
(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.***)
(2) Hakim Agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.***)
(3) Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.***)
(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.***)
(5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 24 B
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.***)
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.***)
(3) Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.***)
(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 24C***)
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.***)
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.***)
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. ***)
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi.***)
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara.***)
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.***)
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang
BAB IXA**)
WILAYAH NEGARA
Pasal 25****)
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.**)
BAB X
WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Pasal 26
(1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.**)
(3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.**)
Pasal 27
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.***)
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA**)
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.**)
Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.**)
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.**)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.**)
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.**)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.**)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.**)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.**)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.**)
Pasal 28E
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.**)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.**)
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.**)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.**)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.**)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.**)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.**)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.**)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.**)
(2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.**)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.**)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.** )
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.**)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.**)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.**)
BAB XI
AGAMA
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
BAB XII
PERTAHANAN NEGARA DAN KEAMANAN NEGARA**)
Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.**)
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.**)
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.**)
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.**)
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan dan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.**)
BAB XIII
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan****)
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.****)
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.****)
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.****)
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.****)
Pasal 32
(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.****)
(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.****)
BAB XIV
PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.****)
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****)
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.****)
(2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.****)
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.****)
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.****)
BAB XV
BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN**)
Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah sang merah Putih.
Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.**)
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.**)
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.**)
BAB XVI
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.****)
ATURAN PERALIHAN
Pasal I
Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)
Pasal II
Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.****)
Pasal III
Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.****)
ATURAN TAMBAHAN
Pasal I
Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.****)
Pasal II
Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal ****)
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.****)
*) Perubahan Pertama
**) Perubahan Kedua
***) Perubahan Ketiga
****) Perubahan Keempat
BUNYI ISI PASAL 7 UUD 1945 TENTANG MASA JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Ada perubahan serta tambahan isi Pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan Presiden-Wakil Presiden RI sebelum dan sesudah amandemen.
Bunyi Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD 1945) mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia. Ada sedikit perubahan serta tambahan isi pasal ini dalam UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen.
Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI sudah diatur sejak zaman Orde Lama masa pemerintahan Presiden RI pertama, Ir. Sukarno, kendati terdapat beberapa penyesuaian dalam perjalanannya.
Pasal 7 UUD 1945 versi awal telah merumuskan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI adalah 5 tahun. Namun, sempat dikeluarkan Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentang pengangkatan presiden seumur hidup.
Ketetapan tersebut disahkan dalam Sidang Umum Kedua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 15-22 Mei 1963 di Bandung.
MASA ORDE BARU
Setelah era Orde Lama berakhir dan berganti dengan rezim Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto selaku Presiden RI ke-2, aturan mengenai masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI kembali ke Pasal 7 UUD 1945.
Hanya saja, meskipun masa jabatan telah dibatasi selama 5 tahun di setiap periodenya menurut Pasal 7 UUD 1945, namun belum diatur mengenai batasan periode seseorang bisa menjabat sebagai Presiden.
Hal inilah yang membuat Soeharto dapat mempertahankan kekuasaan sebagai Presiden RI hingga 32 tahun, sebelum akhirnya lengser akibat gelombang Reformasi 1998.
MASA ORDE REFORMASI
Setelah Indonesia memasuki Orde Reformasi, amandemen UUD 1945 baru dilakukan yakni sebanyak empat kali oleh MPR, termasuk untuk Pasal 7 yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
Amandemen Pasal 7 UUD 1945 dilakukan pada Sidang Umum MPR tanggal 14-21 Oktober 1999. Hasilnya adalah adanya sedikit perubahan untuk Pasal 7 dan
beberapa tambahan yang meliputi Pasal 7A, 7B, dan 7C.
Setelah amandemen tersebut, jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya bisa dipegang selama 2 (dua) periode berturut-turut oleh seorang presiden yang sama.
Berikut ini isi Pasal 7 UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen, seperti dikutip dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-R) :
Sebelum Amandemen
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
Setelah Amandemen
Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.*)
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. ***)
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadiladilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. ***)
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. ***)
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat. ***)
Pasal 7C
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
PASAL 37 UUD 1945
ATURAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR
Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali. Perubahan terhadap UUD diatur dalam Pasal 37 UUD 1945.
Dalam sistem hukum di Indonesia, UUD 1945 berkedudukan sebagai hukum dasar tertulis paling tinggi sekaligus norma hukum tertinggi. UUD 1945 berisi aturan yang mengikat dan menjadi dasar dari peraturan perundang-undangan lain.
Isi Pasal 37 UUD 1945
Pasal 37 UUD 1945 secara umum membahas tentang perubahan UUD. Dalam pasal tersebut, UUD dapat diubah jika sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR.
Usul perubahan pasal dapat disampaikan dalam sidang MPR. Setiap usulan perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan. Usulan perubahan ini wajib disertai dengan alasan.
Perubahan dapat dilakukan terhadap pasal-pasal yang UUD 1945, kecuali pasal yang mengatur tentang bentuk negara. Berikut bunyi Pasal 37 UUD 1945:
Pasal 37
(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)
(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.****)
(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.**** )
(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.****)
(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.**** )
PERUBAHAN UUD 1945
UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan atau amandemen. Dikutip dari buku Super Lengkap UUD 1945 dan Amandemen oleh tim Educenter, tuntutan terhadap perubahan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh kekuasaan tertinggi yang masih berada di tangan MPR. Namun pada kenyataannya bukan di tangan rakyat dan kekuasaan presiden-lah yang sangat besar.
Perubahan UUD dilakukan pada era Reformasi yang berlangsung pada tahun 1999 hingga 2002. Pada waktu itu, perubahan UUD 1945 bertujuan untuk menyempurnakan atau memperbaiki aturan dasar sesuai kebutuhan bangsa.
Amandemen pertama dilakukan pada Sidang Umum MPR 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999. Lalu, amandemen UUD 1945 yang kedua dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2000 tanggal 7-18 Agustus 2000. Perubahan kedua UUD 1945 ditetapkan pada 18 Agustus 2000.
Sedangkan, amandemen UUD 1945 yang ketiga dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-9 November 2001. Perubahan ketiga terhadap UUD 1945 ditetapkan tanggal 9 November 2001. Terakhir, amandemen dilaksanakan pada Sidang Tahunan MPR 2001 tanggal 1-11 Agustus 2002.
Keterangan :
*) Perubahan Pertama
**) Perubahan Kedua
***) Perubahan Ketiga
OPINI DAN PENDAPAT JIKA JABATAN MASA PRESIDEN DIPERPANJANG
1. MENURUT JIMLY ASSHIDDIQIE
Jabatan Presiden Diperpanjang lewat Amendemen UUD 1945 Pengkhianatan terhadap Negara
Pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengatakan, amendemen UUD 1945 tidak masuk akal apabila dilakukan untuk kepentingan mengubah lamanya masa jabatan presiden. Sebab, perubahan UUD idealnya diperuntukkan bagi kepentingan besar dan jangka panjang.
Dia mencontohkan, amendemen UUD untuk menghidupkan kembali garis-garis besar halauan negara (GBHN). Apalagi untuk urusan kepentingan jangka pendek atau memperpanjang kepentingan sendiri. Tidak masuk akal dan tidak mungkin. Kalau dipaksakan bisa ribut. Karena itu berarti pengkhianatan kepada negara.
Kemudian, apabila dengan segala cara amendemen UUD 1945 dilakukan, Jimly mengingatkan potensi impeachment atau pemakzulan atas presiden.
Jimly pun memberikan pandangan jika presiden tetap mengeluarkan dekrit. Kondisi seperti itu pernah terjadi saat Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid menjabat.
Misalnya yang disampaikan oleh Yusril (Yusril Ihza Mahendra) yakni boleh bikin dekrit. Gus Dur pernah bikin dekrit. Dia diberhentikan gara-gara itu. Sebab, oleh MA, dinilai itu melanggar hukum. Hukum itu akhirnya di tangan hakim. Jadi kalau ini nanti dibawa ke pengadilan baik ke MK maupun MA itu pemaksaan perubahan konstitusi, apalagi misalnya memaksakan dengan dekrit artinya melanggar sumpah, melanggar konstitusi.
REVISI UU PEMILU DINILAI SULIT
Perpanjangan masa jabatan presiden juga sulit diakomodasi dengan revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Alasannya, saat ini revisi atas UU Pemilu tersebut sudah dikeluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas).
Tidak dibahas lagi. Lalu jadwal pemilu sudah ditetapkan 14 Februari 2024. Ini tinggal finishing bentar lagi. Saya sudah tanya kapan Peraturan KPU (PKPU) keluar ?
Kemungkinan akhir Maret 2022. Sebab tinggal menunggu rapat konsultasi (dengan DPR) sekali lagi setelah reses.
Tapi yang sudah disepakati adalah tahapan pemilu mulai 1 Agustus 2022 yakni saat pendaftaran peserta pemilu dan berakhir 20 Oktober 2024 saat pelantikan presiden (terpilih). Jimly menekankan hanya tinggal beberapa bulan saja menjelang 1 Agustus 2022. Dalam waktu beberapa bulan saja akan sulit bagi DPR untuk merevisi UU Pemilu yang sudah dikeluarkan dari prolegnas. Jika dipaksakan masuk, itu butuh waktu. Maka tidak mungkin juga mengubah UU. Sebab Maret PKPU sudah keluar, yang berarti tahapan pemilu dimulai. Itu sama artinya dengan pertandingan sudah dimulai dan tidak boleh lagi ada aturan yang berubah. Sebagaimana diketahui, wacana perpanjangan masa jabatan presiden telah disinggung oleh tiga ketua umum parpol koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Adapun wacana mengenai perpanjangan masa jabatan presiden embali ramai dibicarakan tahun lalu setelah Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengomentari isu terkait perpanjangan masa jabatan presiden pada 2021 lalu.
Setelahnya, tiga ketua umum parpol koalisi yakni Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan juga menyampaikan hal serupa kepada publik. Isu perpanjangan masa jabatan presiden itu berujung pada wacana Presiden Jokowi tiga periode. Dengan adanya usulan perpanjangan itu maka pelaksanaan pemilu berikutnya, yakni 2024 juga diusulkan ditunda terlebih dulu. Namun, Jokowi pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena menyalahi konstitusi. Sebab, UUD 1945 mengatur, kekuasaan hanya bisa dipegang maksimal selama dua periode untuk orang yang sama. Dalam pertanyataan terbarunya, Presiden Jokowi menyatakan bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.
Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi.
Kendati demikian, sikap Jokowi kali ini tak sekeras pernyataannya sebelumnya. Kali ini, dia menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.
Namun, sekali lagi, Jokowi menegaskan bakal tunduk dan patuh pada konstitusi.
Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi.
2. AMANDEMEN UUD CELAH PERPANJANGAN MASA JABATAN PRESIDEN
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, perpanjangan masa jabatan presiden melebihi dua periode merupakan hal yang inkonstitusional. Sebab, Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tegas menyebutkan, presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan hanya bisa diperpanjang satu kali.
Namun, wacana mengubah atau mengamandemen UUD 1945 muncul dengan berbagai alasan di luar soal masa jabatan presiden dari sejumlah partai politik. Menurut peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, amandemen konstitusi ini dapat menjadi pintu perpanjangan masa jabatan presiden. Meskipun tidak langsung kepada masa jabatan presiden. Masuk melalui pintu usulan-usulan di aspek yang lain.
Misalnya, merevisi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), penataan kewenangan lembaga negara, dan isu lainnya yang diusulkan melalui proses amandemen UUD 1945. Jika amandemen konstitusi dibuka, bisa saja ada usulan menambah masa jabatan presiden.
Upaya membuat masa jabatan presiden menjadi tiga periode bertentangan dengan semangat reformasi. Sebab, fokus reformasi salah satunya membatasi masa jabatan agar tidak dipimpin satu aktor politik. Kita kan punya pengalaman yang sangat cukup bagaimana kemudian masa jabatan presiden itu dipegang oleh satu orang dalam jangka waktu yang sangat lama selama Orde Baru 32 tahun. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menambahkan, masa jabatan presiden dibatasi agar yang bersangkutan tidak terjebak menjadi otoriter. Hal ini merupakan amanat Pasal 7 UUD 1945 yang menjadi jantung reformasi. Salah satu pasal jantung reformasi konstitusi pada Pasal 7 itu, memberikan batasan kepada presiden agar presiden tidak terjebak pada otoritarianisme dan menjadi seperti raja. Penolakan jika Pasal 7 tersebut dimaknai agar masa jabatan diperpanjang lebih dari dua periode ketika presiden saat ini mampu menggabungkan polarisasi warga negara. Justru presiden harus mampu memberikan yang terbaik warga negara ketika masa jabatannya akan berakhir. Dalam Pasal 7 UUD 1945 merupakan aturan main yang harus ditegakkan, itu pun dengan sejumlah batasan dalam sistem kekuasaan presiden. Dengan demikian, masa jabatan presiden tidak bisa diperpanjang lebih dari dua periode hanya karena presiden saat ini dinilai baik. Jadi aturan main konstitusionalnya sudah jelas, soal rakaat dalam sistem presidensial itu lima tahun dua kali periode. Jangan kemudian karena dia baik lalu kemudian dia diperpanjang.
3. SYARAT AMANDEMEN UUD 1945 UNTUK MENGUBAH MASA JABATAN PRESIDEN
Wacana penundaan Pemilu 2024 yang digulirkan sejumlah pimpinan partai pendukung pemerintah menuai kritik. Para pakar menyebut, penundaan pemilu berarti pula perpanjangan masa jabatan presiden dan parlemen serta pula kepala daerah.
Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana menyebut, usul penundaan Pemilu tersebut melanggar konstitusi. Pasal 22E UUD 1945 mengatur, pemilu diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Jadi, ini nyata-nyata adalah potret pelanggaran konstitusi yang berjamaah yang didasari pada dahaga atas kekuasaan semata.
Mengutip laporan Majalah Tempo pada 19 Juni 2021, sejak tahun lalu, ada dua skenario yang diduga telah disiapkan untuk mengegolkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden melalui amandemen konstitusi. Pertama, membuka peluang periode ketiga selama lima tahun melalui pemilu. Sedangkan skenario kedua adalah memperpanjang masa jabatan presiden maksimal tiga tahun.
Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan mengaku mendengar kabar perpanjangan masa jabatan presiden serta para legislator. Saya dengar itu, tapi baru nonformal. Perpanjangannya bukan lima tahun, tapi dua atau beberapa tahun.
Skenario apa pun yang dipilih, tetap membutuhkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Pasal 37 UUD 1945, usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal yang sama mengatur, untuk mengubah pasal-pasal UUD 1945, Sidang MPR dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dari 575 anggota DPR saat ini, lebih dari 400 orang di antaranya berasal dari koalisi pemerintah. Angka ini sudah jauh melebihi dari 50 persen plus satu.
Namun sejauh ini, tidak semua partai pendukung pemerintah kompak mendukung wacana penundaan pemilu 2024. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pemilik kursi terbanyak di parlemen menyatakan menolak wacana tersebut. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto lewat keterangannya meminta para elit politik taat pada konstitusi serta tidak mengkhianati semangat reformasi yang telah mengamanatkan pembatasan masa jabatan presiden. PDIP, tidak melihat urgensi pemilu harus ditunda. Praktik kekuasaan fokus saja pada upaya mengatasi berbagai dampak pandemi Covid-19. Ini lebih penting daripada berimajinasi tentang penundaan Pemilu.
4. BAHAYA MASA JABATAN PRESIDEN DIPERPANJANG (PEMERINTAH KORUP DAN OTORITER)
Pakar politik dari Univesitas Indonesia, Reza Hariyadi, mengatakan munculnya wacana soal perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi, dinilai dapat merusak tatanan demokrasi di Indonesia. Menurut dia, langkah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan aspirasi petani Sawit di Riau agar periode Presiden Jokowi diperpanjang mengikuti Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar yang mengusulkan penundaan Pemilu.
Jika, sampai terjadi perpanjangan masa Presiden bakal merusak tatanan demokrasi yang sudah dibangun. Menurut Reza, seharusnya Airlangga memberikan edukasi soal konstitusi kepada para petani berkaitan dengan masa jabatan presiden, bukan malah menjanjikan akan membahasnya.
Pembatasan masa jabatan presiden harus dilakukan untuk menjaga sistem demokrasi agar berjalan sesuai konstitusi dan mencegah pemerintahan yang otoriter dan korup.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kata dia, mengatur masa jabatan presiden hanya lima tahun dalam satu periode. Jabatan tersebut bisa diperpanjang hanya dengan tambahan satu periode lagi. Sebelumnya, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin juga mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda selama satu atau dua tahun. Wakil Ketua DPR itu menyebut usulan terlintas olehnya usai menerima pelaku usaha mikro, pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan di Ruang Delegasi DPR, Nusantara III, Jakarta, Rabu, 23 Februari 2022. Saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun. Usulan ini nanti akan saya sampaikan ke pimpinan-pimpinan partai dan presiden.
Para pelaku usaha dan ekonom memprediksi Indonesia akan mengalami momentum perbaikan ekonomi usai dua tahun pandemi Covid-19. Menurut Muhaimin, momentum tersebut tidak boleh terganggu dengan adanya pesta politik. Namun, usulan Muhaimin ini mendapat penolakan dari partai oposisi seperti PKS dan Demokrat. Bahkan, PDI Perjuangan selaku pengusung Jokowi juga menolak usulan tersebut. Mereka khawatir perpanjangan masa jabatan bakal menimbulkan instabilitas iklim politik di Indonesia.
5. PENAMBAHAN MASA JABATAN PRESIDEN LEBIH SERING BERDAMPAK NEGATIF DAN BERPOTENSI PADA PENYALAHGUNAAN WEWENANG DAN KEKUASAAN
Pro-kontra perubahan masa jabatan maksimal presiden memanas setelah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Arsul Sani mengangkat isu ini kepada media pada 21 November 2021.
Wacana perubahan yang muncul antara lain adalah dari dua kali masa jabatan masing-masing lima tahun (2 x 5 tahun) menjadi 3 x 5 tahun atau 1 x 8 tahun.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyebut bahwa usulan ini berasal dari Fraksi Nasdem. Namun, Nasdem membantah dan menyatakan bahwa mereka hanya meneruskan aspirasi publik.
Ketua MPR Bambang Soesatyo juga menyebutkan bahwa perubahan jabatan presiden ini bukan berasal dari MPR namun berasal dari aspirasi masyarakat.
Rakyat agaknya telah menjadi kambing hitam dari pernyataan pejabat publik. Padahal wacana ini bergulir tanpa adanya kajian mendalam.
Penambahan periode jabatan presiden ini juga tidak relevan dengan nilai-nilai demokrasi, karena memperbesar potensi penyalahgunaan kekuasaan melalui praktik-praktik oligarki bahkan otoritarianisme.
6. WACANA JABATAN PRESIDEN JOKOWI DIPERPANJANG MENURUT TATA CARA AMENDEMEN UUD 1945
Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 kembali menghangat setelah bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi pemerintah. Isu makin melebar adanya pembahasan mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Sebenarnya, amendemen UUD 1945 merupakan rekomendasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2014-2019. Mereka menjanjikan sifatnya terbatas hanya membahas pokok-pokok haluan negara (PPHN).
Akan tetapi, hal itu meredup setelah banyak penolakan, terlebih adanya isu masa jabatan presiden akan ditambah. Kini, hal tersebut muncul kembali.
Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa secara konstitusi, UUD 1945 bisa diubah. Ini mengacu pada pasal 37. Ini karena konstitusi negara beda dengan kitab suci yang tidak bisa diubah.
Pasal 37 UUD 1945 memaparkan mekanisme perubahan konstitusi. Anggota MPR yang terdiri atas anggota DPR dan DPR mengusulkan agenda amendemen.
Pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat dijadwalkan apabila dilakukan minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Untuk mengubah pasal-pasal, sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR. Putusannya, hanya dapat dilakukan dengan persetujuan 50 persen ditambah 1 dari seluruh anggota MPR.
KEKUATAN PARPOL PENDUKUNG
Bergabungnya PAN ke koalisi parpol pendukung Jokowi, maka menggenapkan kekuatan partai pendukung pemerintah menjadi 471 kursi atau 82 persen di DPR.
Sedangkan, PKS dan Demokrat hanya memiliki kekuatan 104 kursi atau 18 persen meski Indonesia tidak mengenal istilah oposisi dalam sistem ketatanegaraannya yang presidensil.
Partai pendukung pemerintah: PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, PAN, dan PPP menguasai 471 dari 575 kursi di DPR setelah ditambah 44 kursi dari PAN. Sebelumnya, kekuatan parpol pemerintah di DPR hanya 427 kursi atau 74,2 persen sebelum PAN bergabung.
Dengan demikian, total kursi kursi milik parpol koalisi pendukung pemerintah kini sebanyak 471, sedangkan kuorum untuk sebuah amendemen adalah 474 dari 711 anggota MPR atau dua petiga dari jumlah anggota.
Sebagai catatan, anggota MPR berjumlah 711 orang yang terdiri dari 575 anggota DPR ditambah 136 anggota DPD yang terdiri dari masing-masing empat anggota dari 34 provinsi yang ada saat ini.
Maka, dengan perhitungan itu, pemerintah tidak akan kesulitan untuk mengegolkan agenda amendeman di MPR, kalau memang punya niat.
Meski usulan amendemen tersebut belum muncul secara resmi, namun dari wacana yang ada setidaknya ada sejumlah usulan yang mengemuka.
Pertama, penambahan masa jabatan presiden dari dua kali, masing-masing lima tahun, menjadi tiga kali. Dengan demikian Presiden Jokowi berpeluang menambah masa jabatan satu perode lagi hingga 2029 dari yang seharusnya berkahir pada 2024.
Kedua, penambahan masa jabatan presiden dari lima tahun menjadi tujuh tahun, namun dibatasi hanya untuk dua periode paling lama. Dengan demikian, Presiden Jokowi berpeluang menamah masa jabatan dua tahun lagi setelah 2024 karena masa jabatan kedua menjadi tujuh tahun.
Kendati demikian, dari sejumlah kalangan, terutama purnawirawan TNI, ada pula usulan agar masa jabatan presiden dikembalikan ke UUD 1945 sebelum amendemen.
Artinya, presiden menjabat satu periode lima tahun dan dapat dipilih kembali atas persetujuan MPR seperti pada era Orde Baru.
Untuk yang terakhir ini mungkin agak berat dilakukan karena harus mengubah konstruksi ketatanegaraan dan Lembaga negara karena harus mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara
7. DAMPAK PANJANGNYA JABATAN
Bill Gelfeld, professor Hubungan Internasional di Universidad San Francisco de Quito, Ecuador, dalam disertasinya yang berjudul Preventing Deviations from Presidential Term Limits in Low and Middle Income Democracies, menyebutkan bahwa alih-alih membawa kemajuan, studi di berbagai negara menunjukkan bagaimana penyimpangan terhadap masa jabatan presiden justru berdampak negatif.
Pada enam negara pecahan Soviet, yakni Kazakstan, Uzbekistan, Azerbaijan, Turkmenistan, Rusia, dan Tajikistan, ia mencatat, misalnya, Pendapatan Domestik Bruto per kapita menurun dua tahun setelah masa jabatan presiden diperpanjang.
Ia juga mencatat aspek hak politik mengalami kemunduran setelah empat tahun perpanjangan masa jabatan presiden dan aspek kebebasan sipil mengalami kemunduran setelah 5-10 tahun.
Petahana memang cenderung tergoda untuk memperpanjang masa kekuasaannya. Di seluruh dunia, upaya-upaya serupa juga berlangsung dan diusulkan oleh kelompok mayoritas.
Keinginan petahana untuk memperpanjang masa kekuasaan ini muncul karena mereka memiliki sumber daya yang dikumpulkan selama menjabat, sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk memenangkan pemilu berikutnya.
Di Cina, pada Maret 2018 Kongres Rakyat Nasional sepakat untuk menghapus masa jabatan presiden. Berdasarkan keputusan ini maka Xi Jinping menjadi presiden seumur hidup.
Masih pada tahun 2018, Vladimir Putin di Rusia juga memenangkan pemilu untuk keempat kalinya setelah mengubah konstitusi.
Beberapa negara berhaluan sosialis/komunis seperti Kuba dan Korea Utara juga mempraktikkan masa jabatan presiden tak terbatas.
Di Amerika Selatan, Bolivia telah mengubah masa jabatan presiden dari sebelumnya maksimal tiga periode menjadi empat periode. Perubahan konstitusi ini menjadi alat Evo Morales untuk bertarung kembali pada pemilihan presiden 2019. Namun berbeda dengan keberhasilan pemimpin sosialis lain, kekuatan rakyat dan militer bekerjasama mengagalkan Morales karena kecurangan pemilu.
Otak-atik batasan masa jabatan ini meski terjadi pada negara-negara sosialis, namun lebih banyak terjadi di negara-negara yang secara ekonomi lemah seperti negara-negara Afrika, dibandingkan pada negara dengan ekonomi maju.
Negara-negara di Afrika seperti Burundi, Rwanda, Togo, Republik Kongo, Sudan, Eritrea, dan Republik Demokratik Kongo juga mengubah batasan masa jabatan presiden mereka.
Bahkan, negara-negara seperti Ethiopia, Gambia, Lesotho, dan Maroko tidak pernah memperkenalkan batasan masa jabatan presiden.
DALAM SEJARAH INDONESIA
Kekhawatiran akan otoritarianisme melatarbelakangi pembatasan masa jabatan presiden Indonesia. Rakyat Indonesia memiliki trauma kolektif kepemimpinan absolut kepala negara di masa Orde Lama dan Orde Baru.
Presiden Sukarno pernah mengangkat diri sebagai presiden seumur hidup, sedangkan Soeharto memanfaatkan Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebelum amandemen yang berbunyi Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Karena tidak adanya batasan pada pasal ini, Soeharto terpilih hingga enam periode.
Praktik otoritarianisme Orde Baru inilah yang mendasari pentingnya membatasi masa jabatan presiden melalui amandemen pertama UUD 1945 pada 1999.
Patut dicatat, bahwa wacana ini tidaklah muncul di awal kepemimpinan Presiden Joko Jokowi Widodo pada 2014, namun muncul pada periode kedua ketika mayoritas parlemen telah dikuasai terlepas bahwa Jokowi menolak usulan ini.
Wacana yang sama pernah muncul di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada periode kedua, ketika ia berhasil membangun koalisi dengan mayoritas parlemen, usulan tiga periode juga sempat muncul.
Baik pada masa SBY maupun Jokowi, dapat kita simpulkan bahwa konsolidasi elite politik berpotensi memunculkan kebijakan yang berbahaya bagi demokrasi.
Secara normatif, praktik pembatasan masa jabatan presiden memiliki peran untuk menstabilkan politik dan memfasilitasi pembangunan demokrasi. Singkatnya, praktik ini menawarkan penangkal untuk masalah yang mengarah pada otoritarianisme.
Di Indonesia, memori terhadap kesewenang-wenangan Orde Lama dan Orde Baru belum juga hilang, sehingga upaya-upaya memperpanjang masa jabatan presiden justru mencederai reformasi.
Apalagi studi Gelfeld juga telah menyebutkan bahwa perpanjangan masa jabatan presiden tidak berhubungan dengan kemajuan suatu negara.
Usulan perpanjangan masa jabatan presiden, dapat dianggap sebagai jalan memuluskan penguatan oligarki semata, yang secara jangka panjang dapat mengancam kelestarian demokrasi.
Sebagai suatu sistem yang dinamis, demokrasi menggantungkan harapan pada aktor utama yaitu masyarakat sipil. Maka para aktor masyarakat sipil harus berperan mengamankan demokrasi melalui kontrol politik yang berkelanjutan, agar potensi penyelewengan demokrasi semacam ini dapat dihindari.
DAMPAK NEGATIF JIKA MASA JABATAN PRESIDEN 3 PERIODE
Menurut Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara dan pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, mengatakan ada 2 dampak negatif jika masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode.
Isu penambahan masa jabatan presiden mencuat beberapa pekan ini seiring rencana MPR melakukan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Meski demikian, MPR menyangkal dan memastikan pembahasan amandemen UUD 1945 hanya terbatas pada rencana penerapan lagi haluan negara yang bernama Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Presiden RI Joko Widodo pun menyatakan tak memiliki niat untuk menambah masa jabatan menjadi 3 periode.
Namun, rencana amandemen UUD 1945 mesti tetap dikawal dan dikritisi karena tidak menutup kemungkinan penambahan periode masa jabatan presiden akan ikut dibahas. Tidak ada yang bisa menjamin penambahan periode masa jabatan presiden tidak akan dibahas saat pembahasan amandemen UUD 1945.
Karena PPHN itu tidak ada manfaatnya sama sekali selain nostalgia zaman dahulu.
Jadi wajar kalau muncul kecurigaan pembahasan PPHN itu dijadikan semacam kuda troya untuk menutupi rencana sebenarnya.
Setidaknya ada 2 dampak negatif andai seseorang atau sekelompok orang memegang kekuasaan terlalu lama :
1. Pertama, kekuasaan rentan penyelewengan. Kalau seseorang, atau sekelompok, kita jangan hanya bayangkan Jokowi, tapi juga orang-orang di sekitarnya akan bertahan terlalu lama. Itu biasanya akan akan muncul penyalahgunaan kekuasaan, 15 tahun itu waktu yang sangat lama untuk sebuah pemerintahan.
2. Kedua, menghambat regenerasi kepemimpinan. Kita tentu butuh gagasan dan terobosan baru dari pemimpin baru. Kalau ditambah jadi 15 tahun, antrenya lebih lama.
Padahal banyak sekali calon-calon pemimpin yang potensial. Jadi bangsa kita akan rugi karena kita akan dipimpin orang-orang lama terus.