ETIKA POLITIK
Pemilu adalah entitas demokrasi dan seyogyanya masyarakat harus mampu menggunakannya dengan baik. Kedaulatan negara ada di tangan rakyat. Artinya tdak ada kepentingan yang lebih besar dalam suatu negara selain kepentingan rakyat itu sendiri. Dengan kedaulatan itu, rakyat memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan siapa yang diamanahi untuk mengelola negara ini. Penyerahan amanah itulah dilakukan melalui mekanisme pemilu.
Rakyat harus sadar betul bahwa pemilu sebagai bagian dari demokrasi ini diselengarakan untuk mencari solusi bukan untuk ajang perebutan kekuasaan belaka. Jika pendekatannya hanya untuk mencari kekuasaan, sudah pasti hanya akan menimbulkan perpecahan. Harus dipahami bahwa sebenarnya semangat demokrasi juga adalah semangat berbagi. Jangan sampai hanya karena semata-mata mencari pemimpin malah mengantarkan ke perpecahan. Kadangkala ada hal yang kurang baik di tengah masyarakat yang harus kita hindari. Misalnya saja, kecenderungan untuk memusuhi orang yang tidak satu pilihan. Tetangga tidak mau lagi berbicara dan saling sapa karena beda pilihan politik. Sebagai bangsa yang dewasa ini sudah bukan lagi masanya memilih dengan fanatisme buta. Menyukai atau memilih pemimpin boleh saja, tapi jangan sampai menjadikan kita memusuhi orang-orang yang berbeda pilihan.
Kunci dari semua ini sebenarnya adalah etika. Berpolitik pun harus menggunakan etika. Sayangnya hari ini sudah mulai ditinggalkan. Etika berpolitik harus dikedepankan untuk menunjukkan kedewasaan kita dalam berpolitik. Sebagai orang yang hidup bersama-sama, ada kalanya kita satu pilihan dan ada kalanya kita berbeda pilihan dan itu merupakan hal yang wajar dalam suatu demokrasi jadi perbedaan itu jangan diartikan permusuhan namun perbedaan jadikanlah khazanah kebhinekaan bangsa Indonesia. Kita harus bisa saling menghormati. Yang sama pun jangan saling membangun kekuatan untuk melawan yang lain. Orang yang tidak beretika, termasuk dalam berpolitik biasanya terjada karena hawa nafsu berlebihan yang kurang bisa dikendalikan. Semakin baik semua yang terlibat dapat menjaga etikanya, semakin kuat seseorang akan memiliki rasa kasih sayang. Ini penting dibangun untuk kedewasaan kita semua dalam segala sendi kehidupan.
Demokrasi di Indonesia salah satunya diimplementasikan melalui Pemilu yang dilaksanakan menurut UU setiap 5 (lima) tahun sekali, masyarakat dituntut cerdas dalam memilih wakil-wakilnya agar anggota DPD, DPR RI, DPR PROPINSI, DPRD KOTA/KABUPATEN serta Presiden dan Wakil Presiden yang menjadi pilihan masyarakat memiliki kompetensi serta dapat diandalkan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam Pemilu sangat menentukan legalitas penyelenggaraan Pemilu. Partisipasi masyarakat dalam Pemilu perlu terus ditingkatkan karena merupakan salah satu indikator tingkat kesadaran masyarakat dalam politik (melek politik). Upaya untuk meningkatkan kesadaran politik sehingga menumbuhkan kedewasaan politik perlu dilaksanakan secara terus menerus melalui sosialisasi, diskusi maupun simulasi terkait dengan pelaksanaan Pemilu. Dengan tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih mencerminkan tingkat pemahaman politik yang baik sekaligus kuatnya legalitas Pemilu. Selanjutnya, saya berharap agar para peserta dapat memanfaatkan forum ini sebaik mungkin guna menambah pemahaman mengenai etika dan budaya politik sehingga dapat meningkatkan partisipasi politik dalam rangka menentukan masa depan kehidupan negara mencapai kesejahteraan rakyat.
Membangun etika dan budaya politik merupakan tujuan pendidikan politik adalah untuk memberikan pedoman kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk mengembangkan bakat, kemampuan dan kemandirian serta kedewasaan dan pencapaian prestasi dalam penyelenggaraan kehidupan politik dan kenegaraan dan untuk meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kelompok sasaran dalam penyelenggaraan pendidikan politik juga meliputi lembaga nirlaba, partai politik, partai politik lokasl, lembaga atau instansi vertikal di daerah dan ormas/masyarakat umum. Pentingnya pemahaman etika dan budaya politik dikarenakan beberapa hal antara lain belum optimalnya implementasi budaya politik demokratis berdasarkan pancasila, masih terdapatnya fanatisme kedaerahan yang sempit (premodalisme), masih lemahnya penghayatan kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih kurangnya sikap keteladanan dalam berprilaku dan merosotnya nilai-nilai kebangsaan. Etika merupakan kemampuan membedakan tindakan baik dan buruk yang berasal dari kesadaran nilai moral (suasana bathin yang terdapat dalam individu).
Syarat-syarat menjadi pemilih yang tercantum dalam Undang-undang no 7 tahun 2017 tentang pemiluhan umum antara lain :
1. Warga Negara Indonesia.
2. Berumur 17 tahun atau lebih.
3. Sudah kawin atau sudah pernah kawin.
Bahwa sudah tiba saatnya masyarakat untuk memilih dan menyalurkan aspirasi berazaskan LUBER JURDIL bersama-sama mensukseskan pemilu serentak tahun 2024 mendatang.
Menciptakan Pemilu, Pilpres, Pileg, Pilkada yang Berkualitas yang dalam paparannya beliau menyampaikan tugas dan wewenang dari Bawaslu yang meliputi pencegahan, pengawasan dan penindakan. Penerapan strategi pengawasan meliputi :
1. Menentukan fokus dan strategi pengawasan
2. Pengawasan langsung
3. Koordinasi dan konsolidasi pemangku kepentingan
4. Melakukan investigasi
5. Pengawasan partisipatif
6. Pemetaan kerawanan
7. Pengawasan lain yaitu pelaksanaan kampanye dan debat publik seperti pelaksanaan pertemuan terbatas, tatap muka dan dialog, penyebaran bahan kampanye, pemasangan APK dan Debat publik/debat terbuka bagi calon (Partai Pemilu, Pilpres, Caleg : DPD - DPR RI - DPRD I - DPRD II, Pilkada). Aturan Pilkada jelas bahan kampanye yang diperbolehkan yaitu sesuai desain (minimal memuat visi, misi, dan program), sesuai ukuran, nilai paling tinggi Rp 25.000 dan tidak dipasang di tempat yang dilarang UU (contoh : tempat pendidikan, fasilitas pemerintah, RS, dan tempat ibadah). Dan perlu diingat ada tempat-tempat yang dilarang untuk dilaksanakan adalah dilaksanakan di fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan (Pasal 69 huruf (i) UU 10/2016).
SELAYANG PANDANG ETIKA POLITIK MENURUT WIKIPEDIA
Etika politik adalah praktik pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan kepada Akhlak ilmu tentang adat dan budaya kebiasaan untuk mengatur tingkah laku manusia dengan Allah Tuhan YME dan Alam semesta. Etika dan moral mengandung kesamaan menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan. Etika sendiri sering disamakan dengan moral. Sebenarnya etika merupakan cabang dari filsafat yang di dalamnya mencakup filsafat moral atau pembenaran-pembenaran filosofis. Etika dan moral memiliki perbedaan dari segi perspektif dan esensi pengertiannya. Moral merupakan ajaran tentang perilaku baik dan buruk yang berperan sebagai panduan bertindak manusia. Sementara etika adalah cabang filsafat yang menyoroti, menganalisis dan mengevaluasi ajaran-ajaran tersebut, tanpa perlu mengajukan sendiri tentang ajaran yang baik dan buruk.
HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN ETIKA POLITIK
1. Etika politik melingkupi filsafat dan etika. Tindakan politik di dalam etika politik dinilai menggunakan filsafat politik dengan berdasarkan pada kebaikan dan keburukan yang ditimbulkannya. Etika politik merupakan salah satu jenis dari etika sosial. Fungsi dari etika politik adalah sebagai salah satu pengatur keseimbangan di dalam pemisahaan kekuasaan antara lembaga legislatif dan eksekutif. Etika politik dikatakan mengambil peran dalam budaya politik jika memiliki kemampuan untuk mengendalikan lembaga-lembaga dan mekanisme politik. Manfaat dari etika politik adalah terjaganya pergaulan politik yang bersifat harmonis.
2. Etika politik bertujuan untuk mempertahankan prinsip-prinsip moral yang digunakan untuk mengatur politik di dalam masyarakat. Tujuan etika politik berkaitan dengan cara pertanggungjawaban politikus terhadap tindakan politiknya dan legitimasi moral. Etika politik juga bertujuan memberikan aturan-aturan dalam pemberian pengakuan wewenang agar tetap sesuai dengan kehidupan masyarakat.
3. Etika adalah nilai-nilai moral yang menjadi pedoman bagi manusia dalam menentukan mana yang baik dan buruk. Dalam konteks perpolitikan masa kini, etika merupakan pedoman bagi para politikus dan penyelenggara negara untuk melakukan hal-hal yang baik dan menjauhi yang buruk. Etika politik juga dapat dijadikan sarana untuk merefleksikan kualitas moral para politikus dan penyelenggara negara. Dengan demikian, pemerintah dan politikus dapat menciptakan program kebijakan yang berpihak pada rakyat demi mencapai kesejahteraan bersama. Selain itu, etika politik perlu dimiliki oleh pemerintah dan politikus agar terhindar dari sikap mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.
4. Etika politik adalah hal yang paling penting dan dibutuhkan dalam setiap kondisi, baik itu dalam kondisi normal, tertib, tenang maupun kacau. Dalam kondisi kacau, etika politik akan menumbuhkan mekanisme berbicara dengan otoritas, atau dengan kata lain, betapa pun kasar dan tidak santunnya suatu politik, setiap tindakannya tetap membutuhkan legitimasi.
Dalam sudut pandang etika politik, dimensi politis manusia dapat dilihat berdasarkan tiga hal, yaitu manusia sebagai makhluk sosial, dimensi kesosialan dan dimensi politis kehidupan manusia.
5. Manusia sebagai makhluk sosial diejawantahkan dalam bentuk kesepadanan dalam kebebasan bertindak menurut keinginannya sendiri. Namun, tindakan ini akan lebih berarti ketika dilakukan di tengah-tengah manusia lain karena eksistensi dan perkembangan seorang manusia bergantung pada eksistensi manusia lainnya.
6. Dimensi kesosialan dapat berarti bahwa seseorang menemukan jati dirinya ketika bersama orang lain. Sementara dimensi politis kehidupan manusia adalah fungsi pengatur kerangka kehidupan masyarakat, baik secara normatif maupun efektif.
Di dalam suatu bangsa, etika politik merupakan salah satu etika yang membentuk kehidupan berbangsa.
7. Etika politik mengkaji tentang tanggung jawab manusia sebagai warga negara sekaligus sebagai manusia. Ruang lingkup etika politik terbatas pada teori-teori yang membahas tentang cara yang bertanggung jawab dalam kegiatan legitimasi politik. Etika politik tidak dibangun melalui prasangka dan emosi yang bersifat apriori. Prinsip pembentukan etika politik ialah argumentasi yang rasional dengan sudut pandang yang objektif. Etika politik juga tidak turut serta dalam kajian politik praktis, tetapi hanya memberikan penilaian objektif terhadap permasalahan ideologi politik.
8. Tujuan akhir dari setiap tindakan manusia berkaitan dengan etika politik dan moral. Ukuran yang digunakan dalam etika politik adalah moral. Peran moral adalah menentukan nilai dari suatu tindakan politik termasuk etis atau tidak etis. Suatu tindakan politik dikatakan etis ketika terdapat sikap toleransi, menghargai perbedaan pendapat, dan mengutamakan kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan golongan atau egoisme.
9. Prinsip subsidiaritas merupakan salah satu prinsip etika politik yang mengharuskan segala urusan politik untuk dikelola oleh kekuasaan politik yang lebih rendah. Kekuatan politik atau pemerintah dengan kekuasaan yang lebih tinggi tidak harus ikut serta dalam menangani urusan politik. Prinsip ini umumnya diwujudkan dalam delegasi kekuasaan politik melalui desentralisasi. Tujuan dari prinsip subsidiaritas adalah pembagian kekuasaan politik. Pembagian kekuasaan ini akan mempermudah pemerintah dalam memenuhi kepentingan masyarakat khususnya pada pelayanan publik.
10. Prinsip pluralisme menandakan adanya kesediaan untuk menerima pluralitas (keberagaman), yang artinya hidup secara toleran bersama masyarakat yang berbeda suku, golongan, agama, adat dan pandangan hidup.
Pluralisme sebagai salah satu prinsip dasar dari etika politik merupakan hakikat tertinggi dalam praktik demokrasi, di mana negara tidak akan bersikap totaliter. Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti negara memberikan ruang untuk menyalurkan kekuasaannya, baik melalui partai politik maupun non partai politik. Dalam pluralisme politik, nilai demokrasi disandarkan pada keragaman kepentingan dan penyebaran kekuasaan atau biasa dikenal sebagai distribution of power.11. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dan kebebasan dasar bagi semua orang, tanpa memandang kebangsaan, jenis kelamin, etnis, ras, agama, bahasa atau status lainnya. HAM mencakup hak sipil dan politik (hak hidup, kebebasan berekspresi), hak sosial, budaya dan ekonomi (hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan dan pekerjaan yang layak).
Prinsip HAM dalam etika politik juga berkaitan erat dengan partisipasi politik atau hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik yang memiliki empat dimensi, yaitu partisipasi dalam pemilu, partisipasi dalam konteks nonpemilu, hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik di tingkat internasional, teknologi informasi dan komunikasi untuk memperkuat partisipasi yang setara dan bermakna.
12. Sesuai definisinya, prinsip demokrasi memungkinkan seluruh rakyat di suatu negara ikut berpartisipasi dalam memerintah tetapi melalui lembaga atau perantaraan wakilnya. Prinsip demokrasi juga berarti mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
13. Negara yang mampu menumbuhkan kepercayaan rakyat dan mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan menumbuhkan etika sosial politik yang kuat pula. Tanpa adanya keadilan sosial, negara akan mengalami krisis kepercayaan publik dan bisa berkembang menjadi krisis lainnya.
Berbicara tentang keadilan sosial tentu tidak lepas dari adanya kesetaraan, terutama kesetaraan yang menyangkut hak-hak rakyat sebagai warga negara, seperti kesetaraan dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan, kesempatan untuk menduduki jabatan di suatu otoritas dan sebagainya.
14. Legitimasi kekuasaan politik.
Kekuasaan politik dapat memperoleh legitimasi politik dengan mematuhi etika politik. Dalam membentuk kekuasaan politik, etika poltik mempunyai dua peran yaitu sebagai filsafat moral dan sebagai tata krama. Sebagai filsafat moral, etika politik mengatur bagaimana aspek politik yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Sementara sebagai tata krama, etika politik menjadi acuan moral dalam sifat segala tindakan politik yang dilakukan oleh manusia.
15. Pencegahan konflik.
Etika politik dapat menjadi alat pencegahan konflik di dalam masyarakat jika dibangun atas dasar nilai kebangsaan. Peran nilai kebangsaan adalah sebagai alat pengendali terhadap individu di dalam masyarakat dan individu yang diberikan hak kepemimpinan. Pengendalian dari nilai kebangsaan berbentuk pengendalian atas tanggung jawab pemimpin dan masyarakat sebagai warga negara.
16. Pluralisme di dalam suatu negara digunakan untuk menyatukan berbagai kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan dalam bidang teologi, historiologi maupun sosiologi. Etika politik dapat membentuk pluralisme jika disertai dengan etika sosial. Sebaliknya, krisis ekonomi yang tidak disertai dengan etika politik akan menghasilkan pemberontakan dan perlawanan dari warga negara terhadap negaranya.
17. Etika politik Pancasila.
Sebagai sistem etika, Pancasila seyogianya mampu menjadi norma umum nasional dan prinsip utama, baik bagi penyelenggara negara, partai politik, elite politik dan masyarakat sebagai subjek politik. Sistem ini seharusnya menjadi rambu-rambu bagi perilaku para politisi dan masyarakat secara umum karena masing-masing memiliki kewajiban moral dan kontribusi yang sama demi terciptanya kualitas demokrasi yang bermartabat, demokratis dan manusiawi.
Pancasila juga tidak dapat dipisahkan dari politik karena ia merupakan panduan bagi para elite dan masyarakat dalam berpolitik secara santun, baik, berakhlak mulia dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Sebagai panduan dalam berpolitik, para insan Indonesia harus mampu mengejawantahkan etika-etika politik yang terkandung di dalam Pancasila.
Etika politik Pancasila sendiri sebenarnya merupakan percabangan dari filsafat politik Pancasila sehingga baik buruknya suatu perbuatan maupun perilaku politik akan dipandang menggunakan dasar filsafat politik Pancasila.
Masalah etika, khususnya etika politik Pancasila, sangat berhubungan dengan sila kedua dan dijiwai oleh keempat sila Pancasila lainnya. Oleh karena itu, etika politik Pancasila dapat diartikan sebagai perbuatan atau perilaku politik yang selaras dengan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan dijiwai oleh sila ketiga, keempat, kelima dan pertama. Hubungan antara kelima sila Pancasila mengenai dimensi politik Indonesia dapat dikemukakan dalam rintisan etika politik Pancasila sebagai berikut.
Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia mengakui bahwa nilai-nilai agama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di ranah publik, termasuk politik. Namun, tidak eksklusif hanya diambil dari nilai-nilai satu agama.
Berdasarkan sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, politik di Indonesia harus dijalankan dengan semangat keadaban dalam kerangka masyarakat madani yang berlandaskan pada kebebasan dan supremasi hukum.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, harus menjadi prinsip dari praktik politik Indonesia yang senantiasa menjaga dan merawat kebhinekaan dalam kerangka NKRI.
Sila keempat Pancasila mengandung nilai bahwa segala praktik penyelenggaraan negara harus dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku (legitimasi hukum), mewakili kepentingan rakyat (legitimasi rakyat) dan mematuhi prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).
Terakhir, sila kelima, mengisyaratkan bahwa segala penyelenggaraan negara harus diarahkan pada upaya-upaya untuk menyejahterakan rakyat. Hal ini berarti setiap kebijakan yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan harus dirumuskan secara matang dan dilakukan dengan tepat sasaran.
18. Permasalahan terkait etika politik.
Kecenderungan orang dalam berbuat sesuatu lebih dipengaruhi oleh kepatuhan terhadap hukum, bukan atas dasar etika atau moralitas. Hal ini dapat menimbulkan masalah apabila seseorang hanya menjadikan hukum sebagai alat untuk memenuhi hak dan kepentingannya sebagai warga negara tetapi lalai dari kewajiban melaksanakan kepatuhan terhadap hukum. Meskipun tidak tertulis, etika memiliki substansi dan fondasi yang jelas guna mengatur tata kelola masyarakat sehingga ia lebih mengarah pada kesadaran individu dengan hati nurani.
Etika politik harus dipahami dalam konteks "etika dan moral secara umum" yang di dalamnya mencakup tiga hal. Pertama, etika dan moral individu yang menyangkut kwajiban dan sikap manusia terhadap dirinya. Kedua, etika moral sosial yang mengacu pada hak dan kewajiban serta sikap dan pola perilaku manusia dalam interaksinya dengan sesama. Ketiga, etika lingkungan hidup yang berhubungan dengan interaksi antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial dengan alam yang lebih luas.
Dalam kancah perpolitikan, etika politik tidak hanya berkaitan dengan kekuasaan dan sistemnya tetapi juga kehidupan manusia. Etika politik menjadi tantangan bagi para politikus dan pejabat negara karena etika politik berfungsi sebagai kontrol agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Etika politik berkaitan erat dengan sikap, nilai dan moral yang sejatinya hanya dimiliki oleh manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Sebuah penyimpangan etika politik dapat dijumpai dalam kehidupan berbagsa dan bernegara, khususnya dalam praktik politik praktis. Hal tersebut dapat dilihat dari realitas politik saat ini di mana politik menjadi lahan perebutan kekuasaan dan kepentingan sehingga banyak orang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya masing-masing. Banyak elite politik yang tidak menyadari bahwa sikap atau tindakannya bertentangan dengan norma dan etika politik, baik secara normatif maupun secara regulasi. Pejabat negara atau politikus yang seharusnya bisa menjadi teladan bagi masyarakat justru terjebak pada pragmatisme yang merusak etika politik mereka, seperti transaksi politik atau politik uang yang dilakukan saat pemilu, suap dan korupsi.