Danantara Effect
(Andi Rahmat, Anggota DPR RI 2004-2009/2009-2014)
https://youtu.be/CRBGBKDJc0A?si=lOltXuspmnw-vNIT
_________
Coba kita bayangkan, satu entitas bisnis dengan aset sebesar USD 900 Miliar. Entitas itu dimiliki oleh suatu negara dan didirikan berdasarkan undang-undang tersendiri. Ditahap awal, entitas bisnis ini mengelola dana segar sebesar USD 20 Milyar. Tentu yang terbayang adalah satu entitas bisnis gigantik yang memiliki dampak besar terhadap dinamika perekonomian negara yang memilikinya itu.
Itulah Danantara. Sovereign Wealth Fund ( SWF ) yang baru saja diluncurkan oleh Pemerintah Indonesia. SWF bukan merupakan fenomena baru dalam khazanah perekonomian dunia. Perwujudannya merupakan cara banyak negara dalam mengamankan kekayaannya untuk jangka yang panjang.
Dinegara-negara dengan tradisi State Enterprise yang kuat, umumnya SWF menjadi solusi untuk mengkonsolidasikan entitas bisnisnya kedalam suatu struktur tunggal yang tidak saja memperkuat fundamental pengelolaan asetnya, tapi juga menjamin kemampuannya untuk menjalankan aktivitas bisnisnya dalam jangka panjang.
Tidak mengherankan, dari 10 negara yang memiliki SWF besar, kesemuanya adalah negara-negara dengan tradisi state enterprise yang kuat. Norwegia, China, Uni Emirat Arab, Kuwait, Singapura, Arab Saudi adalah negara-negara yang memiliki SWF besar.
Di Amerika Serikat dan banyak negara besar di Uni Eropa , Model SWF ini tidak terlalu populer disebabkan tidak kuatnya tradisi state enterprisenya . Di AS, hanya negara bagian Alaska yang memiliki semacam SWF ini. Namanya Alaska Permanent Fund ( APF ). itupun aset yang digawanginya hanya senilai USD 81 Milyar.
Terobosan Revolusioner pemerintahan Prabowo ini memang menghentak jagad pengelolaan aset dunia. Danantara dengan aset yang diperkirakan sebesar USD 900 Milyar tiba-tiba saja menjadi SWF ke -7 terbesar di dunia. Aset yang dikelolanya hampir empat kali lipat lebih besar dari Temasek.
Langkah fundamental yang dilakukan pemerintah Prabowo ini tentu mengundang berbagai spekulasi. Bagaimana tidak, belum ada preseden yang menyamai konsolidasi aset raksasa seperti ini sepanjang sejarah Republik.
Sejak era reformasi, konsolidasi entitas bisnis terbesar yang pernah kita alami mungkin hanya merger beberapa perbankan yang kemudian membentuk Bank Mandiri. Di Era presiden Jokowi, Konsolidasi juga dilakukan terhadap BUMN dengan membentuk beberapa super Holding BUMN. Tapi magnitudonya tetap tidak sebesar dengan pembentukan Danantara.
Dari begitu banyak spekulasi reaktif yang berkaitan dengan Danantara ini. Reaksi Pasar Modal adalah yang paling terlihat. Kehadiran Danantara memicu reaksi negatif pasar yang menyeret IHSG ke titik terendahnya.
Ada tiga isu menonjol di sekitar reaksi pasar itu. Isu pertama berkaitan dengan makin besarnya peran negara dalam perekonomian Indonesia. Termasuk didalamnya adalah persepsi mengenai kemungkinan menguatnya peran intervensi entitas bisnis negara dalam kedalam pasar, termasuk pasar modal.
Isu kedua berkaitan dengan isu transparansi dimana seakan-akan struktur kendali Danantara yang langsung di bawah kendali Presiden akan menyebabkan Institusi ini menjadi mudah diperalat untuk kepentingan politik Presiden. Ditambah lagi dengan masih kuatnya praktik korupsi dalam pengelolaan kekayaan negara di Indonesia.
Isu ketiga, berkaitan dengan kapabilitas pengelola Danantara. Dalam hal ini, ada persepsi yang menganggap pengelola Danantara akan lebih banyak mereka yang ditunjuk atas dasar politis dan tidak memiliki kualifikasi profesional dalam menjalankan SWF gigantis ini.
Isu-isu ini bukannya tidak beralasan. ada banyak entitas serupa yang didirikan oleh berbagai negara yang dikemudikan hari menjadi masalah tersendiri, bahkan menyebabkan SWF yang dibentuk itu menjadi bangkrut. Sebut saja misalnya SWF yang dibentuk oleh Al Jazair dan Brasil.
Tetapi jika ditelisik lebih jauh, ketiga isu tersebut nyatanya tidak saja bersifat spekulatif semata, namun juga lebih banyak berkaitan dengan kemampuan Danantara dalam menjawab kekhawatiran itu di tataran praktiknya nanti.
Sudah dimafhumi, setiap konsolidasi bisnis apalagi yang segigantis Danantara ini tentu akan menyisakan banyak kritisisme. Contoh saja kosolidasi SWF Saudi Arabia, PIF ( Public Investment Fund ) diera Muhammad Bin Salman. Pengalihan pengelolaannya dari kementerian keuangan Saudi Arabia ke satu entitas tersendiri di bawah kendali MBS memicu isu akuntabilitas. Demikian juga transfer 4 % aset perusahaan Minyak negara Saudi, Aramco, untuk memperkuat struktur asetnya sempat pula menggoyang harga saham Aramco.
Dari ketiga isu itu, isu kedua dan ketiga nampaknya sudah mulai terjawab dengan pengumuman struktur kepengurusan Danantara. Isu profesionalisme kepengurusan misalnya, dijawab dengan penempatan kelompok profesional yang Zonder politik. Bisa dikatakan struktur kepengurusan Danantara diisi oleh-oleh orang yang memiliki kredibilitas memadai dalam praktik bisnis di Indonesia.
Belum lagi kehadiran orang sekelas Ray Dalio pendiri dan pemilik Bridgewater Assiciates, perusahaan Dana Lindung ( Hedge Fund ) raksasa uang sangat disegani dan dihormati di pasar keuangan global. Dan juga ekonom Harvard, Jeffrey Sachs, yang memiliki pengalaman panjang dalam meng-advise banyak negara dalam bidang perekonomian.
Demikian juga dengan isu transparansi dan akuntabilitas. Pimpinan lembaga seperti PPATK, BPK, BPKP, KPK, Jaksa Agung dan Kapolri menjadi pengawas bagi lembaga ini.
Adapun mengenai isu intervensi dan keterlibatan negara dalam aktivitas bisnis. Dalam praktiknya, SWF memang merupakan perpanjangan tangan negara dalam mendinamisasikan perekonomian. Keberadaan SWF yang kuat dapat memberi kesempatan kepada suatu negara untuk melakukan investasi disektor-sektor padat modal yang bersifat strategis dan berdampak panjang.
Selain itu, kehadiran SWF pula dapat bergerak seirama dengan alat negara lain seperti Bank Sentral dan otoritas Fiskal dalam dalam menjalankan kebijakan Fine Tuning terhadap perekonomian. Tentu dalam kerangka ini, sepanjang dalam ruang lingkupnya sebagai entitas bisnis.
SWF pula memiliki fungsi penting dalam melakukan akuisisi lintas negara strategis berskala besar dalam rangka memperluas jangkauan bisnis dan pengaruh ekonomi negara pemiliknya.
Sejatinya, kehadiran Danantara yang gigantis ini membuka gerbang optimisme baru bagi masa depan perekonomian Indonesia. Danantara bisa dan dapat mengakselerasikan pendalaman pasar keuangan nasional. Mengorganisir dan menjamin pemupukan modal berskala besar.
Efek Danantara semestinya membuat kita bergembira. Sudah lama kita memimpikan institusi bisnis Raksasa bertaraf Global. Tinggallah kita merayakannya dengan kritisisme sehat, menjaganya untuk tidak melenceng dari rel tujuannya, mendorongnya untuk mengakselerasi ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat, tangguh dan makmur. Wallahualam.
Ditulis ulang oleh POINT Consultant