PERADAPAN BANGSA ARYA
Banyak sekali sebenarnya bangsa kuno yang terlahir dengan hebat. Namun alangkah unik jika pengetahuan lebih menuju pada salah satu bangsa kuno yang tertua di dunia. Bukan sebab apapun alasan terjadi, namun perlu samasama diketahui bahwasannya pengetahuan atas sebuah ilmu itu selalu penting untuk dipahami. Sejarah bangsa kuno sendiri sangat memenuhi kolom versi dari berbagai sudut pandang. Menjadikan sebuah tolak ukur pada setiap keingintahuan yang tidak bisa menetap pada satu pilihan. Maka hal tersebut akan menjadi lebih baik sebab referensi atas sejarah bangsa kuno itu sendiri memiliki banyak pilihan. Tinggal bagaimana seseorang memilih dan mengolah itu dengan baik dan benar. Pada kesempatan kali ini dongeng beralih pada sejarah bangsa kuno. Menceritakan bangsa kuno yang tertua di dunia, yaitu Bangsa Arya.
Sedikit mengulas tentang pasang surut kisah bangsa tersebut dan menelisik satu sumbu yang menjadikan bangsa ini semakin menarik untuk dimengerti. Masuk kedalam pembahasan awal, bagaimana sejarah awal Bangsa Arya tersebut menjadi sebuah bangsa kuno yang tertua di dunia. Yakni bangsa tertua ini berasal dari India Utara dan Iran. Yang mana Bangsa Persia adalah salah satu suku yang tergolong dalam Bangsa Iran, menggunakan bahasa Persia dan memiliki kesamaan budaya dengan Bangsa Iran lainnya. Bangsa ini mayoritas di Iran dan minoritasnya di beberapa negara lain seperti Afganistan, Uzbekistan, Amerika Serikat, Turki, dan Uni Emirat Arab juga beberapa negara di Timur tengah Etnis Persia adalah keturunan Bangsa Arya yang mana hal tersebut terjadi sebab mereka sempat berhijrah dari Asia Tengah ke Iran. Pada tahun 1700 SM Indo-Aryan memisahkan dirinya dari Aryan Iran dan berimigrasi jauh ke Selatan menuju Afganistan. Lalu pada akhirnya pada tahun 1400 SM pindahlah menuju wilayah Punjab dataran Indus. Masuk ke dalam jalur perdagangan yang terjadi pada tahun 1500 SM perdagangan, pengembalaan dan rute-rute migrasi telah menghubungkan India dengan Iran di Barat dan Asia Tengah ke Selatan lebih dari ribuan tahun lamanya. Banyak suku dan budaya yang berbeda tinggal di wilayah Barat Laut pada periode setelah Harappan (1900-1300 SM) namun arkeolog belum menemukan hubungan antara mereka dengan masyarakat Rig-Veda Indo Aryans.[1]
Kedatangan Aryans sendiri ke Indus sedikit diulas oleh sejarawan modern, mereka lebih menekankan pada tahapan kejadiannya. Seperti perdagangan rutin, dan musiman sekelompok orang-orang seminomadic, migrasi kelompok suku-suku. Semua yang disebutkan adalah cara orang-orang baru untuk menemukan jalannya menuju benua India. Apapun tujuan dari ras Aryan berpindah menuju benua Indus pada tahun 1400 SM saat itu telah mengembangkan ras nya di wilayah Punjab dan telah mengubah himne kunonya. Selain itu, Rig-Veda sendiri merupakan kumpulan dari 1000 himne untuk dewa-dewa Vedic, berisikan teks yang mengantarkan pada versi bahasa Sansekerta (baca: Sansekerta Vedic) yang kuno dan rumit. Namun dari kitab tersebutlah satu-satunya sumber informasi tentang masayrakat purbakala.
Membicarakan kondisi ras Aryan memang tidak begitu mudah, sebab pencarian untuk penelitiannya juga terbilang memakan energi. Ras Aryan sendiri adalah suatu ras yang nomaden, penggembala. Dimana Indo-Aryan ini dibagi menjadi tiga kelas tingkatan yaitu, raja, pendeta, dan rakyat jelata.[2] Pusat kehidupan mereka terletak pada lembu, kuda,dan perang. Mereka juga menjaga hewan-hewan mereka ketika perang terjadi, sebab jika tidak maka akan dicuri melalui peperangan tersebut. Elemen yang paling kuat dalam Ras Aryan ditunjukkan oleh dewa-dewa seperti Agni (Api) dan Surya (Matahari). Setiap dewa-dewa tersebut menggambarkan elemen alam itu sendiri. lalu berbicara tentang teks tertua dan sakral dalam agama Hindu yaitu, Vedas. Isi di dalamnya diklasifikasikan menjadi Brahmanas, Aranyakas, Vedic dan Upanishad. Naskah seperti epic (Mahabarata, Ramayana) dan etika hukum hukum (Hukum Manu) diklasifikasikan menjadi Smtri (Yang akan selalu diingat) dan keempat sebelemum naskah epic itu disebut dengan Sruti (Yang telah diungkapkan) atau secara literal adalah (Yang didengar).
Indo-Aryan sempat membersihkan hutan untuk kemudian dijadikan persinggahan. Terletak di daerah Utara Sungai Gangga, menetap sebagai masyarakat petani. Dimana masyarakat Aryan sendiri adalah sebuah suku yang dipimpin oleh garis keturunan prajurit. Pada abad ke 6 SM terdapat 16 klan yang mendominasi sekitar Sungai Gangga, dan mendominasi berdasarkan wilayah teritorial masing-masing. Antar klan sangat kompetitis pun dalam urusan sebuah agama. Lalu pada abad berikutnya tersisa empat klan. Magadha adalah salah satu klan yang terkaya.
Bangsa Arya ini kemudian terpecah dan terbagi menjadi Bangsa Persia dan Bangsa Media, dari sini pula lahirlah bahasa-bahasa Iran yang lain. Bangsa Arya ini adalah bangsa unggulan dan Bangsa Jerman merupakan keturunan langsung Bangsa Arya. Oleh karena itu Hilter[4] memilih Swastika[5] sebagai lambang NAZI. Inilah alasan dan salah satu jawaban yang logis, yang mampu menjelaskan kenapa lambang Nazi sama dengan lambang agama Hindu, begitulah menurut pemulung cerita pengetahuan.[6] Sejarah mengatakan bahwasannya Persia ini ialah prasasti Assyria (834 SM) prasasti tersebut berisikan tentang orang Persua (Persia) dan Muddai (Media). Orang Asyrur menggunakan istilah Parsua tersebut sebab untuk menunjuk kepada suku-suku Iran. Lalu orang Yunani mengadaptasikan istilah ini untuk merujuk pada peradaban orang-orang Iran. Pada saat itu ketika orang Iran memeluk agama Islam orang Arab pun memberi mereka gelar dengan sebutan Fars, mengapa demikian? Sebab di dalam tulisan Arab tidak terdapat abjad ‘P’. Lalu setelah itu Persia diperintah oleh beberapa kerajaan guna membentuksebuah kekaisaran yang kuat. Di antara kekaisaran-kekaisaran tersebut adalah Parthia, Akhemenid, Sassania, Buwaihidah, dan Samania. Pemerintahanyang pernah memerintah Persia adalah Seleukus, Umayyah, Abbasyiah, Turki Seljuk, Afshariyah dan Qajar.
Kota asli Bangsa Arya berhasil ditemukan oleh arkeolog yang diyakini asli ras Arya, dimana simbol Swatika yang telah diadobsi oleh Nazi (1930). Tempat ini sangat berpotensi untuk menyaingi Yunani. Arkeolog mengidentifikasi pemukiman sekitar dua puluh pemukiman yang berbentuk spiral. Dan diperkirakan dibangun pada empat ribu tahun lalu setelah Piramida Agung Mesir tercipta. Tempat ini bisa jadi menjadi sebuah teka-teki besar yang sempat hilang, sebab tempat ini sangat terpencil, namun kota menakjubkan ini akan tetap tak dikenal secara virtual[7] bagi orang Eropa hingga sekarang. Kota ini hampir seukuran kota tua Yunani dan mungkin, diperkirakan dihuni oleh 1.000- 2000 orang. Teks Indian kuno dan himne yang ditemukan di sana menggambarkan pengorbanan kuda serta cara kuda tersebut dikubur bersama tuannya.
Bangsa Arya mengacu pada kelompok penutur bahasa Indo-Iran yang bermigrasi dari Asia Tengah ke India dan Iran. Mereka berperan besar dalam membentuk budaya di India dan Iran, membawa bahasa Sansekerta dan memperkenalkan sistem kasta di India. Namun, istilah ini juga memiliki konotasi negatif karena digunakan dalam konteks pseudosains abad ke-19 dan menjadi dasar teori rasial Nazi, yang membedakan antara "ras" Arya dan ras lain, seperti Yahudi.
Asal-usul dan Migrasi
- Asal-usul: Bangsa Arya bukan berasal dari India, melainkan migran dari Asia Tengah yang memasuki wilayah India sekitar 2000–1500 SM.
- Migrasi: Mereka berpindah secara bertahap ke India, membawa budaya dan bahasa mereka.
Pengaruh Budaya
- Bahasa Sansekerta: Memperkenalkan bahasa Sanskerta yang kemudian menjadi dasar bagi banyak bahasa di India dan Iran.
- Sistem Kasta: Membawa sistem kasta hierarkis yang membentuk struktur sosial masyarakat India.
- Agama Hindu: Kebudayaan mereka turut berkontribusi dalam kemunculan agama Hindu di India.
Kontroversi dan Mitos Rasial
- Pseudosains: Pada abad ke-19, konsep "ras Arya" berkembang menjadi teori rasial pseudosains untuk menggolongkan keturunan Proto-Indo-Eropa.
- Nazi Jerman: Istilah "ras Arya" sangat terkait dengan ideologi Nazi, di mana mereka menggunakannya untuk mendeskripsikan "ras" unggul mereka.
- Identitas Linguistik-Budaya: Pemahaman modern melihat "Arya" sebagai identitas linguistik dan budaya, bukan ras biologis.
Penggunaan Modern
- Nama: Nama "Arya" masih digunakan sebagai nama depan atau nama keluarga di Asia Selatan dan Iran.
- Penggunaan Lain: Dalam konteks agama Buddha, "Arya" memiliki arti "mulia" atau "ditinggikan" dan merujuk pada seorang pejuang spiritual.
Pembaca artikel Imajiner Nuswantoro yang Budiman. Siapa yang tidak pernah mendengar nama bangsa Arya? Satu bangsa yang berperadaban tinggi dan kehidupannya menjadi perhatian khusus selama ribuan tahun. Tak jarang pula mereka menjadi acuan dalam membangun peradaban dunia. Dan itu adalah hal yang wajar, sebab mereka bisa membuktikan keunggulannya. Pengaruhnya pun sangat luas, mulai dari Eropa Barat, Timur Tengah, Asia Barat, Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan dan Nusantara. Tidak hanya di masa lalu, tetapi hingga sekarang.
Lalu siapakah sebenarnya bangsa ini? Bagaimana pula kisah hidupnya? Nah, untuk lebih jelasnya mari ikuti penelusuran berikut:
1. Awal kisah dan asal usul
Kisah ini bermula setelah proses transisi zaman yang mengerikan usai. Periode zaman ke enam (Nusanta-Ra) pun telah digantikan dengan periode zaman ke tujuh (Rupanta-Ra). Manusia yang selamat dalam pergantian zaman kala itu, yang berbeda rasnya, lalu diperintahkan untuk menyebar ke segala penjuru Bumi. Di tempatnya masing-masing, mereka lalu membangun kehidupan barunya, dari awal lagi.
Lalu, setelah ±2.000 tahun berikutnya, atau sekitar ±15.000 tahun yang lalu, umat manusia yang menyebar di sepenjuru Bumi itu telah berhasil mendirikan kerajaannya masing-masing. Terhitung ada sekitar ±65 kerajaan besar di seluruh dunia dan mereka hidup dalam dinamika yang menarik. Meskipun mereka berbeda ras, bangsa dan bahasanya, namun belum pernah terjadi perang besar. Semua masalah di antara mereka tetap bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Keadaan dunia pada masa itu masih relatif aman dan tertib.
Begitulah yang terjadi di dunia, khususnya di kawasan Mellayurin (penamaan Nusantara kala itu). Ada banyak kerajaan yang berdiri dan mereka hidup dalam kedamaian dan peradaban yang tinggi. Namun semua itu berubah terutama ketika perang besar pun terjadi. Pada saat itu, seorang putri yang berasal dari kerajaan Ahtapura (sekitar Jawa Barat) yang bernama Tiyasati memimpin pasukan untuk melawan Prabu Rah-Amurtar dari kekaisaran Tasidam (ibukotanya di sekitar Wonosobo, Jawa Tengah). Sang Prabu sangat berambisi untuk bisa menguasai dunia. Siapapun yang menentangnya akan dihabisi. Tak peduli apakah dia itu adalah orang lain atau justru malah kerabatnya sendiri.
![]() |
| Gambar 1. Ilustrasi pertempuran Ratu Tiyasati |
Dalam pertempuran dahsyat itu, Prabu Rah-Amurta memimpin lebih dari 700.000 pasukan siap tempur, sementara koalisi dari lima kerajaan (Sihandipa, Diwanta, Karsulin, Hamingga, dan Yisacara) – dimana sang putri bergabung – terdiri dari ±500.000 pasukan. Putri Tiyasati mengabdi pada kerajaan Sihandipa (ini adalah kerajaan leluhurnya, di sekitar Palembang) lantaran kerajaannya (Ahtapura) sudah dikuasai oleh kekaisaran Tasidam. Setelah berjuang dengan gigih, akhirnya sang putri dan pasukannya berhasil memenangkan pertempuran besar itu. Selang dua tahun kemudian, ia lalu menggantikan kedudukan raja di Sihandipa, yaitu Prabu Wirantuka, lantaran anak tunggalnya telah gugur. Tak lama kemudian, setelah menikah dengan Pangeran Wilayana, Ratu Tiyasati pun memproklamirkan kerajaan barunya. Kerajaan itu bernama Attalani dengan pusat pemerintahannya tetap berada di ibukota kerajaan Sihandipa (yaitu Hindapa), di tanah Swinarma (penamaan pulau Sumatera kala itu), tepatnya di sekitar Palembang sekarang. Seiring berjalannya waktu, kerajaan ini lalu menjadi kemaharajaan yang besar, terhormat dan sangat disegani oleh seluruh dunia pada masanya. Banyak kerajaan yang memilih untuk bergabung, sehingga wilayahnya hampir meliputi seluruh kawasan Asia Tenggara sekarang.
Kemaharajaan Attalani tetap berdiri dalam kemakmuran dan kedamaian selama lebih dari 1.000 tahun. Hanya saja pada akhirnya ibukota kerajaannya (Hindapa) harus berpindah ke dimensi lain. Sebelum berpindah, tampuk kekuasaan di kemaharajaan Attalani lalu diserahkan kepada kerajaan Yisacara. Namun karena hanya sebagai pengganti, kerajaan ini tak mampu menyamakan diri dengan keagungan kerajaan inti yang dulu berpusat di kota Hindapa. Oleh sebab itulah akhirnya kemaharajaan Attalani pun terbagi-bagi dan runtuh. Karena setelah 70 tahun berlalu – sejak kota Hindapa berpindah dimensi – mulai ada perpecahan di antara mereka. Satu persatu kerajaan yang dulunya bergabung dalam kemaharajaan Attalani mulai memisahkan diri. Dengan jalan berperang, akhirnya kerajaan-kerajaan yang ada kala itu mendirikan kembali kerajaan lamanya yang berdaulat. Tanah Swinarma (pulau Sumatera), Jiwani (pulau Jawa, Madura, Bali, NTB, NTT, Timor Leste), Bilsunawa (pulau Kalimantan), dan Ruwandil (Malaysia, Thailand, Myanmar, Kambodia, dan Vietnam) kembali terpecah belah ke dalam banyak kerajaan. Hal ini lalu menyebabkan seringnya terjadi perang dan kekacauan.
Selain itu, huru hara terus berlangsung selama ratusan tahun kemudian. Sampai pada akhirnya ada upaya untuk menyatukan kembali ke empat wilayah itu (Swinarman, Jiwani, Bilsunawa, dan Ruwandil) agar seperti sebelumnya. Seperti yang pernah di lakukan oleh penguasa dari kerajaan Namusta, yang dulunya berpusat di sekitar Cirebon sekarang. Namun hanya dua wilayah saja yang berhasil disatukan, yaitu Swinarma dan Jiwani. Karena itu kondisi di tanah Jawa dan Sumatera sempat mengalami kedamaian, hanya saja ini tak berlangsung lama. Karena kerajaan ini pun akhirnya runtuh akibat perang saudara dan bencana alam. Dan setelah ±500 tahun kemudian atau sejak sekitar ±13.500 tahun silam, justru tak ada lagi peradaban besar di Nusantara. Semuanya hancur berserakan, tertimbun oleh abu vulkanik dan menjadi hutan belantara yang lebat. Tinggallah masyarakat yang hidup dalam suku-suku yang terpisah.
Untuk itu, bisa dibilang sejak saat itu wilayah Nusantara seperti tak bertuan dan sepi dari peradaban besar, karena yang ada hanyalah tinggal wilayah-wilayah kesukuan saja. Dan barulah sejak beberapa ratus tahun kemudian mulai bermunculan kerajaan-kerajaan baru yang cukup besar. Hal ini terus berlanjut selama ribuan tahun. Disini tentu ada masa bangkit dan runtuhnya, ada pula waktu perdamaian dan pertempuran di antara mereka. Tapi selama itu pula ada yang sempat mendirikan bangunan monumental yang spektakuler – seperti halnya kuil, taman, piramida dan menara – sebagai simbol kejayaan dan atau rasa syukur mereka kepada Tuhan. Hanya saja kini telah hancur atau “menghilang” dan sedikit orang saja yang masih bisa mengetahui dan meyakininya.
Kembali ke kemaharajaan Attalani, maka perlu diketahui bahwa yang menjadi penyebab utama runtuhnya adalah kondisi akhlak dari para pembesar/bangsawan yang merosot tajam, dan mereka semakin larut dalam kesenangan duniawi yang semu serta mengutamakan ego pribadinya. Keserakahan dan kemaksiatan terjadi dimana-mana. Terlebih kelima pusaka warisan dari Ratu Tiyasati, yang biasanya menjadi tolak ukur bagi siapapun yang berhak menjadi Maharaja/Maharani di kemaharajaan Attalani telah raib. Hal ini yang menjadi sumber masalah besar. Setiap raja/ratu yang ada di setiap kerajaan lalu merasa paling berhak untuk menjadi pemimpin tertinggi. Tak ada yang mau mengalah. Sampai akhirnya mereka saling bertikai dan rela berperang habis-habisan demi mendapatkan jabatan tertinggi itu. Mereka telah dibutakan oleh nafsu dan angkara murka. Ini adalah kisah tragis yang selalu berulang dari zaman ke zaman.
2. Migrasinya bangsa Arya
Disebabkan oleh perebutan kekuasaan dari para raja/ratu di wilayah kemaharajaan Attalani, akhirnya justru menimbulkan perpecahan yang memilukan. Wilayah Nusantara, khususnya yang ada dibagian barat dan tengah kembali terbagi-bagi dan menjadi penyebab runtuhnya kemaharajaan Attalani. Lalu sejak runtuhnya kemaharajaan Attalani itu, maka tak ada lagi kejayaan yang serupa, khususnya di kawasan Nusantara. Konflik demi konflik sering terjadi di hampir semua wilayah Nusantara, belum lagi ditambah dengan bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, dan kekeringan, sehingga menjadi penyebab utama kehancuran besar dan memaksa penduduknya untuk melakukan exodus (mengungsi ke luar negeri).
Secara bergelombang, sebagian manusia yang tinggal di Nusantara kala itu terpaksa harus pergi dari tanah kelahirannya, sementara sisanya memilih untuk tetap tinggal dengan apapun resikonya. Mereka yang berkulit terang dan putih hampir semuanya memilih untuk bermigrasi ke utara, hanya sedikit yang tetap ingin tinggal. Sedangkan yang berkulit gelap, sawo matang dan kuning langsat lebih memilih untuk tetap tinggal di Nusantara, hanya sebagian kecilnya saja yang ikut bermigrasi bersamaan dengan rombongan yang ke utara. Mereka yang memilih tinggal ini tetap hidup selama ribuan tahun kemudian, dengan tetap mempertahankan tradisi, budaya dan keyakinan dari para leluhurnya – meskipun pada akhirnya terjadi pergeseran nilai dan maknanya.
Keturunan mereka yang memilih tinggal di Nusantara ini masih ada sampai sekarang, khususnya di wilayah bagian barat dan tengah Nusantara. Meskipun tak sehebat leluhur mereka di kemaharajaan Attalani, beberapa kerajaan yang telah mereka dirikan tetap memiliki peradaban yang tinggi. Dalam hal arsitektur bangunan misalnya, mereka tetap bisa membangun taman, kuil dan piramida yang besar, yang hingga kini masih bisa “di lihat puing-puingnya” di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Di antara kerajaan besar yang pernah mereka dirikan jauh sebelum tarik Masehi adalah Maltarama, Artaraya, Karimun, Tarturaka, Ganehasa, Zayamata, Bumayasasta, Medang Kamulan, Gasopati, dan Artimanggala. Semuanya merupakan kerajaan yang berperadaban tinggi, dengan kemakmuran yang berlimpah. Salah satu taman yang paling mahsyur dan pernah dibangun oleh keturunan dari kemaharajaan Attalani ini adalah yang bernama Hungtapala. Di bangun pada masa kerajaan Maltarama (di sekitar Jawa Barat sekarang) pada sekitar ±13.317 tahun lalu sebagai hadiah dari Raja Yagoya kepada permaisurinya yang bernama Putri Nagayo. Sang permaisuri adalah sosok yang cantik jelita, yang berasal dari kerajaan Kartayama. Dulu kerajaan ini berada di sekitar Malaka-Malaysia sekarang.
Sungguh mengagumkan, karena lokasi taman ini – pada masa itu – berada tepat di atas sebuah bukit yang ada di arah depan istana kerajaannya. Di dalam kawasan taman ini terdapat beragam bunga warna-warni dan kolam air yang jernih serta banyak ikannya. Tepat di tengah-tengah taman, maka berdirilah sebuah piramida dengan ketinggian sekitar ±75 meter, sedangkan lebarnya adalah ±101 meter. Tipikal bangunannya berbentuk piramida yang berundak, dengan jumlah keseluruhannya adalah 33 undakan. Adapun bahan bangunannya terbuat dari batu andesit berwarna hitam. Dikerjakan dengan sangat detil, rapi dan penuh ketelitian. Sangat megah piramida ini, karena pada bagian dalamnya terdapat lorong-lorong, ruangan dan anak tangga yang bisa mengantarkan siapapun untuk naik sampai ke puncak bangunannya. Di dalam bangunan piramida itu juga di hias dengan berbagai perkakas dari keramik dan emas, bahkan terdapat patung-patung singa dan burung merak yang juga terbuat dari emas.
Selanjutnya, memasuki era Masehi, maka ketika salah satu keturunannya (Dewi Pohaci Larasati binti Aki Tirem) menikah dengan seorang keturunan bangsa Arya dari tanah India (Dewawarman atau yang bergelar Prabu Darmalokapala Aji Raksa Sagara, sang pendiri kerajaan Salakanagara), maka beberapa keturunannya pun berhasil menjadi pemimpin besar yang namanya masih dikenal luas hingga sekarang. Di antaranya seperti Wamseragen atau yang bergelar Sri Maharaja Mulawarman Naladewa (raja ke-3 Bakulapura, sekaligus pendiri kerajaan Kutai Martadipura), Sri Maharaja Purnawarman (raja ke-3 kerajaan Tarumanagara), Ratu Shima/Syima atau yang bergelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara (ratu ke-4 kerajaan Kalingga), Sang Wretikandayun atau yang bergelar Sri Maharaja Suradarma Jayaprakosa (raja ke-4 Kendan, sekaligus pendiri kerajaan Galuh), Dapunta Hyang Sri Jayanasa (pendiri kerajaan Sriwijaya), Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (pendiri kerajaan Medang), Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya (raja ke-4 kerajaan Kadiri), Dyah Nararya Sang Rama Wijaya alias Raden Wijaya atau yang bergelar Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana (pendiri kerajaan Majapahit), dan Gajah Mada (Patih Amungkubhumi kerajaan Majapahit). Semua tokoh itu adalah orang-orang yang hebat, cerdas dan berilmu tinggi.
Sementara itu, bagi mereka yang bermigrasi dari Nusantara akhirnya sampai menyebar kemana-mana di berbagai penjuru Bumi, khususnya ke arah utara (Asia Tengah). Di tempat yang baru itu mereka kembali membangun peradaban, yang sumber utamanya tetap berasal dari kebudayaan dan tradisi yang pernah ada di Nusantara. Disamping mereka juga ber-akulturasi dengan tradisi dan kebudayaan lokal, sehingga menciptakan ciri khas yang baru.
![]() |
| Gambar 2. Perkiraan jalur migrasi bangsa Arya. |
Atas peristiwa di atas, maka itulah yang menjadi penyebab utama kenapa sebagian besar penduduk Nusantara kala itu bermigrasi ke arah utara, tepatnya sampai ke wilayah Asia Tengah sekarang. Disana mereka lalu mendirikan kaum dan peradaban yang baru yang sumber utamanya tetap berasal dari Nusantara. Mereka itu dikenal sekarang dengan nama bangsa Arya. Arya disini berarti mulia dan terhormat.
Catatan :
Pada masa itu, secara fisik orang-orang yang hidup di Nusantara berbeda dengan sekarang, lebih beragam. Termasuklah yang menjadi para pembesar dan bangsawan di kemaharajaan Attalani. Mereka inilah bangsa Arya yang dimaksudkan. Yang penampilan fisiknya bermacam-macam, karena Arya disini sebenarnya bukan berarti satu golongan ras tertentu. Arya itu adalah kumpulan dari orang-orang yang berperadaban tinggi dan terhormat yang memiliki tradisi, budaya, cita-cita dan falsafah hidup yang sama. Jadi tidak hanya terdiri dari satu ras saja, melainkan bermacam-macam dan tetap dalam satu kesatuan negara. Begitulah adanya kehidupan di Nusantara ini, sudah berulang kali pernah berganti peradabannya. Di antara mereka ada yang terdiri dari satu ras saja, namun tak sedikit yang merupakan kumpulan dari banyak ras manusia; contohnya kemaharajaan Nawali, Kaminos, Himarida, dan Azkariyah. Bangsa Arya hanyalah salah satu dari bangsa yang besar dan terhormat, karena penuh keberagaman tapi tetap satu juga. Inilah makna dari bhineka tunggal ika yang seharusnya.
Setelah hijrah dari Nusantara, awalnya mereka yang bermigrasi itu senang hidup berpindah-pindah (nomaden). Mereka sempat menetap di beberapa kawasan, khususnya di Asia Tengah, dan mendirikan peradaban baru disana. Setelah cukup mapan, mereka lalu mendirikan sebuah bangsa tersendiri dengan nama Aryawinata atau yang berarti mulia dan terhormat yang tertata dan bisa menata. Nama itu terinspirasi dari sikap dan peradaban leluhur mereka di Nusantara. Dan akhirnya cukup disebut dengan nama Arya saja. Setelah beberapa ribu tahun, mereka kembali bermigrasi. Bencana alam berupa kemarau panjang dan wabah penyakit, atau perang saudara telah memaksa bangsa ini untuk meninggalkan tempat tinggalnya di Asia Tengah. Mereka kembali mengembara kemana-mana, terutama ke wilayah Eropa Barat, Asia Barat, dan Asia Selatan.
Ya. Secara bergelombang mereka bergerak ke beberapa wilayah di kawasan barat dan selatan. Dalam pergerakan itu, bangsa Arya ini sudah melengkapi dirinya dengan pasukan yang tangguh dan teknologi peralatan yang sangat maju di zamannya. Bahkan lebih maju dari setiap negeri yang mereka tuju. Itulah kenapa di saat mereka memasuki sebuah negeri, maka jika terjadi konflik dengan penduduk lokal, mereka selalu berhasil memenangkannya. Mereka lalu menjadi penguasa disana dan akhirnya mendirikan kerajaan besar selama berabad-abad.
4. Tradisi dan budaya
Di Asia Tengah, bangsa Arya ini hidup selama ribuan tahun. Mereka telah membangun peradabannya sendiri, yang cukup maju. Meskipun sebagai kaum pengembara, mereka mempunyai kemampuan bersyair yang tinggi. Syair-syair pujian itu diajarkan melalui lisan dan tulisan, terutama ketika suatu keluarga atau bangsanya memperingati kepahlawanan nenek moyang mereka, khususnya pada hari kematian pahlawan tersebut. Dan khusus bagi mereka yang akhirnya tinggal di tanah India, maka kesusasteraannya dibagi menjadi beberapa periode, yaitu Weda, Brahmana dan Uphanisad. Semuanya itu bermula sejak di Asia Tengah dan berlanjut sampai ke tanah India. Sementara yang hidup di wilayah Iran-Iraq, mereka lebih mengenalnya dengan Yasna, Gathas, Visparat, Videvdat (Vendidad), dan Zend-Avesta.
Lalu, meskipun bukan dari kebiasaan mereka di Nusantara, maka sejak hidup di Asia Tengah akhirnya mereka mempunyai tradisi untuk menceraikan isterinya. Karena laki-laki sangat penting dalam kehidupan berkeluarga, makanya apabila seorang wanita tidak dapat melahirkan anak laki-laki, ia akan diceraikan oleh suaminya. Dan jika sang suami meninggal dunia, maka isterinya harus menaiki pancaka (menara kayu) untuk dibakar bersama jenazah suaminya sebagai tanda kesetiaan.
Selain itu, tolak ukur kekayaan dari bangsa Arya ini adalah berdasarkan jumlah hewan ternak yang dimiliki; misalnya sapi yang banyak atau kuda yang hanya dimiliki oleh orang kaya saja. Bangsa Arya juga mempunyai kegemaran melakukan lomba perang-perangan ataupun sekedar lomba memanah sasaran tertentu. Ada pula lomba adu kekuatan seperti melempar balok kayu dan olah raga bergulat, serta adu ketangkasan dalam ilmu kanuragan dan menggunakan senjata. Tari-tarian merupakan kesenian penuh kegembiraan dalam bangsa Arya, yang diiringi oleh alat musik gendang, seruling dan sitar. Lalu meskipun bukan tabiat asli di negeri asal mereka (Attalani: Nusantara), masyarakat Arya ini akhirnya sangat gemar bermain judi dan menenggak minuman keras yang dibuat dari anggur atau perasan batang tanaman soma.
Catatan: Setelah hidup selama ribuan tahun di Asia Tengah, terjadilah pergeseran nilai tradisi dan budaya dalam bangsa ini. Ada beberapa hal yang berubah dari asalnya di Nusantara dan atau bercampur dengan kebudayaan lokal. Akibatnya banyak terjadi perubahan mendasar dalam sistem sosial dan kepercayaan mereka. Hal inilah yang kemudian dibawa kemana-mana saat mereka bermigrasi lagi. Di tempat yang baru, mereka menerapkan sistem sosial dan kepercayaan dari Asia Tengah itu (yang sudah tidak murni lagi dari Nusantara), bahkan masih saja dipengaruhi lagi oleh tradisi dan budaya lokal dimana mereka akhirnya menetap. Hasil akhir dari semua itulah yang kini secara luas diketahui dunia, khususnya yang dari Persia dan India.
5. Membangun peradaban besar
Di karenakan hidupnya lebih bersifat nomaden lalu di tambah dengan adanya bencana kekeringan, wabah penyakit, dan perang saudara, maka dari Asia Tengah itu bangsa Arya lalu bergerak lagi secara bertahap menuju ke arah barat dan selatan. Di barat mereka membentuk kelompok bahasa Centum yang terdiri dari sub-grup Keltik, Jermanik, Latin, Balto-Slavik, Albania, Yunani, dan Tocharia (sudah punah). Disana mereka lalu mendirikan kerajaan besar seperti Athena, Argos, Sparta, Macedonia, Romawi, Kelt, Skythia, Bavariia, Visigoth, dan Saxon. Sedangkan di selatan mereka membentuk kelompok bahasa Satem yang terdiri dari Sanskerta di tanah India dan Avestan atau Parsua (Persia) di wilayah Iran-Iraq.
Untuk itu, lebih tepat bila dikatakan kalau sebagian besar bahasa yang ada di Eropa Barat berasal dari sebuah bahasa nenek moyang yang sama dengan bahasa Sanskerta dan Avestan (Persia), yakni bahasa “Proto Indo-Eropa” yang penuturnya datang dari Asia Tengah yang sebelumnya dari Nusantara. Nah mereka yang tinggal di Asia Tengah ini berasal dari Nusantara, jauh sebelum 4.000 tahun sebelum Masehi. Sebagaimana uraian di atas.
Ya. Sejak saat itulah bangsa Arya pun terbagi menjadi dua. Dan khusus yang hidup di kawasan selatan, maka jika di wilayah Iran-Iraq mereka memakai bahasa Avestan atau Parsua (Persia), maka di India mereka memakai bahasa Sanskerta. Keduanya memiliki akar bahasa yang sama. Karena itulah ada banyak kemiripan dalam tata bahasanya. Terbukti dari ayat-ayat yang terdapat di dalam kitab Zend-Avesta dalam agama Zoroaster dan kitab Weda dalam agama Hindu.
Bangsa Arya ini tiba di Iran-Iraq sekitar tahun 2500-2000 SM. Di wilayah itu mereka kemudian terpecah dua lagi menjadi bangsa Persia dan bangsa Media. Mereka berasimilasi dengan suku-suku setempat seperti Elam. Dari sini, lahirlah bahasa Persia dan bahasa-bahasa Iran lainnya. Sumber sejarah tertulis pertama mengenai orang Persia ini adalah prasasti Assyria (834 SM), dan di dalam prasasti itu ada menyebut tentang orang Parsua (Persia) dan Muddai (Media). Saat itu, orang Asyur (kerajaan yang berpusat di hulu sungai Tigris, Mesopotamia, Iraq) menggunakan istilah “Parsua” untuk merujuk kepada suku-suku di Iran. Kemudian orang Yunani mengadaptasi istilah ini untuk merujuk pada semua peradaban dari wilayah Iran. Ketika orang Persia memeluk agama Islam, orang Arab menggelari mereka dengan nama Fars atau Farsi karena abjad “P” tidak terdapat dalam tulisan Arab (huruf Hijaiyah).
![]() |
| Gambar 3. Foto: Puing-puing istana Apadana yang berlokasi di kota Persepolis, Iran. Dibangun oleh kaisar Darius Agung dan Xerxes I, sang penguasa Persia, pada abad ke-6 SM. |
Kawasan Persia kemudian diperintah oleh beberapa kerajaan besar dan membentuk kekaisaran yang kuat. Di antara kekaisaran-kekaisaran itu adalah Akhemenid, Parthia, Sassania, Buwaihidah dan Samania. Mereka masih keturunan bangsa Arya. Selanjutnya pemerintahan yang pernah memimpin di wilayah Persia ialah Seleukus (orang Macedonia-Yunani, bawahan Alexander Agung), Bani Ummayyah, Bani Abbasiyyah, Turki Seljuk, Afshariyah dan Qajar.
Sedangkan di tanah India, pada sekitar abad ke-16 SM, bangsa Arya pun tiba ke wilayah ini secara bergelombang dan menetap di dataran rendah sungai Gangga, Yamuna dan Sindhu. Disana mereka lalu berkembang pesat. Akibat dari perkembangan bangsa Arya ini, penduduk aslinya (bangsa Dravida) mulai tersingkir dan menjadi golongan manusia yang paling rendah; yaitu berkasta Sudra. Pembagian kasta ini oleh bangsa Arya dimaksudkan agar tidak terjadi percampuran antara penduduk asli (Dravida) dan bangsa Arya, karena nama Arya sendiri berarti mulia dan terhormat. Hal ini biasa di lakukan oleh bangsa penakluk atau penguasa di sebuah wilayah pada masa itu.
Adapun kasta dalam bangsa Arya saat itu dibagi menjadi 4 strata yaitu :
1) Kasta Brahmana, untuk para pendeta.
2) Kasta Ksatrya, untuk raja dan kesatria.
3) Kasta Waisya, untuk pedagang dan penguasa.
4) Kasta Sudra, untuk buruh dan petani.
Tapi sebenarnya sistem perbedaan kasta ini tidak ada dalam ajaran tradisi dan budaya di negeri asalnya dulu (Nusantara: Attalani). Aturan perbedaan level manusia ini baru ada sejak mereka (bangsa Arya) mengembara dan akhirnya tinggal di tanah India. Sedangkan awalnya dulu hanya sebatas perbedaan bakat dan profesi saja, bukan kelas sosial. Hal inilah yang pada akhirnya bisa kembali ditegakkan di kerajaan Majapahit, meskipun tidak berlangsung lama.
Kembali ke bangsa Arya di tanah India. Maka tidak jauh berbeda dengan yang di wilayah Iran-Iraq, maka di tanah India ini bangsa Arya juga berhasil membangun peradaban yang tinggi, bahkan sampai berpengaruh kuat di Nusantara. Di antara kerajaan bangsa Arya yang pernah ada di seputaran India-Pakistan-Bangladesh yaitu Angga, Magadha-Maurya, Wangga, Kalingga, Nasi, Kosala, Karu, Pancala, Gandhara, Kanauj (Gupta), dan Kamboja. Semuanya merupakan kerajaan yang besar, bahkan kekaisaran yang agung yang sangat disegani pada masanya.
![]() |
Gambar 4. Foto: Stuppa Sanchi yang dibangun oleh Raja Asyoka (penguasa termahsyur di kekaisaran Magadha-Maurya) pada abad ke-3 SM. |
Selain itu, menurut pandangan kami bahasa Daiwi Wak atau lebih dikenal dengan Sanskerta itu (yang digunakan oleh bangsa Arya) sesungguhnya berasal dari seorang Dewa penghuni Kahyangan dan diajarkan kepada seorang Begawan yang terpilih di Nusantara. Ia pun mengajarkannya kepada warga di Nusantara, khususnya yang tinggal di wilayah barat. Jadi awalnya ada di Nusantara lalu dibawa oleh bangsa Arya ke Asia Tengah dan akhirnya sampai juga ke wilayah Iran-Iraq dan India pada masa sebelum era Masehi. Dari India lalu kembali lagi ke Nusantara melalui keturunan bangsa Arya pada masa-masa awal tarikh Masehi. Mereka itu berasal dari wangsa Saka, Pallawa, Calangkayana (Wangga), Sungga, dan Warman, yang ketika itu harus bermigrasi keluar dari tanah India. Ada banyak pertempuran dan serangan besar ke negeri mereka. Dan mereka memilih Nusantara untuk berhijrah karena saat itu kondisinya relatif aman dan sama saja dengan pulang kampung. Di Nusantara, khususnya di pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan mereka lalu mendirikan kerajaan baru seperti Salakanagara, Bakulapura-Kutai Martadipura, Tarumanagara, Kendan-Galuh, Indraprahasta, Malayupura, Sriwijaya dan Kalingga. Dari dan kembali lagi ke Nusantara, itulah kisah perjalanannya.
Catatan Tambahan :
Selain yang telah di jelaskan di atas, maka ada hal-hal yang mengagumkan dari bangsa Arya ini dan keturunannya. Mereka telah sampai pada puncak peradaban manusia, khususnya teknologi. Adapun di antara buktinya adalah sebagai berikut:
1) Kisah 9 ilmuwan kerajaan Magadha-Maurya
Ada kabar yang mengatakan bahwa selama sisa kepemimpinanya, raja Asyoka Wardhana mendirikan sebuah organisasi sangat rahasia yang disebut “Sembilan lelaki misterius”. Ke sembilan orang itu adalah para ilmuwan yang terkenal di tanah India pada masa itu. Mereka ini bertugas mengkatalogkan berbagai jenis sumber-sumber sains dan teknologi, juga menciptakannya. Tindakan itu sangat dirahasiakan oleh raja Asyoka. Ia melakukan hal itu karena merasa bahwa penemuan ilmiah yang terbaru itu akan berdampak sangat buruk bila disalahgunakan. Hanya orang tertentu saja yang memiliki akses terhadap penemuan itu.
Ke sembilan lelaki misterius itu menuliskan sembilan buah buku yang saling berkaitan. Adapun di antara buku-bukunya itu adalah yang membahas tentang rahasia dari gravitasi. Yang lainnya menjelaskan tentang bagaimana caranya untuk bisa terbang, membangun Vimana (sejenis pesawat terbang), menghilang, dan menjadi seberat gunung. Semua buku itu kini masih diyakini tersimpan di salah satu perpustakaan terahasia di India, Tibet, gurun Ghobi atau dimana pun; termasuk di Amerika Utara. Bahkan bisa jadi malah di Nusantara. Banyak yang berusaha menemukannya, termasuk Nazi-Jerman, namun tidak ada yang berhasil. Atau mereka telah berhasil tapi selalu merahasiakannya. Karena buktinya dulu Nazi-Jerman telah berhasil membuat pesawat piring terbang yang dikenal dengan nama Haunebu. [
![]() |
| Gambar 5. Ilustrasi bentuk Vimana |
![]() |
| Gambar 6. Foto: Pesawat terbang Haunebu milik Nazi-Jerman |
2) Transportasi canggih kerajaan Majapahit
Dikatakan bahwa terdapat aturan bagi setiap Adipati (raja bawahan) untuk menghadap kepada sang Maharaja di pusat kerajaan Majapahit (di Trowulan, Jawa Timur) pada setiap 35 hari sekali. Bila hal itu terjadi di era Majapahit dulu, maka Adipati dari kadipaten Magadha (sekarang Bandung) harus memakan waktu selama dua minggu untuk bisa sampai ke ibukota Majapahit. Karena pada masa itu belum ada jalan raya dan mayoritas daerah sepanjang perjalanan masih berupa hutan belantara, juga belum terdapat sarana transportasi modern seperti sekarang (mobil, motor, kereta api, dan pesawat). Ini belum lagi bagi para Adipati yang memerintah di luar pulau Jawa, seperti Adipati Perlak (Aceh), Kutalingga (Serawak-Malaysia), Tumasik (Singapura), Muaro Tebo (Jambi), Tangaram (Lampung), Tanjung Kutai (Kalimantan Timur), Hutan (pulau Sumbawa), Talaud (Makassar), Wanda (Banda-Maluku), Onin (Papua Barat), dan Adipati di Madagascar (pulau dekat Afrika Selatan), maka waktu yang dibutuhkan bisa lebih lama lagi. Lantas bagaimanakah dan apakah sarana transportasi mereka saat itu untuk bisa terus menghadiri Pisowanan Agung di Trowulan pada setiap 35 hari sekali? Karena jika tidak hadir akan dianggap memberontak.
Dari kasus di atas, bisa kita bayangkan teknologi jenis apakah yang dipakai oleh para Adipati di kemaharajaan Majapahit untuk berpindah tempat dalam waktu singkat. Karena faktanya pada masa itu wilayah di antara negeri mereka dengan ibukota Majapahit masih banyak hutan belantara, tidak ada jalan raya. Bahkan sebagiannya harus menyeberangi lautan, sementara mereka sendiri harus tetap menjalankan roda pemerintahan di kadipaten-nya masing-masing. Tidak bisa jika terus saja diserahkan kepada Patih (wakil)-nya saja.
Dan apakah mereka hanya berjalan kaki atau mengendarai kuda dengan resiko memakan waktu yang lama di perjalanan dan roda pemerintahan di kadipaten-nya terbengkalai? Karena waktu sebulan, bahkan lebih, hanya dihabiskan untuk di perjalanan saja. Atau justru ada satu cara dan alat transportasi canggih yang memudahkan perjalanan mereka saat itu? Cobalah dipikirkan! Karena menurut pandangan kami sendiri, tentu ada cara atau kendaraan khusus (inventaris kerajaan) yang telah dipakai oleh para Adipati saat itu untuk bisa tertib menghadiri Pisowanan Agung di ibukota Majapahit. Sejauh apapun negerinya tak ada masalah dengan ketepatan waktunya. Sebab mereka sudah memiliki cara atau alat transportasi khusus, yang mereka adopsi dari leluhur mereka (bangsa Arya) yang pernah hidup di tanah India. Atau teknologi rahasia dari ke “Sembilan lelaki misterius” raja Asyoka itu memang telah mereka pergunakan untuk kejayaan Majapahit? Mungkin saja.
Catatan : Meskipun bukti di atas masih berupa hipotesa atau anggapan dari para ahli, namun penulis sendiri meyakini bahwa kedua hal di atas memang pernah ada di masa lalu. Hanya saja tidak tersebar luas, untuk kalangan terbatas, dan akhirnya hilang atau sengaja disembunyikan. Tentu ada alasan yang kuat untuk hal itu.
6. Kesimpulan dan penutup
Wahai saudaraku. Dari penjelasan di atas, dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa bangsa yang dikenal dengan nama Arya itu sebenarnya berasal dari Nusantara. Nama asli dari bangsa ini adalah Aryawinata, namun biasanya cukup disebut dengan Arya saja. Dan bisa dikatakan bahwa nama sebelumnya dari bangsa ini adalah Attalani (merujuk dari asal usul nama negara mereka di Nusantara). Mereka telah ada sejak lebih dari 10.000 tahun silam dan memiliki peradaban yang tinggi. Dan mereka itu sebenarnya bukan hanya terdiri dari satu ras saja, melainkan dari kumpulan beberapa ras manusia yang ada. Awalnya mereka hidup di Nusantara, namun karena huru-hara yang terjadi di negerinya saat itu, mereka lalu bermigrasi ke arah utara sampai ke kawasan Asia Tengah sekarang.
Di Asia Tengah mereka lalu membangun peradaban baru yang sumber utamanya tetap berasal dari kebudayaan yang pernah ada di Nusantara, baik itu bahasa, aksara, tradisi, budaya, teknologi, dan keyakinannya. Meskipun kemudian ada akulturasi dengan kebudayaan lokal, tapi yang dibawa dari Nusantara tetap melekat. Selama ribuan tahun mereka tinggal disana, sampai pada akhirnya ada yang mulai bergerak lagi ke berbagai kawasan. Ada yang ke Eropa seperti ke Anatolia, Yunani, Jerman, Italia, dan Albania. Disana mereka lalu membangun peradabannya sendiri, dengan nama bangsa, bahasa dan kerajaannya sendiri. Kemudian ada pula yang ke arah Asia Barat, di sekitar wilayah Iraq dan Iran sekarang. Disana mereka lalu terbagi dua menjadi bangsa Media dan Persia, dengan peradaban yang mengagumkan. Sedangkan yang bergerak ke arah selatan akhirnya sampai ke anak benua India, tepatnya di sekitar sungai Gangga, Yamuna dan Sindhu. Dari sana mereka mulai membangun peradaban yang besar, yang kemudian menyebar luas sampai ke Pakistan, Afganistan, Bangladesh, Nepal dan Srilangka. Pengaruhnya pun masih sangat terasa sampai kini.
Lalu di sekitar awal-awal abad Masehi, di tanah India terjadi banyak huru-hara yang memilukan. Hal ini membuat sebagian keturunan bangsa Arya harus bermigrasi lagi, tepatnya kembali ke Nusantara (Jawa, Sumatera dan Kalimantan). Mereka berasal dari wangsa Saka, Pallawa, Calangkayana (Wangga), Sungga dan Warman. Di ketiga pulau besar itu, akhirnya mereka pun mendirikan kerajaan baru yang hampir segala sesuatunya masih terpengaruh dengan apa yang pernah ada di tanah India, yang dimiliki oleh bangsa Arya. Meskipun ada beberapa hal yang ber-akulturasi dengan apa yang ada di Nusantara sehingga menjadi ciri khasnya tersendiri. Inilah yang masih bisa kita lihat sampai hari ini.
Adapun kerajaan yang pernah didirikan oleh bangsa Arya kala itu (awal-awal tarikh Masehi) di antaranya seperti Salakanagara, Bakulapura-Kutai Martadipura, Tarumanagara, Malayapura, Kendan-Galuh, Indraprahasta dan Kalingga. Di kemudian hari, keturunan dari trah raja-raja di kerajaan itu lalu mendirikan kemaharajaan yang tersohor di seluruh dunia. Di antaranya adalah seperti Sriwijaya dan Wilwatikta (Majapahit). Hanya saja keduanya pun akhirnya runtuh oleh sebab konflik internal dan pengkhianatan.
Jadi, bangsa Arya itu adalah bangsa yang berasal dari Nusantara lalu menyebar ke berbagai belahan Bumi. Mereka bukan dari satu golongan ras saja, tetapi beragam dan terikat dalam satu kesatuan budaya, tradisi, cita-cita dan falsafah hidup – meskipun kemudian ada pergeserannya. Mereka lalu membawa serta apa yang pernah ada di Nusantara itu kemana-mana, dan akhirnya kembali lagi ke Nusantara meskipun ada yang tetap tinggal di negeri perantauan. Dan jika seandainya banyak orang di negeri ini yang sadar akan hal tersebut kemudian mau menggali lagi tentang apa saja yang berawal mula dari Nusantara ini, maka kejayaan besar itu akan bangkit. Negeri di khatulistiwa ini bisa kembali memimpin dunia.
“Nusantara itu bukan hanya sebuah tempat, tapi juga sebuah bangsa. Kejayaannya bukan hanya pernah, tapi akan kembali lagi”
Catatan Kaki :
[1] Rig-Veda dan Avesta sama-sama menyebut dan menamai dirinya sebagai “Aryans”. Menurut
ahli bahasa keduanya memiliki dialek yang sama. Dalam Agama pun juga memiliki persamaan.
Cara menyembah dewa-dewa juga memiliki metode yang sama.
[2]Sekelompok masyarakat migran. Yang mana, pada tahun 1 700-1 600 SM kuburan di Kota
Harrapan menjadi bukti bawa terlahir suku-suku baru yang menduduki sebagian kecil kota
tersebut. Bukti pertama berupa kuda di Benua India dan juga Terra- cotta dan cap perunggu
yang dibuat dalam bentuk geometris. Hal-hal tersebut yang nantinya akan menguhubungkan
mereka dengan masyarakat migran Indo-Aryan tersebut. Namun, pada tulang yang telah digali
tidak menunjukkan hubungan tersebut.
[3] Picture of Horse Sacrifice, 1 780s
[4] Adolf Hitler was leader of the Nazi Party (from 1 920/21 ) who rose to become dictator
chancellor and Fuhrer of Germany (1 933–45).
[5] Salah satu simbol milik Bangsa Arya.
[6] https://peradabankuno.wordpress.com/bangsa-kuno/bangsa-arya/
Referensi :
- - https://www.google.co.id/search?q=Horse+Sacrifice,1 780s+picture&safe=strict&hl=en&sxsrf=ALeKk03ErqmjR1 qs_–u8JoBFwBzF0HiSg:1 58760931 9806&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwiZ_LHMwf3oAhVJbSsKHe2zARUQ_AUoAXoECA0QAw&biw=1 366&bih=659 T.S.G. Mulya. 1 952. India:sejarah Politik dan PergerakanKebangsaan. Jakarta: Balai Pustaka. Burton Stein. 201 0. History of India. UK: Black Well’s
- - http://staffnew.uny.ac.id/upload/1 9820704201 01 22004/pendidikan/Bangsa+Arya+di+India.pdf
- - http://wong1 68.files.wordpress.com/201 0/1 0/gateway-at-harappa1 .jpg
- - https://oediku.wordpress.com/2018/01/30/bangsa-arya-dan-kisah-peradabannya/?fbclid=IwY2xjawM627dleHRuA2FlbQIxMQABHtTDIDtudqp8JvkylRxfHhr_JxwV-HRpproXaLkPUqHcutXHoLmVaH-vrzVB_aem_P-ej7EAfOCyKErs5i2Zefw



.jpeg)





