KAMPANYE
POLITIK MENGGUNAKAN MEDSOS
METODE kampanye
konvensional seperti pengerahan massa untuk rapat umum mulai terasa hampa. Di
balik keramaian massa dengan berbagai atribut, terasa sepi makna. Keramaian
ide, gagasan, dan visi-misi terasa mulai berpindah ke ruang-ruang maya.
Diskusi, perdebatan,
bahkan saling tuduh secara frontal begitu bebas terjadi di berbagai media
sosial. Untuk kalangan yang relatif terdidik, kampanye menggunakan media sosial
lebih efektif ketimbang baliho dan spanduk. Orang yang relatif terdidik dan
well inform ini tidak akan percaya isi baliho atau spanduk, tapi lebih percaya
pada perkataan teman atau koleganya di media sosial.
Di sini dapat dikatakan
bahwa setiap orang dapat berpengaruh bagi orang lain. Maka, secara berseloroh,
di media sosial tidak lagi berlaku one man one vote, tetapi satu orang bisa
memiliki kekuatan setara puluhan, ratusan, atau ribuan lebih orang. Inilah
kelebihan media sosial: efektif sebagai sarana pertukaran ide. Penyebaran
berbagai ide, termasuk isi kampanye via media sosial, berlangsung amat cepat
dan hampir tanpa batas.
Di Twitter, misalnya,
hanya dengan men-twit, informasi tersebar luas ke seluruh follower, begitu
seterusnya dengan cara kerja seperti multi-level marketing. Efektivitas media
sosial tidak hanya karena jumlah penggunanya yang masif. Karakteristik media
sosial sendiri juga merupakan kekuatan.
Media sosial adalah
sarana untuk komunikasi di mana setiap individu saling memengaruhi. Setiap
orang memiliki pengaruh ke sekelilingnya. Tidak instan Selain itu, pengguna
media sosial yang well inform dan terdidik ini tidak mudah dibohongi, tapi
mudah terpengaruh dan simpati pada hal-hal yang membuat mereka tersentuh.
Ketenaran dan kekuatan
politik yang sekarang menempel pada SALAH SATU KONTESTAN, misalnya, disumbang
besar oleh perbincangan di media sosial yang mengarah pada kekaguman setiap
orang pada keotentikan dan keseriusan serta kepedulian kontestan dalam mengurus rakyat.
Di dalam ruang media sosial hanya informasi yang sesuai fakta yang berharga.
Untuk mencapai keyakinan bahwa informasi itu sesuai fakta, sering kali muncul
perdebatan.
Dalam berbagai hal yang
menarik perhatian publik terjadi tesis yang dilawan oleh argumen antitesis.
Keajaiban sering kali muncul di media sosial berupa tercapainya sintesis. Tidak
perlu ada seseorang yang menyimpulkan, tapi dari perdebatan tersebut sering
kali muncul "kesepakatan sunyi" di antara pihak-pihak yang berdebat
beserta para "pendengarnya". Inilah sintesis tersebut. Proses seperti
ini berjalan dalam rentang waktu yang cukup panjang. Karena sifatnya yang
memiliki rentang waktu panjang, media sosial tidak memiliki pengaruh signifikan
untuk kampanye yang sifatnya mobilisasi.
Kerja-kerja di media
sosial bergerak perlahan dengan membincangkan visi, misi, ide, ideologi.
Pengguna media sosial bukan orang yang bisa digiring, tapi bergerak dengan
kemauan dan kesadaran sendiri. Media sosial hanya berpengaruh signifikan bagi
politikus yang bekerja sepanjang waktu. Bukan pekerjaan instan lima tahun
sekali. Mereka yang intens menyebarkan ide-ide dan berdiskusi dalam bidang
tertentu secara mendalam sepanjang waktu akan mendapat hasilnya saat pemilu.
Media sosial tidak cocok untuk politisi "kosong", tapi hanya bagi
mereka yang punya kemampuan berpikir dan berdialektika.
Media sosial juga tak
cocok bagi yang egois, melainkan bagi mereka yang memiliki kepekaan dan
kepedulian terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat.
Hanya politisi yang
memiliki simpati dan empati terhadap permasalahan rakyat yang akan menuai
simpati dan empati publik. Sifat kampanye di media sosial bisa merupakan kebalikan
dari kampanye di dunia nyata. Jika di dunia nyata kampanye begitu berisik,
keras suaranya tapi tanpa bukti nyata, di media sosial adalah antitesis dari
berisik dan bising tersebut, yaitu bermakna. Setiap suara punya arti, memiliki
pembuktiannya sendiri-sendiri.
Politik di media sosial
bisa merupakan politik sejati, yaitu politik yang benar-benar berisi ide-ide
dan aksi nyata untuk kebaikan umum. Inilah politik yang memiliki daya dobrak.
Berbagai isu sosial yang menjadi beban masyarakat sering kali mendapatkan
solusinya di media sosial. Penyeimbang Di sisi lain perlu ada regulasi yang
jelas dan komprehensif. Kecurangan dan pelanggaran amat mungkin terjadi saat
regulasi yang ada memiliki banyak celah.
Dimungkinkan
terjadi kampanye di media sosial saat masa tenang dan pungut-hitung.
Permenkominfo No 14/2014 tentang Kampanye Pemilu melalui Penggunaan Jasa
Telekomunikasi perlu disosialisasikan dan diperkuat dengan peraturan KPU dan
peraturan Bawaslu. Potensi pelanggaran lainnya terkait kejelasan aktor dan
materi kampanye. Perlu ada aturan yang jelas untuk mencegah kampanye yang
bersifat fitnah, terutama oleh akun-akun anonim. Sebagai catatan, media sosial
dapat jadi solusi meminimalkan ketidakadilan. Media sosial dapat jadi
penyeimbang media siaran televisi yang sekarang tak lagi mampu mempertahankan
independensi dan keadilannya. Televisi dimiliki pengusaha yang sekarang masuk
berbagai partai. Kondisi ini menyebabkan media televisi tersebut menjadi corong
partai politik sang pemilik. Di sinilah urgensi media sosial.
Media
Sosial dan Komunikasi/Kampanye Politik.
Media sosial telah
mengubah cara orang dalam mengkomunikasikan sebuah ide dan gagasan. Media
tradisional, sebagai contoh surat kabar, majalah, televisi, dan radio,
memberikan informasi ke publik dalam bentuk satu arah komunikasi. Fenomena ini berbeda dengan media sosial, dimana media
sosial telah merevolusi cara berbagi ide dan informasi dengan jalan berbagi dalam komunitas dan jaringan
online.
Media sosial telah
merambah pada hampir semua komunitas di masyarakat, termasuk di dalamnya para
pelaku politik. Komunikasi politik
adalah sebuah
Public sphere.
Suatu tempat dimana
para anggota komunitas dapat secara kolektif membentuk pendapat umum dalam satu
lingkungan. Komunikasi politik yang baik membutuhkan partisipasi dari aktor
politik, media, dan publik. Para pelaku
politik harus dapat menyampaikan pesan
mereka kepada pendukungnya baik secara langsung maupun lewat perantara. Dalam
hal ini, internet telah menjadi perantara dan wadah yang baik bagi proses komunikasi dan kampanye politik.
Jenis situs atau media sosial yang banyak dimanfaatkan bagi proses komunikasi
dan kampanye politik adalah Facebook.
Facebook dipilih karena beberapa faktor
yaitu faktor komunitas, fitur,komunikasi politik antar anggota, komunikasi
politik antar anggota dengan politisi, dan faktor mobilisasi.
Informasi-informasi yang ditanam dalam Facebook sebagai media sosial dalam
proses komunikasi dan kampanye politik adalah informasi pribadi dari pelaku politik, ide gagasan,
serta visi misinya. Informasi lain yang paling utama dan dominan adalah opini.
Sebagai sarana komunikasi dan kampanye
politik, politikus dapat menggunakan Facebook untuk berkomunikasi dua arah dengan para
pendukungnya, yang pada ujung-ujungnya membentuk berbagai opini. Opini-opini
inilah yang diolah dan dimanfaatkan bagi
pelaku politik dan timnya dalam mendulang suara dari masyarakat luas.
Kombinasi berbagai fitur atau fasilitas-fasilitas merupakan faktor yang
menyebabkan media sosial Facebook efektif sebagai media komunikasi dan kampanye
politik dalam meraih dukungan publik.
Efek Media Sosial dalam Komunikasi/Kampanye Politik.
Perkembangan media
sosial di dunia maya akan semakin berkembang dan terus tumbuh. Kemampuan untuk
menguasai dan memanfaatkannya akan menjadi faktor strategis bagi pelaku politik
dalam proses komunikasi dan kampanye politiknya. Perolehan dukungan dan suara
adalah target utama dari setiap pelaku politik. Dan telah menjadi suatu hal
yang identik (untuk tidak mengatakan suatu hal yang linier dan suatu hal yang
pasti), bahwa pelaku politik yang paling populer di media sosial, ialah yang
mendapat dukungan dan memperoleh suara terbanyak dari khalayak.
Inilah dampak positif
terbesar dari media sosial bagi proses komunikasi dan kampanye politik. Media
sosial mampu memberikan efek positif bagi
pelaku politik dengan terjalinnya komunikasi politik dua arah yang
intens dengan para pendukungnya. Pergeseran opini dan mobilisasi suara dari
suara mengambang (floating voters) juga merupakan efek positif dari media sosial tersebut. Di sisi
lain, konten dan opini yang terbangun di media sosial oleh pelaku politik
kadang dapat berimbas negatif bagi para pesaing politik. Opini akan kekurangan
dan kelemahan bahkan kesalahan (yang dicari-cari) dari para pesaing politik,
tak jarang dapat menimbulkan masalah. Memang, sudah ada banyak aturan main
bahkan sudah terbentuk dalam sebuah undang-undang (UU), baik UU ITE dan UU
Pemilu beserta perangkat Bawaslu dan
aparat Kepolisian.
Namun demikian, yang
paling penting dikedepankan adalah etika
dalam proses komunikasi dan kampanye politik. Komunikasi dan kampanye politik
bukanlah ajang untuk mencari kelemahan, kekurangan, bahkan kesalahan bagi
para pesaing politik, melainkan suatu
media dalam menyampaikan gagasan, ide, visi misi, dan opini sehat bermartabat, santun penuh kearifan, serta
bertanggung jawab bagi kedewasaan politik
dan keberagaman Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, dan norma-norma yang ada .