OKNUM
Oknum adalah orang atau anasir (dengan arti yang kurang baik).
Oknum yang bertindak sewenang-wenang itu sudah ditahan.
Oknum mengacu pada seseorang yang terikat dengan suatu institusi tertentu dan melakukan suatu tindak kejahatan atau perbuatan buruk lainnya, dengan mengatasnamakan dirinya sendiri.
Dewan Pers pada 2013, disebutkan bahwa persoalan yang menyangkut perilaku penegak hukum yang tidak terpuji biasanya melibatkan kata oknum.
Bahwa oknum tampak memiliki makna yang cenderung negatif. terlebih lagi, judul-judul berita tersebut, semuanya menunjukkan tindakan yang tidak baik yang dilakukan oleh seseorang, mulai dari penganiayaan sampai pencorengan nama baik suatu institusi.
Kata oknum biasanya diikuti dengan kata yang mengacu pada lembaga tertentu, misalnya oknum kepolisian, oknum TNI, oknum PNS, dan sebagainya (menyebutnya instansi/ institusi tertentu).
Dengan kata lain, penggunaan kata oknum bertujuan untuk memisahkan diri pribadi seseorang dari suatu lembaga atau institusi tempat dia bekerja atau terdaftar.
Penggunaan kata oknum tidak mengubah fakta bahwa pelaku suatu tindakan tidak terpuji atau bahkan kejahatan memang benar adalah bagian dari institusi terkait.
Bahwa kata oknum digunakan untuk memisahkan persoalan sistemik dengan persoalan personal. Artinya, jika ada seseorang yang berafiliasi dengan institusi tertentu, maka bukan institusinya yang salah, melainkan pribadi seseorang yang melakukan tindak kejahatan yang salah.
Namun yang jadi masalah, penggunaan kata oknum untuk mengacu pada personal lebih banyak mengacu pada lembaga atau instansi tertentu. Hampir tidak pernah terdengar bahwa kata oknum melekat pada lembaga atau institusi lain seperti misalnya, oknum nelayan, oknum buruh, oknum pedagang, oknum dokter, oknum seniman, atau oknum artis.
Padahal, ketika muncul berita artis yang tertangkap narkoba, secara sadar banyak orang sudah tahu bahwa tidak semua artis menggunakan narkoba. Namun dalam judul berita, tidak pernah muncul penggunaan kata oknum.
Hal ini menunjukkan perwujudan dari adanya politik bahasa. Dalam artikel Politik Bahasa dan Bahasa Politik, Mudjia Raharjo mengungkapkan bahwa politik dan bahasa seperti dua bidang yang terpisah dan sama sekali tidak ada keterkaitan. Padahal, keduanya dapat dilihat dalam dua macam hubungan :
1. Hubungan koordinatif, di mana politik dan bahasa berinteraksi, saling memengaruhi, dan tarik menarik secara setara.
2. Hubungan subordinatif, di mana salah satu menjadi subjek dan lainnya menjadi objek.
Pada satu pihak bahasa dapat dijadikan agenda, kebijakan, dan sasaran kajian politik, sehingga politik menjadi subjek dan bahasa menjadi objek. Dalam kasus penggunaan kata oknum, bahasa menduduki posisi objek yang digunakan mencapai suatu agenda tertentu, seperti melindungi citra dari sititusi atau lembaga terkait.
Dalam artikel yang sama pun, Mudjia Raharjo pung mengatakan bahwa bahasa bukan sekadar sebagai alat komunikasi antara individu satu dengan lainnya, antara masyarakat satu denganlainnya. Lebih dari itu, bahasa sering dimanfaatkan sebagai alat untuk menunjukkan adanya kekuatan-kekuatan tertentu, baik oleh perseorangan, masyarakat, organisasi kemasyarakatan, pemegang kekuasaan, dan sebagainya.
Kata oknum berasal dari bahasa Arab (ʾuqnūm) artinya adalah individu atau orang. Ia menjelaskan kata oknum yang terekam oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki 3 (tiga) arti yaitu :
1. Oknum digunakan dalam agama Katolik yang artinya pribadi.
2. Sementara arti kedua yaitu seorang atau seseorang.
3. Orang dengan arti yang kurang baik.
Maksud dari arti ketiga ini adalah seseorang yang berada pada suatu organisasi besar, tetapi melakukan suatu perbuatan yang melanggar nilai organisasi tersebut.
Oknum ini itu digunakan sebagai orang yang keluar (melanggar), jadi itu bagian dari suatu organisasi besar tetapi dia itu melakukan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai organisasi.