Desa Manggis Puncu kabupaten Kediri
SELAYANG PANDANG
Penguasaan Fisik Dapat Menimbulkan Hak Baru
Pendaftaran hak atas tanah didasarkan kepada bukti formil dan bukti materil. Surat digolongkan sebagai bukti formil. Namun bukti surat saja tidak sepenuhnya kuat membuktikan adanya hak atas tanah. Untuk sempurnanya suatu hak harus memenuhi bukti materil berupa penguasaan fisik tanah. Perlu diperhatikan, Pemegang surat hak tanpa menguasai fisik tanah selama bertahun-tahun, secara hukum haknya dapat gugur karena status tanah menjadi tanah terlantar. Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tanah terlantar sebagai salah satu sebab hapusnya hak atas tanah. Sedangkan seseorang yang menguasai fisik tanah selama bertahun-tahun dan secara terus-menerus dengan beritikad baik dapat menyampaikan permohonan untuk diberikan hak baru atas tanah tersebut.
Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut. Pasal tersebut berbunyi :
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: (1) Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; (2) Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Maksud penguasaan fisik secara beritikad baik dan terbuka adalah penguasaan fisik yang tidak didasarkan kepada tipu daya dan kebohongan, dimana orang yang menguasai fisik tanah tersebut tidak pernah mendapat komplain atau gangguan atau gugatan dari pihak manapun selama kurun waktu tersebut di atas. Jika ada, maka Pasal ini tidak dapat dijadikan dasar untuk diberikannya hak baru.
Berkaitan:
Syarat Mengajukan Permohonan Pemblokiran Hak Atas Tanah
Yurisprudensi Berkaitan Asas Ne Bis In Idem
Langkah Selesaikan Harta Warisan Yang Dikuasai Sebahagian Ahli Waris
Kedudukan hukum penguasaan fisik tanah menjadi sangat penting agar pemegang hak terdorong untuk mengelola, mengurus dan memanfaatkan tanahnya. Aturan tersebut secara implisit bertujuan agar tanah-tanah menjadi produktif dan memiliki nilai ekonomis bagi pemegang hak dan bermanfaat bagi masyarakat umum.
Pemegang hak yang selama bertahun-tahun meninggalkan atau tidak memanfaatkan tanah haknya maka secara hukum dianggap telah meninggalkan haknya. Hal itu ditegaskan di dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, diantaranya adalah:
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 295 K/Sip/1973 Tanggal 9 Desember 1975 yang menguraikan; “…..mereka telah membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 (dua puluh) tahun semasa hidupnya Daeng Patappu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingga mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedangkan Tergugat Pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa”.
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 329 K/Sip/1957 Tanggal 24 September 1958 menegaskan; “orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 (delapan belas) tahun dikuasai oleh orang lain dianggap telah melepaskan hak atas tanah tersebut (rechtsverwerking)”.
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 783 K/Sip/1973 Tanggal 29 Januari 1976 menegaskan; “seandainya memang Penggugat Terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa Tergugat-tergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian atas tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking)” “pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung Penggugat Terbanding yang telah menduduki tanah tersebut untuk waktu yang lama, tanpa gangguan dan bertindak sebagai pemilik yang jujur (rechtshebende te goeder trouw) harus dilindungi oleh hukum”.
Kaidah hukum dari Yurisprudensi di atas menguatkan posisi hukum tindakan penguasaan fisik selama bertahun-tahun, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pemegang hak yang tidak menguasai fisik selama bertahun-tahun dianggap telah meninggalkan haknya;
Pemegang hak yang tidak menguasai fisik selama bertahun-tahun dianggap telah melepaskan hak atas tanah;
Penguasaan fisik tanah selama bertahun-tahun dianggap telah memperoleh hak milik;
Penguasaan fisik secara jujur harus dilindungi oleh hukum;
Sepanjang ini, banyak tanah-tanah yang dikuasai namun tidak ada surat yang mendasarinya. Aturan hukum tersebut dapat dijadikan dasar bagi Negara untuk memberikan hak-hak baru kepada pihak yang melakukan penguasaan fisik secara jujur. Secara sosiologis bahwa orang yang menguasai tanah selama bertahun-tahun adalah orang yang benar-benar membutuhkan lahan untuk tempat tinggal. Semakin hari kebutuhan tanah semakin terbatas sehingga hukum memandang pendudukan tanah secara beritikad baik harus dilindungi oleh hukum.
HUKUM AGRARIA
20 TAHUN MENGUASAI TANAH OTOMATIS MENJADI PEMILIK
Pendapat/ menurut : Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H.
(Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin / Dewan Pembina Asosiasi Mahasiswa Hukum Perdata FH-UH).
Selama ini ada pemahaman yang keliru yang berkembang di masyarakat bahwa seseorang yang telah menguasai tanah selama 20 tahun berturut-turut atau lebih, maka otomatis menjadi pemilik dan berhak mensertifikatkan tanah tersebut. Pemahaman ini semakin diperkuat dengan pengalaman empirik, bahwa ketika seseorang yang telah menguasai tanah tersebut lebih dari 20 tahun, maka dengan mudah dapat memperoleh sertifikat. Yang penting dia dapat memperlihatkan bukti pembayaran SPPT.
Padahal, anggapan yang demikian tidak sepenuhnya benar, karena ketentuan mengenai 20 tahun itu hanya ditujukan kepada pemilik, bukan kepada orang yang menguasai tanah orang lain, misalnya dengan menumpang. Jadi bagi penumpang sekalipun lebih dari 20 tahun, maka selamanya tidak mungkin menjadi pemilik atas tanah orang lain, kecuali kalau dia memperolehnya dengan jalan peralihan hak, misalnya; jual beli, hibah, atau wasiat.
Bisa jadi pemahaman yang demikian ini, karena dulu sebelum berlakunya UUPA, di dalam KUHPerdata (BW) Pasal 1963 dimungkinkan menjadi pemilik seseorang yang menguasai benda tidak bergerak, tetapi itupun disyaratkan dengan itkiad baik. dan juga Pasal 1967 yang tidak lagi mempersyaratkan adanya itikad baik. Namun Ketentuan ini tidak berlaku lagi setelah berlakunya UUPA,
Lalu apa maksud sesungguhnya menguasai tanah tersebut 20 tahun berturut-turut sudah dapat mensertifikatkan tanahnya?
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Paragraf 2 Pasal 24 diatur mengenai pembuktian hak lama. Jadi Pasal ini hendak berbicara tentang pembuktian hak lama dari seorang pemilik yang hendak mendaftarkan tanahnya. Isi Pasal ini secara lengkap sebagai berikut:
Pasal 24
(1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yg bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
(2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya, dengan syarat :
a. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.
b. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
Jadi Pasal ini hendak mengatur, bahwa kalau seseorang hendak mensertifikatkan hak atas tanahnya, yang berasal dari hak lama, maka dia harus melengkapi: alat bukti tertulis, kalau tidak ada alat bukti tertulis, ya dengan saksi-saksi atau pernyataannya sendiri yang kadar kebenarannya dianggap cukup.
Kalau tidak ada lagi alat bukti terulis, dan /atau saksi-saksi, barulah melangkah ke bukti yang kedua yaitu kenyataan penguasaan fisik atas bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon atau orang tuanya/keluarganya/leluhurnya. Tetapi inipun juga ada syaratnya yaitu:
1. dilakukan dengan itikad baik;
2. tidak dipermasalahkan oleh masyarakat atau pihak lainnya.
Jadi bagi pihak yang hanya menguasai tanah orang lain sekalipun jangka waktunya lebih dari 20 tahun hampir tidak ada jalan untuk mensertifikatkan hak orang lain karena syarat itikad baik saja sudah sulit. Bagaimana bisa dinilai beritikad baik kalau tanah orang lain lalu diakui sebagai tanah kita sendiri. Demikian pula dengan syarat kedua, bagaimana bisa pihak pemilik tanah tidak mempermasalahkan kalau dia tahu bahwa tanahnya akan disertifikatkan oleh orang lain.