MANAJEMEN KONFLIK
Manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi dan mengatur konflik yang terjadi dalam bisnis atau organisasi. Konflik adalah hal yang rawan terjadi di dunia bisnis karena persaingan yang ketat. Namun, konflik dapat diminimalisir dan dicegah dengan mengimplementasikan manajemen konflik yang baik. Ini penting untuk mengelola konflik agar tidak menyebabkan perpecahan, permusuhan, dan persaingan yang tidak sehat serta mempengaruhi produktivitas. Manajemen konflik juga digunakan untuk menyelesaikan konflik dan menyatukan kembali berbagai pihak melalui solusi yang sesuai.
Manajemen konflik juga melibatkan proses identifikasi masalah yang mendasar, menganalisis konflik, mencari solusi, dan menerapkan tindakan yang tepat untuk mengatasi konflik. Manajer harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan juga kemampuan untuk mengelola perbedaan pendapat dan perspektif yang berbeda. Selain itu, manajer juga harus memiliki kemampuan untuk mengelola emosi dan mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang sulit.
Manajemen konflik juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti konfrontasi, mediasi, atau negosiasi. Konfrontasi adalah cara untuk mengatasi konflik dengan mengatakan apa yang kita inginkan dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Mediasi adalah cara untuk mengatasi konflik dengan mencari solusi yang diterima oleh semua pihak. Negosiasi adalah cara untuk mengatasi konflik dengan mencari kompromi yang diterima oleh semua pihak.
Pandangan hidup yang berbeda-beda antar manusia satu dan lainnya merupakan suatu hal lumrah yang merupakan fakta dalam kehidupan. Organisasi didefinisikan sebagai wadah dimana orang-orang di dalamnya bergabung, memiliki visi, misi, nilai-nilai dan tujuan serta sasaran-sasaran tertentu. Adanya konflik antar kelompok atau antar anggota merupakan persoalan yang sering muncul selama berlangsungnya perubahan dalam organisasi. Dalam kehidupan yang dinamis konflik terjadi manakala terdapat benturan kepentingan. Rasa penolakan terhadap perubahan dikatakan paling sering menjadi penyebab timbulnya konflik. Setiap saat, orang-orang dalam organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan hubungan di antara mereka sesuai dengan perkembangan lingkungan agar keefektifan organisasi dapat meningkat.
Definisi dan Beberapa Pandangan Mengenai Konflik Dalam Organisasi
Manajemen Konflik adalah usaha-usaha yang perlu dilakukan dalam rangka mencegah, menghindari terjadinya konflik serta mengurangi resiko dan tidak mengganggu kinerja organisasi.
Sebelum era 1970-an, konflik dipandang sebagai sesuatu hal negatif atau buruk. Para pimpinan atau manajer cenderung menghindari atau berusaha meminimalkan konflik dalam unit yang mereka pimpin. Kemudian pandangan tersebut bergeser di era selanjutnya. Pada era 1970-an hingga 1990-an, konflik dipandang sebagai sesuatu yang memiliki titik optimal yakni tingkat konflik yang sedang. Tanpa adanya konflik, orang-orang atau individu dalam organisasi tidak menemukan tantangan, kehilangan potensi kreatif dan ketajaman dalam penyelesaian masalah. Akan tetapi ketika terjadi konflik yang berlebihan, kinerja karyawan dan organisasi secara keseluruhan dapat mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu upaya agar konflik senantiasa dikelola pada tingkat optimal.
Kemudian paham terbaru membedakan konflik menjadi konflik konstruktif dan konflik relasional. Konflik konstruktif adalah sebuah jenis konflik dimana orang-orang memfokuskan diskusi mereka pada isu tertentu dengan tetap menjaga respek terhadap orang-orang dengan sudut pandang lain. Sementara itu, konflik hubungan (relationship-conflict) merupakan jenis konflik dimana orang-orang lebih memfokuskan perhatian pada karekteristik-karakteristik dari orang lain daripada perhatian terhadap isu sebagai sumber konflik (McShane & von Glinow, 2010:330).
Konflik atau pertentangan dalam kondisi tertentu akan mampu mengidentifikasi sebuah proses pengelolaan lingkungan dan sumber daya yang tidak berjalan secara efektif, konflik mampu mempertajam gagasan bahkan dapat menjelaskan kesalahpahaman (Mitchell, B., Setiawan, B. dan Rahmi, D.H, dalam Wahyudi, 2006).
Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka (Cummings, P.W. dalam Wahyudi, 2006).
Konflik merupakan perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok masayarakat yang akan mencapai nilai yang sama (Alisjahbana, S.T. dalam Wahyudi, 2006).
Konflik mengacu pada pertentangan antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan sebagaimana dikemukakan sebagai berikut : “Conflict in the context used, refers to the positions of persons of forces that gives rise to some tension. It occurs when two or more parties (individuals, groups, organization) perceive mutually exclusive goals, or events” (Dubrin, A.J., dalam Wahyudi, 2006).
Konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua orang anggota organisasi atau lebih yang timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya yang terbatas, atau aktifitas-aktifitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda (Stoner dan Wankel, 1986).
Dari beberapa definisi konflik menurut para ahli seperti yang diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam aktifitasnya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau kelompok;
b. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi;
c. Terdapat pertentangan norma dan nilai-nilai individu maupun kelompok;
d. Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain mendapat kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
Pengertian Manajemen Konflik
Manajemen konflik berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata “management” yang berarti pengelolaan dan “conflict” yang berarti konflik. Jadi, istilah “manajemen konflik” secara harfiah berarti pengelolaan konflik. Istilah ini digunakan dalam bidang bisnis, manajemen organisasi, dan ilmu sosial lainnya untuk mengacu pada proses mengelola atau mengatasi perbedaan pendapat atau persepsi yang terjadi dalam sebuah organisasi atau bisnis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Menurut KBBI, manajemen adalah proses atau tindakan mengatur, mengendalikan, merencanakan, memimpin, dan mengkoordinasikan sumber daya (manusia, uang, bahan, mesin, dll) dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan, konflik adalah perbedaan pendapat, persepsi, atau kepentingan yang menimbulkan perasaan tidak sepakat, saling menentang, atau bentrok. Jadi, dapat diartikan sebagai proses mengatur atau mengendalikan perbedaan pendapat, persepsi, atau kepentingan yang menimbulkan perasaan tidak sepakat atau bentrok dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Para Ahli
Menurut para ahli, manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi dalam organisasi atau bisnis. Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli :
1. Thomas (1976)
Menurut Thomas, manajemen konflik adalah proses mengidentifikasi, menganalisis, dan mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi. Dalam pandangan Thomas, manajemen konflik meliputi lima tahap, yaitu pengenalan, analisis, pembuatan keputusan, implementasi, dan evaluasi. Pada tahap pengenalan, manajer harus dapat mengidentifikasi sumber-sumber konflik yang ada dalam organisasi. Pada tahap analisis, manajer harus dapat menganalisis konflik yang ada dan menentukan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Pada tahap pembuatan keputusan, manajer harus dapat menentukan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi konflik. Pada tahap implementasi, manajer harus dapat mengeksekusi tindakan yang telah ditentukan dan melakukan perubahan yang diperlukan. Pada tahap evaluasi, manajer harus dapat mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah diambil dan melakukan perbaikan sesuai dengan kebutuhan.
2. M. Afzalur Rahim (1986)
Menurut M. Afzalur Rahim (1986), manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi antara dua atau lebih pihak. Dalam pandangan Rahim, manajemen konflik meliputi tiga tahap, yaitu pengenalan, analisis, dan penyelesaian. Pada tahap pengenalan, manajer harus dapat mengidentifikasi sumber-sumber konflik yang ada dalam organisasi. Pada tahap analisis, manajer harus dapat menganalisis konflik yang ada dan menentukan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Pada tahap penyelesaian, manajer harus dapat menentukan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi konflik dan mengeksekusi tindakan tersebut.
Rahim menyatakan bahwa manajemen konflik dapat dilakukan dengan beberapa strategi, seperti :
Penghindaran : Meminimalkan atau menghindari interaksi dengan pihak yang menyebabkan konflik.
Kompromi: Mencari solusi yang menerima kompromi dari kedua belah pihak.
Penyelesaian kolaboratif: Mencari solusi yang diterima semua pihak dengan cara bekerja sama.
Penegasan: Mencari solusi dengan cara menegaskan keinginan dan hak masing-masing pihak.
Penyelesaian dengan kekuasaan: Mencari solusi dengan cara menggunakan kekuasaan atau otoritas yang dimiliki.
3. R.K. Khandwalla (1977)
Menurut R.K. Khandwalla (1977), manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi. Dalam pandangan Khandwalla, manajemen konflik meliputi dua tahap, yaitu pengenalan dan penyelesaian. Pada tahap pengenalan, manajer harus dapat mengidentifikasi sumber-sumber konflik yang ada dalam organisasi. Pada tahap penyelesaian, manajer harus dapat menentukan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi konflik dan mengeksekusi tindakan tersebut.
Khandwalla menyatakan bahwa manajemen konflik dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti:
Penghindaran: Meminimalkan atau menghindari interaksi dengan pihak yang menyebabkan konflik.
Kompromi: Mencari solusi yang menerima kompromi dari kedua belah pihak.
Negosiasi: Mencari solusi dengan cara bernegosiasi dengan pihak yang menyebabkan konflik.
Mediasi: Mencari solusi dengan bantuan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam konflik.
Penegasan: Mencari solusi dengan cara menegaskan keinginan dan hak masing-masing pihak.
4. C.R. Mitchell, K.J. Borton, and J.W. Slocum (1978)
Menurut C.R. Mitchell, K.J. Borton, and J.W. Slocum (1978), manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi. Dalam pandangan mereka, manajemen konflik meliputi enam tahap, yaitu pengenalan, analisis, pembuatan keputusan, implementasi, monitoring, dan evaluasi. Pada tahap pengenalan, manajer harus dapat mengidentifikasi sumber-sumber konflik yang ada dalam organisasi. Pada tahap analisis, manajer harus dapat menganalisis konflik yang ada dan menentukan dampak yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Pada tahap pembuatan keputusan, manajer harus dapat menentukan tindakan yang akan diambil untuk mengatasi konflik. Pada tahap implementasi, manajer harus dapat mengeksekusi tindakan yang telah ditentukan dan melakukan perubahan yang diperlukan. Pada tahap monitoring, manajer harus dapat mengawasi dan mengevaluasi proses yang sedang berlangsung. Pada tahap evaluasi, manajer harus dapat mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah diambil dan melakukan perbaikan sesuai dengan kebutuhan.
Semua pengertian tersebut menyatakan bahwa manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi atau mengelola konflik dengan cara yang efektif dan efisien, serta dengan menggunakan berbagai strategi dan teknik yang sesuai.
Fungsi Manajemen Konflik
Manajemen konflik memiliki beberapa fungsi utama, diantaranya :
1. Mencegah timbulnya konflik
2. Mengelola konflik yang sudah terjadi
3. Menyelesaikan konflik
4. Meningkatkan kualitas hubungan
5. Mengembangkan keterampilan komunikasi
6. Meningkatkan produktivitas
7. Menjaga stabilitas organisasi
8. Mengembangkan kemampuan negosiasi
9. Meningkatkan kemampuan dalam mengelola emosi
10. Membuat organisasi lebih adaptif
11. Mengembangkan kemampuan dalam mengelola perbedaan
12. Mengembangkan keterampilan dalam mengambil keputusan
13. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan
Pentingnya Manajemen Konflik Dalam Organisasi
Manajemen konflik dalam organisasi sangat penting karena dapat membantu dalam mengelola dan mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi. Beberapa alasan pentingnya manajemen konflik dalam organisasi adalah :
1. Meningkatkan produktivitas
2. Meningkatkan kualitas hubungan
3. Meningkatkan keterampilan komunikasi
4. Meningkatkan kemampuan negosiasi
5. Meningkatkan kemampuan dalam mengelola emosi
6. Meningkatkan adaptabilitas organisasi
7. Meningkatkan keputusan yang baik
8. Meningkatkan kreativitas dan inovasi
9. Meningkatkan keselamatan kerja
10. Meningkatkan reputasi organisasi
Manajemen konflik dalam organisasi sangat penting karena dapat membantu dalam mengelola dan mengatasi konflik yang terjadi dalam organisasi. Ini dapat meningkatkan produktivitas, kualitas hubungan, keterampilan komunikasi, kemampuan negosiasi, kemampuan dalam mengelola emosi, adaptabilitas organisasi, keputusan yang baik, kreativitas dan inovasi, keselamatan kerja, dan reputasi organisasi.
Strategi Manajemen Konflik
Setelah Kita mengetahu pengertian, fungsi dan pentingnya manajemen konflik, yang tidak kalah penting adalah melakukan strategi untuk mengatasi konflik tersebut. Berikut ini startegi manajemen konflik yang dapat dilakukan :
1. Strategi penghindaran
2. Strategi penyelesaian
3. Strategi kompromi
4. Strategi kolaborasi
5. Strategi dominasi
6. Strategi pengalihan
7. Strategi kompetisi
8. Strategi adaptasi
9. Strategi komunikasi efektif
10. Strategi mediasi
11. Strategi arbitrasi
12. Strategi Negosiasi
Secara umum, strategi manajemen konflik harus dipilih sesuai dengan situasi dan kondisi konflik yang terjadi. Strategi yang digunakan harus dapat menyelesaikan konflik dengan cara yang efektif dan efisien.
Contoh manajemen Konflik
Contoh manajemen konflik dalam organisasi antara lain :
1. Konflik politik, Konflik pemilu, Konflik pilpres, Konflik pilkada
2. Konflik antara manajer dan karyawan
3. Konflik antar departemen
4. Konflik dengan klien
5. Konflik dengan mitra kerja
6. Konflik dalam pembagian tugas
7. Konflik dalam pembuatan keputusan
8. Konflik dalam alokasi sumber daya
9. Konflik dalam pengembangan karir
10. Konflik dalam pembagian tanggung jawab
Itu hanyalah beberapa contoh dalam organisasi. Namun, perlu diingat bahwa setiap konflik yang terjadi akan memiliki kondisi dan situasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manajer harus dapat mengidentifikasi sumber konflik secara tepat dan mencari solusi yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi. Selain itu, manajer juga harus dapat mengaplikasikan berbagai strategi, seperti strategi penghindaran, strategi penyelesaian, dan strategi pengelolaan, untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Penyebab dan Proses Terjadinya Konflik
Konflik tidak timbul secara serta merta melainkan melalui beberapa tahapan. Para ahli mencoba menguraikan lebih dalam mengenai penyebab dan proses terjadinya konflik dalam organisasi. Melalui artikel ini penulis mencoba menguraikan kembali salah satu pandangan tentang proses terjadinya konflik menurut Hendricks, W (1992) yakni :
1. Peristiwa sehari-hari : ditandai adanya individu yang merasa tidak puas atau jengkel terhadap lingkungan kerja;
2. Adanya tantangan : apabila terjadi masalah, individu cenderung saling mempertahankan pendapat dan menyalahkan pihak lain;
3. Timbulnya pertentangan : masing-masing individu atau kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik dalam setiap organisasi amat bervariasi tergantung dari sudut pandang individu menafsirkan, mempersepsi dan memberikan tanggapan dalam lingkungan kerjanya. Dikarenakan konflik dalam porsi tertentu dapat berdampak positif pada organisasi, maka mesti dikelola dengan baik dengan mengetahui faktor-faktor penyebabnya antara lain :
1. Konflik nilai
2. Kurangnya komunikasi
3. Kepemimpinan yang kurang efektif, pengambilan keputusan yang kurang adil
4. Ketidakcocokan peran
5. Produktifitas rendah
6. Perubahan keseimbangan
7. Konflik yang belum terpecahkan
8. Kebutuhan untuk membagi sumber-sumber daya yang terbatas
9. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan
10. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja; dan lain-lain.
Dampak Konflik
Demi memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi, konflik seharusnya bukanlah sesuatu yang harus ditakutkan. Jika dikelola dengan baik, konflik dapat mendukung percepatan pencapaian tujuan organisasi. Konflik yang dikelola dengan baik dapat menumbuhkan kreatifitas, inovasi dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan perubahan positif bagi pengembangan organisasi. Akan tetapi sebaliknya bila tidak dapat ditangani, konflik menyebabkan turunnya kinerja organisasi.
1. Dampak Konflik Sebagai Sesuatu Kekuatan Positif, antara lain :
a. Kebutuhan untuk menyelesaikan konflik menyebabkan orang mencari jalan untuk mengubah cara-cara berlaku dalam hal pelaksanaan tugas-tugas;
b. Proses penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif dalam organisasi;
c. Upaya untuk mencari cara-cara menyelesaikan konflik, bukan saja membuahkan inovasi dan perubahan, tetapi sekaligus membuat perubahan lebih dapat diterima;
d. Efek menguntungkan bagi pegawai dalam menghadapi sebuah konflik dapat terjadi saat suasana kompetitif menjadi lebih intens yang mengakibatkan pegawai termotivasi untuk mengupayakan usaha yang lebih intensif demi tetap bertahan dalam organisasi, lebih-lebih untuk dapat ‘memenangkan persaingan’;
2. Dampak Konflik Sebagai Sesuatu Kekuatan Negatif, menurut Depdikbud (1983) yang dikutip oleh D. Deni Koswara (1994:2) antara lain :
a. Konflik dapat menimbulkan perasaan tidak enak sehingga menghambat komunikasi;
b. Konflik dapat membawa suatu organisasi kearah disintegrasi;
c. Konflik menyebabkan ketegangan antara individu dan kelompok;
d. Konflik dapat menghalangi kerjasama antara individu;
Konflik yang dibiarkan tanpa ditangani akan menimbulkan efek negatif yang lebih serius antara lain kecenderungan terpencarnya upaya ke arah pencapaian tujuan, habisnya sumber daya dalam organisasi untuk menangani konflik dan bukannya digunakan untuk arah pencapaian organisasi, kemudian timbulnya beban psikologi antar karyawan.
Pendekatan Manajemen Konflik
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah organisasi dimana kita berinteraksi dengan manusia lain terdapat potensi timbulnya konflik dikarenakan perbedaan kepribadian, pemikiran, persepsi, pengalaman, tujuan, kepercayaan terhadap sesuatu bahkan motivasi. Namun seiring dengan perkembangan teori dan ilmu mengenai konflik, kita perlu meyakini bahwa tidak selamanya konflik akan mempunyai akibat yang buruk. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya terkait dampak positifnya, konflik dalam porsi optimal justru akan memancing daya kreasi individu dalam organisasi. Salah satu pendapat ahli mengenai konflik adalah pemecahan konflik bukan berarti menghilangkan konflik, melainkan menyambutnya dengan baik, belajar dari konflik dan terus bergerak maju (Lacey, 2003:20).
Manajemen konflik adalah cara yang dilakukan oleh pimpinan pada saat menanggapi konflik. Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara tetap memelihara konflik tetap bersifat fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan. Manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang diperjuangkan dan menjaga hubungan-hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik agar tetap baik (Hardjana, 1994). Dalam teorinya tidak ada satu metode penyelesaian konflik yang dapat diterapkan dalam segala situasi, melainkan harus memilih metode penyelesaian yang disesuaikan dengan penyebab konflik.
Manajemen konflik menurut Winardi (1994) meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Menstimulasi konflik;
2. Mengurangi atau menekan konflik;
3. Penyelesaian konflik.
Tindakan stimulasi konflik diambil bila satuan kerja di dalam organisasi dirasa terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tindakan stimulasi konflik antara lain :
(a) memasukkan anggota yang mempunyai sikap, perilaku dan pandangan berbeda,
(b) strukturisasi organisasi seperti rotasi mutasi kerja,
(c) meningkatkan persaingan dengan imbal promosi, insentif atau reward dalam jenis lain,
(d) memilih pemimpin baru yang lebih demokratis.
Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik dalam suatu organisasi dirasa tinggi dan menimbulkan ancaman bagi keberlangsungan organisasi, disertai dengan penurunan produktifitas kerja. Metode yang dapat diambil pimpinan dalam tindakan mengurangi konflik antara lain :
(a) memisahkan individu/unit/kelompok yang bertentangan berupa rotasi atau mutasi kerja,
(b) menerapkan peraturan kerja yang sekiranya dapat mengurangi konflik,
(c) memfungsikan peran integrator,
(d) mendorong tercapainya negosiasi,
(e) mengadakan pelatihan penyelesaian konflik.
Kemudian langkah berikutnya dalam manajemen konflik adalah penyelesaian konflik, yang ini merupakan kegiatan pimpinan organisasi dalam mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan. Metode terbanyak dalam penyelesaian konflik menurut Winardi (2004) adalah dominasi, kompromis dan pemecahan problem secara integratif.
Sebelum terjadi, konflik dapat dicegah dengan penekanan nilai-nilai bahwa :
1. Tujuan organisasi lebih penting daripada tujuan kelompok/unit yang lebih kecil;
2. Penting untuk meningkatkan dan mengembangkan komunikasi antar anggota pad aunit yang berbeda;
3. Menghindari situasi yang dapat mengorbankan pihak lain adalah sesuatu yang mesti dijaga.
Gaya (Style) Para Pimpinan Dalam Menangani Konflik
Terdapat beberapa pendapat dalam penanganan konflik dalam organisasi dan seorang pimpinan atau manajer akan memilih pendekatan yang dirasa paling pas dengan style mereka. Seorang pemimpin diharapkan mampu meredam persaingan yang tidak sehat dan berlebihan. Pilihan seorang pimpinan dalam penyelesaian konflik merupakan salah satu fungsi kepemimpinannya yang dapat dikaitkan dengan nilai (value) pemimpin tersebut.
6 (enam) tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam menangani konflik yang terjadi menurut Dawn M. Baskerville, 1993:65 :
1. AVOIDING : gaya yang cenderung menghindari timbulnya konflik. Hal potensial dan sensitif dihindari sebisa mungkin agar tidak berkembang menjadi sebuah konflik yang terbuka;
2. ACCOMODATING : gaya ini menghimpun aspirasi/pendapat/kepentingan pihak-pihak dimana konflik muncuk dan selanjutnya dicari jalan keluarnya;
3. COMPROMISSING : gaya penyelesaian konflik dengan cara melakukan negoisasi antar pihak yang berkonflik kemudian dicari solusi atau jalan tengah yang sekiranya dapat diterima kedua belah pihak (lose-lose solution);
4. COMPETING : pihak-pihak yang berkonflik akan saling bersaing untuk memenangkan konflik dan akhirnya ada pihak yang dikorbankan kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau lebih berkuasa (win – lose solution);
5. COLLABORATING : cara ini dilakukan dengan membuat para pihak yang berkonflik akan sama-sama memperoleh hasil yang memuaskan, dilakukan dengan bersinergi menghadapi persoalan dan tetap menghargai kepentingan pihak lain (win-win solution);
6. CONGLOMERATION : gaya ini menggunakan kelima style penyelesaian konflik secara bersama-sama (mixtured).
Penutup Mengenai Manajemen Konflik
Dewasa ini pandangan mengenai konflik sudah tidak sama seperti masa-masa sebelumnya yang cenderung merasa lebih baik bila jangan sampai terjadi konflik. Teori yang berkembang justru menganggap bahwa konflik dalam kadar optimum mampu meningkatkan kemajuan perusahaan. Manajemen konflik merupakan kemampuan penting yang sewajarnya dimiliki pimpinan agar dapat mengelola konflik agar tidak berkembang menjadi hal negatif dalam unit yang dipimpinnya. Manajemen konflik akan terus berguna sebagai upaya meredakan konflik dan menyatukan kembali berbagai pihak melalui berbagai metode dan pendekatan.
Kesimpulan :
Secara keseluruhan, manajemen konflik adalah proses yang digunakan untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi dalam organisasi atau bisnis. Fungsi antara lain mencegah timbulnya konflik, mengelola konflik yang sudah terjadi, menyelesaikan konflik, meningkatkan kualitas hubungan, mengembangkan keterampilan komunikasi, meningkatkan produktivitas, menjaga stabilitas organisasi, mengembangkan kemampuan negosiasi, meningkatkan kemampuan dalam mengelola emosi, membuat organisasi lebih adaptif, mengembangkan kemampuan dalam mengelola perbedaan, mengembangkan keterampilan dalam mengambil keputusan, dan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
Referensi pustaka :
- Chenhall, R. H., & Morris, D. (1986). The impact of structure, environment, and interdependence on the perceived usefulness of management accounting systems. Accounting Review, 16-35.
- Deutsch, M., Coleman, P. T., & Marcus, E. C. (Eds.). (2011). The handbook of conflict resolution: Theory and practice. John Wiley & Sons.
- Himes, J. S. (2008). Conflict and conflict management. University of Georgia Press.
- Kazan, M. K. (1997). Culture and conflict management: A theoretical framework. International Journal of Conflict Management.
- Mwagiru, M. (2006). Conflict: Theory, processes and institutions of management.
- Rahim, M. A. (1986). Referent role and styles of handling interpersonal conflict. The Journal of social psychology, 126(1), 79-86.
- Thomas, K. W. (1992). Conflict and conflict management: Reflections and update. Journal of organizational behavior, 265-274.
- Thomas, K. W., & Schmidt, W. H. (1976). A survey of managerial interests with respect to conflict. Academy of Management journal, 19 (2), 315-318.
By, POINT Consultabt