Hakikat Kerja :
Renungan Hari Buruh
Yudi Latif
Saudaraku,
di negeri yang tanahnya tak pelit memberi dan lautnya tak henti menghidupi, kerja seharusnya menjadi jalan manusia menegakkan martabatnya. Tapi hari ini, kita menyaksikan ironi yang getir: kerja, yang mestinya membebaskan, justru kerap membelenggu. Peluh mengalir tanpa imbal yang layak. Tenaga terkuras tanpa jaminan masa depan.
Kerja bukan sekadar alat menggenggam sesuap nasi. Ia adalah jalan manusia menyambut panggilan jiwa. Dalam kerja, manusia menyatakan keberadaannya—bahwa ia hadir bukan hanya untuk hidup, tapi untuk memberi, mencipta, dan menyalakan makna dalam semesta yang terus bergerak. Tanpa kerja, manusia kehilangan pijakan untuk menjadi dirinya yang utuh.
Manusia sejati bekerja dengan tiga kekuatan: dengan tubuh yang menuntut kesehatan, perlindungan, dan upah yang adil; dengan akal yang haus pendidikan, ruang cipta, dan daya hidup yang membebaskan; dan dengan hati yang menyalakan api keadaban, keberpihakan, dan kasih yang tak berpamrih.
Namun di tanah air kita hari ini, terlalu banyak yang bekerja dengan tubuh tapi tak punya jaminan atas keselamatannya. Terlalu banyak yang bekerja dengan akal tapi terkurung dalam sistem yang menghambat kreativitas dan meritokrasi. Dan lebih menyedihkan, mereka yang mestinya bekerja dengan hati—menyalakan obor keadilan, mengayomi rakyat—malah memadamkan nurani. Yang semestinya melayani, justru mengkhianati. Yang seharusnya melindungi, malah menyakiti. Tangan kekuasaan yang seharusnya menyejahterakan rakyat berubah menjadi alat perampasan dan pelemahan.
Hari Buruh bukanlah upacara tanpa gema. Ia adalah seruan nurani. Ia mengetuk kesadaran kita, bahwa tak ada peradaban yang tumbuh dari keringat yang diabaikan. Bahwa kemajuan sejati bukan dinilai dari pencakar langit yang menjulang, tapi dari seberapa layaknya manusia hidup setelah bekerja.
Inilah momen mengaca diri: sudahkah kerja diberi ruang yang adil? Sudahkah hukum berpihak pada yang rentan? Sudahkah martabat manusia dijaga dalam setiap peluh yang tercurah? Sebab, kemuliaan suatu bangsa tidak diukur dari kekuatan elitenya, melainkan dari penghormatan yang diberikan kepada para pekerjanya.
https://www.instagram.com/p/DJGbxCeSnyv/?igsh=MWJjYmVyeXhwZ2V4ag==
Diposting ulang oleh POINT Consultant

