Indonesia Darurat Korupsi
Indonesia berada di peringkat ke-99 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 dengan skor 37. Ini sedikit peningkatan dibandingkan peringkat ke-110 dengan skor 34 pada CPI 2022.
Indeks Persepsi Korupsi (CPI) :
Diukur oleh Transparency International, CPI mengukur tingkat korupsi di sektor publik di berbagai negara, dengan skala 0-100 (0: sangat korup, 100: sangat bersih).
Peringkat Indonesia :
Pada CPI 2024, Indonesia mendapatkan skor 37 dan menempati peringkat 99 dari 180 negara yang dinilai. Ini menunjukkan bahwa persepsi korupsi di Indonesia masih relatif tinggi.
Peningkatan Skor :
Meskipun skor 37 menunjukkan peningkatan 3 poin dari tahun sebelumnya (34 pada CPI 2022), namun peringkat Indonesia masih cukup rendah.
Perbandingan dengan Negara Lain :
Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih di bawah Singapura (peringkat 3, skor 84), Malaysia (peringkat 57, skor 50), dan Timor Leste.
Tantangan Korupsi :
Meskipun ada sedikit peningkatan skor, namun Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam hal korupsi dan diperlukan upaya lebih lanjut untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik.
Kondisi Darurat Korupsi Indonesia
Kondisi darurat korupsi di Indonesia adalah isu yang terus berkembang, meskipun Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa kasus korupsi besar seperti kasus di PT Pertamina dan kasus tata niaga timah di Bangka Belitung menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi ancaman serius bagi Indonesia.
Korupsi dan Dampaknya
1. Kerugian Negara
Korupsi mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar, seperti yang terlihat dalam kasus PT Pertamina dan kasus tata niaga timah.
2. Pengaruh Budaya
Budaya korupsi masih berakar dalam masyarakat, terlihat dari persepsi dan pengalaman masyarakat dalam berurusan dengan layanan publik.
3. Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi masih terus dilakukan, namun tantangan dan hambatan masih ada, seperti lemahnya pengawasan dan kurangnya kesadaran akan pentingnya integritas.
Upaya Pemberantasan Korupsi
1. Penindakan Represif.
Penindakan terhadap pelaku korupsi, seperti penangkapan dan pengadilan, bertujuan untuk memberikan efek jera.
2. Penguatan Tata Kelola.
Peningkatan tata kelola di berbagai instansi dengan aturan yang lebih tegas dapat mencegah terjadinya korupsi.
3. Pendidikan Inegritas.
Penanaman nilai integritas sejak dini, terutama dalam pendidikan, penting untuk membentuk karakter yang anti korupsi.
Meskipun ada peningkatan skor IPK, korupsi tetap menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Pemberantasan korupsi membutuhkan upaya yang komprehensif, baik melalui penindakan, penguatan tata kelola, maupun pendidikan integritas.
Akar Utama Korupsi di Indonesia
Penelitian ini menyimpulkan bahwa salah satu akar utama korupsi di Indonesia adalah sistem politik yang korup dan partai politik yang sangat korup. Penulis juga menemukan bahwa mayoritas partai politik besar di Indonesia dikelola seperti perusahaan keluarga dan dikendalikan oleh segelintir oligarki.
Akar permasalahan korupsi di Indonesia adalah kombinasi dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal mencakup budaya patronase, kurangnya integritas dan moralitas, serta sifat serakah dan gaya hidup konsumtif. Faktor eksternal meliputi lemahnya sistem pengawasan, transparansi dan akuntabilitas, serta sistem hukum yang tidak jelas dan lemah.
Faktor Internal.
1. Budaya Patronase.
Budaya patronase, yang telah mengakar sejak era kolonial, memicu korupsi karena pejabat publik sering menggunakan jabatannya untuk keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.
2. Kurangnya Integritas dan Moralitas.
Rendahnya moralitas dan etika, serta kurangnya pendidikan yang menekankan nilai-nilai antikorupsi, memperburuk situasi dan menyebabkan korupsi dianggap wajar.
3. Sifat Serakah dan Gaya Hidup Konsumtif.
Sifat serakah dan gaya hidup konsumtif menjadi faktor pendorong internal yang membuat orang tergiur untuk melakukan korupsi.
Faktor Eksternal
1. Lemahnya Sistem Pengawasan.
Sistem pengawasan yang lemah terhadap penggunaan anggaran negara dan kekuasaan publik memberikan celah bagi terjadinya korupsi.
2. Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas.
Kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan anggaran memicu penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi.
3. Sistem Hukum yang Tidak Jelas.
Peraturan perundang-undangan yang tidak jelas, tumpang tindih, atau mudah ditafsirkan secara berbeda, serta lemahnya penegakan hukum, juga menjadi faktor pendorong korupsi.
4. Desentralisasi yang Tidak Efektif.
Desentralisasi yang tidak disertai dengan mekanisme pengawasan yang kuat juga menjadi faktor pendorong korupsi.
5. Pragmatisme.
Pragmatisme, yaitu sikap yang lebih mementingkan hasil atau keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan prinsip-prinsip etika dan moral, juga menjadi faktor pendorong korupsi.
6. Kegagalan Membangun Sistem yang Baik.
Kegagalan dalam membangun sistem yang baik, termasuk sistem pemerintahan yang bersih, efektif, dan akuntabel, juga menjadi akar masalah korupsi.
Program Kepedulian Turun Jalan
#INDONESIA DARURAT KORUPSI
MARI SELAMATKAN INDONESIA Dari Para Perampok & Pencuri Uang Rakyat, Indonesia Akan Hancur Apabila Kita Membiarkan Para Oknum - oknum KORUPTOR Berjamaah Masih Berkeliaran & Menguasai Instansi, Institusi Bahkan Pemerintahan...
Satukan Hati, Satukan Suara Atas Nama Rakyat Indonesia Kita Turun Ke Jalan Menyuarakan Aspirasi Kita Pada :
Hari / Tanggal : Senin, 5 Mei 2025.
Pukul / Jam 13:00 wib s/d Selesai.
Lokasi / Tempat : Istana Negara (Patung Kuda)
Titik Kumpul : Gedung Sarinah Depan Bawaslu RI...
VOX POPULI VOX DEI (SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN)
Contact Person : Oscar Pendong 081292170844 (Chatt WA Only)
POINT Consultant




