Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 mengatur tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 mengatur tentang usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Usul ini diajukan dengan terlebih dahulu meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak melakukan pelanggaran hukum atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Penjelasan Lebih Lanjut :
1. Usul Pemberhentian.
DPR memiliki wewenang untuk mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2. Permintaan kepada MK.
Sebelum mengajukan usul pemberhentian kepada MPR, DPR harus terlebih dahulu meminta MK untuk memeriksa dan memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum atau ketidakmampuan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. Pendapat DPR.
Pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum atau ketidakmampuan Presiden dan/atau Wakil Presiden harus didasarkan pada bukti-bukti yang kuat dan melalui proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Putusan MK.
Jika MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum atau tidak memenuhi syarat, maka DPR dapat melanjutkan proses pemberhentian ke MPR.
5. Proses di MPR.
Keputusan MPR mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden diambil dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sejumlah anggota MPR dan disetujui oleh sebagian besar anggota yang hadir.
Dengan demikian, Pasal 7B ayat (1) UUD 1945 merupakan dasar hukum bagi DPR untuk memulai proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, dengan melibatkan MK untuk memeriksa dan memutus pendapat DPR terlebih dahulu sebelum diajukan ke MPR.
By, POINT Consultant

