Mens REA
(Niat Jahat)
BACA DISINI :
Mens rea dalam hukum pidana adalah sikap batin, niat, atau keadaan mental dari pelaku tindak pidana pada saat melakukan perbuatan pidana tersebut.
Mens rea merupakan istilah hukum yang merujuk pada sikap batin, niat, atau keadaan mental pelaku tindak pidana pada saat melakukan perbuatan pidana tersebut. Dalam bahasa Latin, mens rea berarti pikiran bersalah atau niat jahat. Mens rea merupakan salah satu unsur penting dalam hukum pidana selain actus reus (perbuatan pidana) untuk membuktikan kesalahan seseorang dalam suatu tindak pidana.
Dalam hukum pidana, mens rea berarti keadaan pikiran atau niat pelaku saat melakukan tindak pidana. Istilah ini berasal dari bahasa Latin yang berarti pikiran yang bersalah. Secara sederhana, mens rea adalah "niat jahat" yang mendasari perbuatan pidana. Untuk membuktikan seseorang bersalah dalam suatu tindak pidana, biasanya jaksa harus membuktikan adanya actus reus (perbuatan yang salah secara fisik) dan mens rea (niat jahat).
Secara lebih rinci, mens rea merujuk pada keadaan mental pelaku pada saat melakukan tindak pidana. Ini bisa berupa kesengajaan (intention), kelalaian (negligence), atau bahkan pengetahuan akan kemungkinan akibat perbuatannya.
Hal penting dalam mens rea :
1. Unsur Penting dalam Hukum Pidana.
Mens rea adalah salah satu elemen penting yang harus dibuktikan dalam hukum pidana untuk menetapkan pertanggungjawaban pidana seseorang.
2. Berbeda dengan Actus Reus.
Actus reus adalah perbuatan fisik yang melanggar hukum, sedangkan mens rea adalah keadaan pikiran yang mendasari perbuatan tersebut. Actus reus adalah tindakan fisik nyata yang dilakukan, atau dalam kasus kelalaian, tidak dilakukan dalam suatu tindak pidana.
3. Berbagai Tingkatan Niat.
Mens rea bisa berupa niat yang sangat jelas (sengaja), atau bisa juga berupa kelalaian atau bahkan ketidakpedulian terhadap akibat perbuatannya.
4. Contohnya.
Jika seseorang dengan sengaja menembak orang lain, maka actus reus adalah tindakan menembak, sedangkan mens rea adalah niat untuk membunuh atau melukai orang tersebut.
5. Pentingnya Bukti.
Dalam persidangan, jaksa harus mampu membuktikan adanya mens rea untuk setiap tindak pidana yang dituduhkan.
Dalam sebagian besar kasus, mens rea (unsur kesalahan) harus dibuktikan untuk menetapkan seseorang bersalah atas suatu tindak pidana. Mens rea, yang berarti "pikiran yang bersalah," adalah keadaan mental pelaku pada saat melakukan tindak pidana, yang mencakup niat, kesadaran, atau kelalaian.
Ada beberapa jenis standar mens rea termasuk :
- kelalaian,
- pengetahuan,
- kesengajaan,
- kecerobohan,
- niat umum atau niat khusus .
Actus Reus Mens Rea
Menurut Sudarto, mens rea adalah keadaan psikis dari pelaku tindak pidana; keadaan psikis pelaku pada saat melakukan tindakan pidana ini adalah keadaan psikis yang dapat membuat seseorang dikenakan sanksi pidana. [1]
Sementara, E. Utrecht sebagaimana dikutip jurnal berjudul Melacak Mens Rea dalam Penyebaran Berita Bohong Melalui WhatsApp Group: Mengenal Sekilas Psikolinguistik dalam Hukum Pidana berpendapat bahwa mens rea adalah sikap batin pelaku tindak pidana (hal. 78).
Dapat disimpulkan bahwa arti mens rea adalah sikap batin, pikiran, niat, atau keadaan mental dari si pelaku tindak pidana pada saat melakukan tindak pidana.
Kemudian, sebuah kejahatan dapat dibuktikan apabila mens rea pelaku tindak pidana terjadi bersamaan dengan perbuatannya (actus reus). Seseorang tidak dapat dipidana jika hanya berniat jahat atau berniat melakukan tindak pidana saja tanpa melakukan perbuatan pidana.
Hal ini karena ada dua unsur pelengkap dalam tindak pidana yaitu mens rea dan actus reus. Actus reus sebagai unsur luar atau eksternal, sedangkan mens rea sebagai unsur mental pembuat.[2]
Contoh mengenai actus reus mens rea dapat dilihat dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan sebagai berikut :
- Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
- Pembaca artikel yang Budiman, juga dapat membaca Pasal 17 ayat (1) UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan[3] yaitu tahun 2026, yang berbunyi :
Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan dari Tindak Pidana yang dituju, tetapi pelaksanaannya tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena semata-mata atas kehendaknya sendiri.
- Berdasarkan pasal tersebut, dapat terlihat bahwa suatu tindak pidana harus dibuktikan dengan terjadinya kehendak dari perbuatan pidana (actus reus) dan keadaan sikap batin, kondisi jiwa atau iktikad jahat yang melandasi perbuatan tersebut (mens rea).
Contoh Mens Rea
Contoh mens rea adalah apabila seseorang meminjamkan sepeda motor miliknya, kemudian sepeda motor tersebut digunakan orang lain atau si peminjam untuk melakukan pencurian dengan kekerasan (begal). Dalam konteks tersebut orang yang meminjamkan sepeda motor miliknya dapat diduga membantu melakukan kejahatan pembantuan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP atau Pasal 21 UU 1/2023.
Untuk membuktikan si pemilik sepeda motor tidak melakukan kejahatan, maka harus diketahui dan dibuktikan niat dari pemilik sepeda motor itu ketika meminjamkannya; apakah memiliki niat atau sengaja meminjamkan motor tersebut untuk melakukan tindak pidana atau tidak.
Contoh penerapan mens rea dapat ditemukan dalam Yurisprudensi MA 4/Yur/Pid/2018 dengan kaidah hukum yang menyatakan bahwa para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan kecuali jika perjanjian itu didasari dengan iktikad buruk/tidak baik.
Dalam yurisprudensi tersebut diterangkan salah satunya dari Putusan MA No. 366K/Pid/2016 yang menyatakan bahwa perjanjian yang didasari dengan iktikad buruk atau niat jahat untuk merugikan orang lain bukan wanprestasi tetapi penipuan.
Dengan demikian, untuk menentukan seseorang melakukan tindak pidana atau tidak, harus dapat dibuktikan adanya mens rea (sikap batin atau niat) dari orang tersebut.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Putusan:
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 366K/Pid/2016;
- Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pid/2018.
Referensi:
- Rocky Marbun dan Maisha Ariani. Melacak Mens Rea dalam Penyebaran Berita Bohong Melalui WhatsApp Group: Mengenal Sekilas Psikolinguistik dalam Hukum Pidana. Jurnal Hukum Pidana & Kriminologi, Vo. 3 No. 2 Oktober 2022;
- Hukum Pidana I Edisi Revisi. Semarang: Yayasan Hukum Sudarto FH Undip, 2009.
- [1] Sudarto. Hukum Pidana I Edisi Revisi. Semarang: Yayasan Hukum Sudarto FH Undip, 2009, hal. 148
- [2] Rocky Marbun dan Maisha Ariani. Melacak Mens Rea dalam Penyebaran Berita Bohong Melalui WhatsApp Group: Mengenal Sekilas Psikolinguistik dalam Hukum Pidana. Jurnal Hukum Pidana & Kriminologi, Vo. 3 No. 2 Oktober 2022, hal. 78
[3] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Artikel by POINT Consultant

