Equality Before The Law
(Persamaan Kedudukan Di hadapan Hukum)
![]() |
| Ilustrasi Gambar judul editing by, POINT Consultant |
Equality before the law adalah sebuah asas hukum yang berarti asas kesamaan. Asas equality before the law menghendaki setiap orang dianggap sama dalam hukum.
Dalam asas equality before the law, setiap orang adalah sama di hadapan hukum tanpa membedakan gender, ras, status sosial seseorang, dan lain sebagainya. Menurut kutipan artikel, Makna Asas Equality Before the Law dan Contohnya, secara sederhana, makna asas equality before the law adalah semua manusia sama dan setara di hadapan hukum.
Asas kesamaan ini merupakan salah satu kunci dari doktrin rule of law yang sering diterapkan oleh negara-negara berkembang, khususnya di Indonesia. Persamaan kedudukan di depan hukum menjadi sesuatu hal yang teramat penting untuk dilaksanakan, karena berkaitan dengan keadilan di dalam proses peradilan. Adil disini bukan berarti sama atas segala putusan hukum yang ada, tetapi memiliki kesamaan untuk tunduk, patuh, dan memperoleh kedudukan atau untuk diperlakukan yang seimbang berdasarkan proses perkara yang terjadi.
Isi Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 :
- Dalam hukum positif di Indonesia, asas equality before the law diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi :
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".
- Ketentuan asas equality before the law juga diperkuat dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yaitu :
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang samadi hadapan hukum.
Dimuka hukum (Inggris : equality before the law artinya persamaan kedudukan di hadapan hukum). Maknanya adalah setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum, tanpa membedakan status, latar belakang, ras, agama, atau faktor lainnya. Prinsip ini menjamin perlakuan yang adil dan setara bagi semua warga negara dalam memperoleh hak dan menjalankan kewajiban hukum.
Sehingga :
1. Kesetaraan tanpa diskriminasi.
Asas ini menuntut agar tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum. Semua individu memiliki hak dan kewajiban yang setara di hadapan hukum, serta memiliki akses yang sama terhadap keadilan.
2. Jaminan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum harus diberikan secara adil kepada seluruh warga negara tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, jabatan, atau kekuasaan.
3. Dasar hukum.
Di Indonesia, prinsip ini diatur secara tegas dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan "Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Prinsip ini juga diperkuat dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Kesetaraan di hadapan hukum merupakan asas dasar yang berarti bahwa setiap orang sama dan tunduk pada hukum yang sama tanpa diskriminasi. Prinsip ini mensyaratkan bahwa semua individu memiliki hak hukum yang sama, diperlakukan setara oleh sistem hukum, dan dapat menerima perlindungan yang sama di bawah hukum, terlepas dari latar belakang mereka. Prinsip ini diabadikan dalam banyak sistem hukum dan dokumen sejarah.
Aspek-aspek utama :
1. Penerapan hukum yang sama.
Hukum berlaku untuk semua orang, dari warga negara biasa hingga pejabat pemerintah tertinggi .
2. Tidak ada diskriminasi.
Memastikan bahwa hukum diterapkan tanpa prasangka berdasarkan faktor-faktor seperti ras, agama, atau status sosial.
3. Keadilan dan keadilan.
Prinsip ini memberikan perlakuan yang adil, perlindungan hukum, dan keadilan bagi semua.
4. Akar sejarah.
Konsep ini memiliki akar sejarah yang dalam, muncul dalam teks-teks filsafat dan agama kuno dan dalam warisan hukum banyak negara.
Contoh dalam praktik :
- Sistem hukum.
Semua individu memiliki hak atas pengadilan yang adil dan perlakuan yang sama di pengadilan, dan sistem hukum harus memberikan keadilan yang sama dalam perselisihan pribadi, seperti yang disebutkan dalam Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides .
- Pemerintahan dan pemilu.
Semua warga negara mempunyai kedudukan hukum dan hak yang sama di mata pemerintah dan dalam proses pemilu.
- Lamaran pekerjaan.
Setiap orang harus mempunyai kesempatan yang sama untuk dipertimbangkan dalam suatu pekerjaan tanpa diskriminasi.
Sejarah Perang Peloponnesia karya Thucydides
Karya Thucydides, Sejarah Perang Peloponnesia, adalah catatan kronologis terperinci tentang konflik besar antara dua negara-kota Yunani kuno, Athena dan Sparta, yang dimulai pada tahun 431 SM dan berlangsung hingga 411 SM. Thucydides, yang adalah jenderal Athena, menuliskan perang ini tanpa memihak dan menekankan analisis sebab-akibat, pengumpulan bukti, serta sifat manusia yang berperan dalam krisis seperti perang dan wabah. Karyanya dianggap sebagai salah satu karya ilmiah sejarah paling awal karena pendekatannya yang ilmiah dan ketidak bergantungannya pada penjelasan supranatural.
Isi utama karya Thucydides
- Penyebab perang.
Menurut Thucydides, penyebab utama perang adalah ketakutan Sparta terhadap kekuatan Athena yang terus tumbuh pesat. Athena menindas negara-kota lain seiring dengan pertumbuhan kekuasaannya, sementara Sparta merasa ancaman karena tidak ingin dikuasai oleh Athena dan Liga Delos-nya.
- Peran strategi dan diplomasi.
Thucydides mendalami bagaimana strategi militer dan diplomasi digunakan oleh kedua belah pihak. Ia menuliskan pidato-pidato penting, seperti Pidato Pemakaman Pericles, dan mendokumentasikan pertempuran serta pengepungan secara rinci, termasuk perkembangan teknologi seperti kapal perang trireme.
- Dampak wabah dan sifat manusia.
Karya ini juga memberikan gambaran rinci tentang dampak wabah penyakit yang melanda Athena, yang menyebabkan pelanggaran hukum, egoisme, dan hilangnya ketertiban di antara penduduknya.
Thucydides menggunakan ini untuk menunjukkan bagaimana dalam situasi ekstrem, sifat dasar manusia muncul ke permukaan.
- Pendekatan sejarah ilmiah.
Thucydides menulis dengan standar ketat ketidakberpihakan, analisis sebab-akibat, dan mengandalkan bukti. Pendekatannya yang tidak menggunakan campur tangan para dewa menjadikannya bapak sejarah ilmiah, dan karyanya masih dipelajari di universitas-universitas di seluruh dunia hingga kini.
Penjelasan Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945.
Hak dan kewajiban serta kedudukan warga negara telah diatur dalam UUD 1945. Salah satunya dalam pasal 27 ayat 1. Pasal ini juga menjadi penguat bahwa Indonesia adalah negara hukum.
UUD 1945 merupakan konstitusi negara Republik Indonesia. Hukum dasar tertulis ini telah mengalami empat kali amandemen dalam kurun waktu 1999-2002. Hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan dan kewajiban warga negara, baik di mata hukum maupun pemerintahan diatur di dalamnya.
Dalam pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sedangkan, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar, sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 2.
Bentuk dan kedaulatan negara tersebut juga diperjelas dalam pasal 27 hingga 34 melalui hak dan kewajiban warga negara Indonesia. Pasal 27 ayat 1 mengatur tentang persamaan kedudukan di mata hukum dan pemerintahan serta kewajiban untuk menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa kecuali.
Berikut bunyi pasal 27 ayat 1 :
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Dikutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan oleh Lukman Surya Saputra, pasal 27 ayat 1 tersebut menjelaskan tentang prinsip equality before the law atau asas persamaan di hadapan hukum. Prinsip tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum tanpa ada pengecualian.
Prinsip equality before the law dalam pasal 27 ayat 1 ini juga ditegaskan dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, tepatnya pada pasal 4 ayat 1. Berdasarkan pasal tersebut, pengadilan mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang.
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum, sebagaimana bunyi pasal 5 ayat 1 dan 2 UU Nomor 48 Tahun 2009.
Sebagai negara hukum, Indonesia menerapkan aturan tersendiri dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Secara umum, hukum dicirikan dengan adanya perintah dan larangan yang harus ditaati oleh setiap orang di dalamnya.
Setidaknya, ada empat unsur hukum, antara lain :
1. Peraturan tentang tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat,
2. Peraturan tersebut dibuat oleh badan resmi atau pihak berwajib,
3. Peraturan bersifat memaksa, dan
4. Adanya ketegasan sanksi yang diberikan dalam setiap pelanggaran terhadap aturan yang dibuat.
Memahami Isi Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, Implementasi dan Penerapannya dalam Kehidupan Sehari-hari.
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, konsep warga negara dan prinsip persamaan kedudukan di hadapan hukum merupakan fondasi penting dalam menjamin tegaknya keadilan sosial.
Prinsip ini secara eksplisit termuat dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945, yang menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pasal tersebut menegaskan dua hal mendasar: pertama, bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum; kedua, bahwa setiap warga negara memiliki kewajiban untuk menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tanpa pengecualian.
Dengan demikian, tidak ada satu pun warga negara, termasuk pejabat publik atau aparat penegak hukum, yang berada di atas hukum.
Makna Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 :
Pasal 27 Ayat (1) menjadi dasar yuridis bahwa Indonesia adalah negara hukum (rechstaat), bukan negara kekuasaan (machstaat). Dalam negara hukum, semua tindakan pemerintah, lembaga, dan individu harus didasarkan pada hukum yang berlaku.
Persamaan di hadapan hukum berarti perlindungan hukum harus diberikan secara adil kepada seluruh warga negara tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, jabatan, maupun kekuasaan.
Menurut Khakim (2017), prinsip ini menegaskan bahwa hukum berfungsi sebagai alat kontrol sosial sekaligus sarana keadilan. Tidak ada diskriminasi dalam proses hukum pejabat negara yang melakukan pelanggaran harus diproses sama seperti warga biasa. Prinsip ini menjadi ukuran utama dalam menilai kualitas penegakan hukum di Indonesia.
Bunyi Pasal 27 Ayat 1, 2, dan 3 :
Bunyi pasal 27 ayat 1:
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya“.
Bunyi pasal 27 ayat 2:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan“.
Bunyi pasal 27 ayat 3:
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara“.
Kewajiban dan Hak Warga Negara
Selain menegaskan kedudukan yang setara, Pasal 27 UUD 1945 juga memuat hak dan kewajiban warga negara dalam tiga ayat yang saling melengkapi.
1. Pasal 27 Ayat (1):
Setiap warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan, serta berhak atas perlindungan dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Pasal 27 Ayat (2):
Menjamin hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini merefleksikan nilai kemanusiaan dan keadilan sosial sebagaimana termuat dalam sila kedua dan kelima Pancasila.
3. Pasal 27 Ayat (3):
Menegaskan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara sesuai kemampuan dan profesinya masing-masing.
Ketiga ayat ini menggambarkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hak warga negara tidak dapat dipisahkan dari kewajiban untuk menaati hukum dan berkontribusi terhadap negara.
Implementasi dalam Kehidupan Bernegara
Implementasi Pasal 27 Ayat (1) menuntut adanya sistem hukum yang adil, transparan, dan bebas intervensi. Dalam praktiknya, pelaksanaan prinsip persamaan di hadapan hukum masih menghadapi tantangan.
Kasus-kasus hukum yang melibatkan pejabat publik atau kelompok berpengaruh kerap menimbulkan persepsi ketimpangan penegakan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip equality before the law belum sepenuhnya konsisten.
Untuk mewujudkan implementasi yang efektif, diperlukan beberapa langkah strategis :
- Penguatan lembaga penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan agar independen dari tekanan politik.
- Peningkatan literasi hukum masyarakat agar warga negara memahami hak dan kewajibannya serta berani menuntut keadilan.
- Transparansi sistem peradilan melalui keterbukaan informasi publik dalam setiap proses hukum.
- Pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menggerus kepercayaan terhadap sistem hukum.
- Pemerintah dan lembaga peradilan harus menjadi teladan dalam menjunjung tinggi hukum. Aparatur negara yang melanggar hukum harus mendapatkan sanksi tegas, karena pelanggaran dari pejabat publik justru merusak legitimasi hukum itu sendiri.
Contoh Konkret Implementasi Pasal 27 Ayat (1)
Implementasi prinsip kesetaraan hukum dapat dilihat dari beberapa contoh berikut :
- Proses hukum terhadap pejabat publik yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi, menegaskan bahwa jabatan tidak memberikan kekebalan hukum.
- Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum tanpa diskriminasi ras, agama, atau status sosial.
- Pelaksanaan pelayanan publik berbasis keadilan, di mana setiap warga memiliki hak yang sama untuk memperoleh perlindungan dan layanan hukum.
- Selain itu, setiap warga negara wajib menaati hukum, misalnya dengan membayar pajak, mematuhi peraturan lalu lintas, dan menjaga ketertiban umum.
- Ketaatan warga terhadap hukum adalah bentuk partisipasi aktif dalam menciptakan tatanan sosial yang tertib dan berkeadilan.
Keterkaitan Pasal 27 dengan Prinsip Negara Hukum.
- Pasal 27 Ayat (1) memiliki hubungan erat dengan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Artinya, seluruh tindakan pemerintahan harus berdasar pada hukum yang berlaku.
- Prinsip ini juga berakar pada Pancasila, terutama sila kedua (Kemanusiaan yang adil dan beradab) dan sila kelima (Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia).
- Dengan demikian, penegakan hukum bukan hanya urusan aparat penegak hukum, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Ketika warga negara memahami hak dan kewajiban hukumnya, maka prinsip persamaan di hadapan hukum akan berjalan lebih efektif.
- Penegakan hukum dan implementasi Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 merupakan cerminan dari komitmen bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
- Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang setara dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung tinggi hukum sebagai pedoman kehidupan berbangsa.
- Tantangan utama ke depan adalah memastikan agar prinsip equality before the law benar-benar terwujud dalam praktik, bukan hanya di atas kertas. Hukum harus menjadi pelindung bagi yang lemah, bukan alat bagi yang berkuasa.
- Dengan menegakkan hukum secara adil, transparan, dan tanpa pandang bulu, Indonesia dapat memperkuat fondasi demokrasinya dan mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Sumber Referensi :
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Ahmad Musadad dan Shofiyun Nahidloh. Pengantar Ilmu Hukum: Filsafat, Konsep, Sejarah, Aliran/Mazhab, Teori, Sistem, Asas, Sumber, dan Interpretasi dalam Ilmu Hukum. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Group, 2023;
- Ibnu Alwaton Surya Waliden (et.al), Tinjauan Asas Equality Before the Law terhadap Penegakan Hukum di Indonesia. Verfassung: Jurnal Hukum Tata Negara, Vol. 1, No. 2, 2022.
- Ahmad Musadad dan Shofiyun Nahidloh. Pengantar Ilmu Hukum: Filsafat, Konsep, Sejarah, Aliran/Mazhab, Teori, Sistem, Asas, Sumber, dan Interpretasi dalam Ilmu Hukum. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Group, 2023, hal. 79
- Ahmad Musadad dan Shofiyun Nahidloh. Pengantar Ilmu Hukum: Filsafat, Konsep, Sejarah, Aliran/Mazhab, Teori, Sistem, Asas, Sumber, dan Interpretasi dalam Ilmu Hukum. Malang: PT. Literasi Nusantara Abadi Group, 2023, hal. 149
- Ibnu Alwaton Surya Waliden (et.al) Tinjauan Asas Equality Before the Law terhadap Penegakan Hukum di Indonesia. Verfassung: Jurnal Hukum Tata Negara, Vol. 1, No. 2, 2022, hal. 130
By, POINT Consultant

